Sekitar satu hari yang lalu saya sempat mengulas tentang pola asuh yang cukup memprihatinkan yang masih saja ditemukan di keluarga masa kini. Sebuah pola Hyperparenting, dimana lebih banyak memunculkan dampak negatif kepada anak meskipun hasil dari otoriter tersebut terkadang ada juga yang berhasil. Namun, sebagai orang tua atau orang yang menjadi peletak dasar karakter anak.Â
Apakah kita mau ibaratkan kegiatan ini seperti membunuh tanpa menyentuh korban? Sebuah istilah yang berlebihan memang. Namun, bila ditarik garis ke belakang cukup masuk akal juga. Bagaimanapun dengan diterapkan pola tersebut anak-anak akan cenderung menjadi pribadi yang seperti saya tulis pada artikel sebelumnya.
Nah, dengan begitu akan muncul sebuah pertanyaan besar dari beberapa pernyataan diatas yaitu "Bagaimana cara mengubah atau sekurang-kurang nya menghindari pola asuh tersebut?". Yang bila dipikir-pikir terkadang ada bagusnya juga. Karena dengan ditanamkan sebuah aturan, anak akan lebih terarah perilakunya. Namun lagi-lagi sebagai orang tua juga harus memahami, bahwasanya setiap anak itu memiliki keunikan masing-masing. Kemudian dengan itulah anak menjadi berbeda dari anak lainnya.
Mungkin beberapa yang perlu dibenahi dalam pola Hyperparenting adalah pola pikir orang tua yang terlalu memaksakan kehendak anak agar dapat sedikit menyadari bahwa setiap anak berbeda. Berikut saya coba paparkan solusi dari hal tersebut.
Berikan waktu khusus untuk berkumpul dengan anak
Jika saya amati disekitar rumah yang saya tinggali, kebanyakan orang tua yang menggunakan pola Hyperparenting adalah mereka yang memiliki kesibukan diluar rumah yang sangat padat, sehingga jarang sekali dapat memantau pertumbuhan dan perkembangan anak secara berkala. Hal itu juga termasuk sebagai penghalang sebuah kualitas jalinan batin antara orang tua yang dapat membuahkan kesalah pahaman dari salah satu pihak hingga jadilah pola itu menjadi pemenang hati sang orang tua.
Menjadi pendengar setia anak
Jarang memiliki Quality Time bersama anak dapat menjadi pemicu terhadap pemahaman keinginan anak yang sesungguhnya. Lain lagi jika orang tua dapat dengan rutin atau sekurang-kurangnya setiap tiga atau dua hari sekali untuk menanyakan sekedar apa yang telah dilakukannya. Orang tua ada baiknya untuk selalu berusaha mencari tahu apa keinginan anak yang sesungguhnya. Dengan begitu dapat memudahkan menyelaraskan dalam mendidik dan mengasuh.
Jadilah teladan bagi anak
Anak adalah sosok peniru yang ulung. Dan lingkungan keluarga menjadi tempat pertamanya dalam mengenal segala sesuatunya. Bila anak terbiasa dengan kondisi yang selalu penuh dengan paksaan atau sesuatu yang membuatnya seolah tertekan hal itu akan secara otomatis terkenang sampai dia memiliki kehidupan baru.
Ayah, Bunda. Percayalah bahwa nilai sempurna bukan penentu anak menjadi bermanfaat atau tidak di kemudian hari. Setiap anak dari Ayah Bunda memiliki kemampuan yang menawan dalam jalur masing-masing. Dan hal itu pasti akan berubah menjadi baik dengan seiring berjalannya waktu, mungkin memang saat ini kemampuan belum mencapai pada tahap matang. Jadi tidak bisa memperlakukan anak seperti orang dewasa. Yakinkan dalam diri Ayah dan Bunda bahwa proses itu lebih utama, dan hasil tidak akan terwujud tanpa melalui proses seblumnya.