“Sorry, Yiska, ga mungkin kita lanjut. Kita putus.”
Kalimat itu seperti petir menghantam di siang hari. Tanpa hujan, tanpa angin, tiba-tiba menyambar begitu saja.
“Tapi, tapi kenapa?” Mata Yiska melebar. Wajahnya memerah dengan butiran bening begitu cepat mengumpul di ujung mata. “Aku salah apa sama kamu, Novan?”
Cowok hitam manis dengan rambut ikal itu menggeleng. “Aku ga merasa, eh, perasaanku udah ga kayak dulu, Yis.”
Yiska menyibakkan poninya yang mulai panjang. Rasanya tidak masuk akal. Baru dua bulan Yiska dan Novan pacaran, bagaimana mungkin perasaan Novan pada Yiska langsung hilang? Atau selama ini Novan memang tidak serius dengan Yiska?
“Kamu ga bohong, kan? Kita belum lama jadian. Kamu juga baru dua kali ke rumah, kenal orang tuaku, lalu kakak aku …”
“Ya … justru itu … aku …”
“Aku paham.” Yiska memotong kalimat Novan. “Karena kakakku. Aku mengerti. Oke. Terima kasih buat kebersamaan kita yang cuma sesaat. It is okay. Wish you will find your best.”
Yiska berbalik, dengan pipi sudah basah dengan air mata. Tangannya mengusap kasar wajahnya menghapus butiran bening yang terus menitik. Yiska terus melangkah lebih cpeat dan tidak menoleh lagi. Dan tidak akan Yiska meminta belas kasihan lelaki itu.
Yiska tahu jelas. Alasan Novan tiba-tiba meminta putus, bukan karena tidak lagi ada cinta. Tapi karena kakak Yiska. Ini bukan kali pertama terjadi. Kekasih Yiska yang sebelumnya pun sama. Alasannya karena kakak Yiska.
Dua kali sudah kejadian yang sama terulang. Itu membuat Yiska harus sangat hati-hati menerima seseorang lagi untuk dekat dengannya. Yiska tidak mau terluka dan juga tidak ingin melukai hati kakaknya yang sangat dia sayangi.