Menurut Sutarjo Kartohadikusumo, desa adalah satu kesatuan hukum dimana bermukim suatu masyarakat yang berkuasa dan masyarakat tersebut mengadakan pemerintahan sendiri. Unsur-unsur yang ada di dalam desa diantaranya meliputi daerah yaitu lingkungan geografis, penduduk yang meliputi berbagai hal tentang kependudukan seperti jumlah persebaran dan mata pencaharian, serta tata kehidupan yang menyangkut seluk beluk kehidupan masyarakat desa.
Desa, maupun sebutan lain yang beragam di Indonesia awalnya adalah sebuah organisasi komunitas lokal yang memiliki batas-batas wilayah, dihuni oleh sejumlah penduduk, serta memiliki adat istiadat untuk mengelola dirinya sendiri yang disebut dengan self-governing community. Lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang “Pemerintah Daerah” yang kemudian direvisi dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, telah memberi peluang yang besar kepada daerah untuk mengatur penyelenggaraan pemerintahan sampai kepada level yang terendah tanpa mencederai konstitusi. Oleh karena itu, desa merupakan unit pemerintah terendah yang diberikan wewenang melalui asas desentralisasi untuk mengatur rumah tangganya sendiri menurut kearifan lokal dan potensi masing-masing daerah.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tersebut, daerah diberi otonomi yang seluas-luasnya untuk mengurus seluruh penyelenggaraan pemerintah diluar kewenangan pemerintah pusat untuk membuat sebuah kebijakan daerah yang berhubungan dengan peningkatan pelayanan dan pemberdayaan masyarakat serta otonomi nyata yang bertanggung jawab. Otonomi yang nyata maksudnya melaksanakan apa yang menjadi urusannya berdasarkan kewenangan yang telah diberikan dan karakteristik dari suatu wilayah.
Sedangkan bertanggung jawab adalah otonomi yang pada penyelenggaraannya perlu sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi yang menyejahterakan rakyat dan memajukan daerahnya. Desentralisasi tak hanya terbatas pada tingkatan kabupaten kota tetapi juga desa sebagai suatu kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang memiliki wewenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (PP/72 2005).
Tulisan ini akan membahas mengenai tata kelola Alokasi Dana Desa (ADD) agar tepat sasasaran supaya dapat digunakan untuk kepentingan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat di pedesaan. Saat ini, banyak program pembangunan desa yang mengalami kegagalan. Salah satunya adalah program pembangunan yang berusaha memberantas fenomena kemiskinan yang terjadi pada sebagian besar masyarakat yang tinggal di pedesaan. Oleh karena itu, diperlukan pemberdayaan yang ditujukan kepada masyarakat miskin agar mereka dapat hidup dengan lebih mandiri dalam menghadapi berbagai tantangan hidup yang semakin tidak terkendali setiap harinya.
Cukup banyak faktor yang menyebabkan masyarakat di pedesaan hidup dengan terpuruk, dan terpaksa pula mereka harus hidup dalam standar kualitas hidup yang rendah dan serba kekurangan yang pada akhirnya berakibat kemiskinan berlangsung secara sistematis dan menimbulkan permasalahan yang beragam baik dari segi ekonomi, pendidikan, maupun kesehatan. Dilatarbelakangi atas fenomena tersebut, muncul berbagai program setiap tahunnya baik dari pemerintah pusat maupun dari pemerintah daerah dengan tujuan untuk membangkitkan dan juga mendorong kemampuan masyarakat terutama masyarakat yang ada di wilayah pedesaan. Ini merupakan wujud dari pemberdayaan dengan memunculkan kembali nilai-nilai kearifan lokal dan modal sosial seperti nilai kegotong royongan yang akhir-akhir ini sudah mulai terkikis.
Salah satu program tersebut adalah Alokasi Dana Desa (ADD). Maksud dari pemberian ADD ini adalah sebagai stimulan yang berupa bantuan atau suatu dana perangsang untuk membiayai dan mendorong program pemerintah desa yang ditunjang dengan partisipasi swadaya gotong royong masyarakat dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan dan pemberdayaan masyarakat. ADD merupakan wujud dari pemenuhan hak desa untuk menyelenggarakan otonominya supaya tumbuh dan berkembang mengikuti pertumbuhan desa itu sendiri berdasarkan demokratisasi, keanekaragaman, partisipatif, otonomi asli dan pemberdayaan masyarakat.
ADD adalah perolehan bagian keuangan desa dari kabupaten yang penyalurannya melalui kas desa. ADD merupakan bagian dari Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang diterima oleh kabupaten. Perlu adanya ADD dikarenakan karena kebijakan ADD sejalan dengan agenda otonomi daerah, dimana desa ditempatkan sebagai basis desentralisasi. Kebijakan ADD relevan dengan perspektif yang menempatkan desa sebagai basis partisipasi. Sebagian besar masyarakat Indonesia hidup dalam komunitas sebuah pedesaan yang mana desentralisasi di tingkat desa tersebut akan meningkatkan fungsi pemerintahan sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya.
Saat ini, yang menjadi persoalan adalah masih ditemukan banyaknya kelemahan yang muncul ketika ADD dimanfaatkan dalam rangka kepentingan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Dengan adanya kelemahan tersebut, akan menimbulkan masalah seperti penyelewengan dana sehingga ADD tersebut menjadi tidak tepat sasaran. Biasanya yang menyebabkan hal ini terjadi adalah ketidakmampuan aktor pengelola dana dalam hal ini adalah para aparat desa yang belum memiliki kompetensi yang cukup untuk mengelola dana tersebut.
Oleh karena itu, kondisi yang seperti itulah yang menyebabkan banyaknya program pembangunan dan pemberdayaan masyarakat yang menjadi gagal dalam proses implementasinya. Selain itu, yang menyebabkan tata kelola ADD yang masih belum efektif disebabkan karena kurang berfungsinya lembaga desa, mekanisme perencanaan yang kurang matang karena waktu perencanaan yang sempit, serta masih rendahnya partisipasi masyarakat karena dominasi kepala desa dan adanya pos-pos anggaran dalam pemanfaatan ADD sehingga tidak ada kesesuaian dengan kebutuhan desa.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka dibutuhkan tata kelola ADD yang baik supaya dana tersebut tepat sasaran dan dapat digunakan untuk kepentingan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat dalam pemafaatan ADD perlu mengacu pada asas-asas pengelolaan keuangan desa. Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa pasal 2 ayat 1 yang berbunyi: “Keuangan Desa dikelola berdasarkan asas-asas transparan, akuntabel, partisipatif, serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran”.