Mohon tunggu...
Ayung Notonegoro
Ayung Notonegoro Mohon Tunggu... Penulis - Founder Komunitas Pegon

Penelisik masa lalu untuk bekal masa depan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dari Monas Sampai Mubahalah

30 September 2014   14:49 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:57 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ada-ada saja yang dilakukan seseorang untuk meyakinkan pihak lain bahwa dirinya adalah orang yang tidak bersalah. Sebagaimana yang dilakukan oleh Anas Urbaningrum, terdakwah kasus korupsi mega proyek Hambalang.

Masih melekat dimemori publik akan sesumbar Anas untuk gantung diri di Monas jika terbukti terlibat dalam korupsi proyek Hambalang, seperti yang dituduhkan oleh Nazarudin koleganya di partai Demokrat. “Saya yakin. Yakin, satu rupiah saja Anas korupsi di Hambalang, gantung Anas di Monas.” Ujarnya dengan tegas disampaikan di Kantor DPP Demokrat, Jakarta Pusat, Jumat 9 April 2013. (Silakan cek diberbagai media).

Kemarin (24/9), dalam persidangan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Anas kembali melontarkan statemen yang tidak dikenal dalam perundang-undangan hukum positif di Indonesia. Mantan ketua umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam itu, mengajukan sumpah kutukan atau dikenal dengan istilah mubahalah dalam agama Islam kepada Majelis Hakim. “Saya melihat dakwaan, tuntutan, dan putusan ini tidak adil. Karena itu, saya minta sumpah kutukan agar siapa pun yang salah akan dikutuk oleh Allah untuk diri dan keluarganya.” Ujarnya (Jawa Pos, 25/9).

Pernyataan-pernyataan tidak lumrah yang diucapkan Anas tentu menarik minat berbagai kalangan. Apalagi jika dikaitkan dengan konteks hukum Islam (syar’i), maka setiap pernyataan seseorang dapat dikaji lebih lanjut dan akan memiliki implikasi hukum bagi pengucapnya sesuai dengan kategori pernyataannya.

Terlepas dari sesumbar politik atau tidak, pernyataan Anas untuk menggantung diri di Monas merupakan suatu pernyataan bisa mengandung implikasi hukum dalam perspektif syar’I (hukum Islam). Dalam literatur fiqih, pernyataan Anas tersebut lebih tepat jika dikategorikan sebagai janji. Bukan termasuk sumpah sebagaimana dimuat di media selama ini. Dimana arti sumpah sendiri adalah menguatkan atau mengokohkan suatu perkara dengan menyebut Allah atau salah satu sifat-Nya. Misalnya, Demi Allah!.

Sedangkan janji sendiri dalam al-qur’an disebutkan dengan menggunakan beberapa istilah yang berbeda-beda. Yaitu al-wa’du, al-‘ahdu, al-‘aqdu dan al-mitsaq. Keempat istilah tersebut memiliki perbedaan makna. Al-wa’du adalah bentuk ikatan janji yang dilakukan oleh seseorang dengan ucapan yang umum. Sedangkan al-‘ahdu adalah janji yang diikat dengan seseorang yang disertai dengan syarat. Al-mitsaq sama halnya dengan al-‘ahdu namun memiliki muatan lebih kuat dibanding al-ahdu. Adapun al-aqdu adalah sebuah ikatan yang harus diikat oleh dua pihak dengan sungguh-sungguh.

Memperhatikan perkataan Anas diatas, maka lebih mantap jika pernyataan tersebut tergolong pada janji kategori al-‘ahdu . Mengingat ucapan Anas yang mensyaratkan dirinya untuk digantung di Monas jika benar-benar terbukti kasus korupsi walaupun hanya satu rupiah.

Pada prinsipsnya, al-‘ahdu berimplikasi wajib untuk ditunaikan, sebagaimana ketetapan jumhur ulama berdasarkan QS. Al-Isra’ [17]:34. Namun demikian, tidak semua janji harus ditepati, sebab janji ada dua macam. Janji bisa berupa melakukan kebaikan (al-wa’du), bisa pula janji melakukan kejelekan (al-I’ad). Adapun janji Anas untuk gantung diri di Monas merupakan janji dalam bentuk kejelekan (al-I’ad), karena menggantung diri itu merupakan perbuatan dosa yang menyalahi tujuan pokok dari Islam (maqasid asyar’iyah).

Dengan demikian, janji Anas untuk menggantung diri di Monas jika terbukti korupsi merupakan janji “kosong” yang tidak memiliki implikasi hukum untuk ditunaikan. Janji yang khas politisi, janji kosong.

Mubahalah

Adapun pernyataan sumpah kutukan atau mubahalah yang dilontarkan oleh Anas dalam persidangannya termasuk pada kategori sumpah. Kata mubahalah menurut Dr. Muhammad At-Tunzi dalam Mu’jamul Mufashshol fi Tafsiri Goribil Qur’anil karim merupakan bentuk sumpah yang disertai laknat terhadap pihak yang berdusta diantara pihak yang bersengketa.(hal. 77).

Awal mula sumpah mubahalah tersebut terjadi pada masa Nabi Muhammad sebagaiamana diabadikan oelh Allah dalam al-Qur’an surah Ali Imron ayat 61. Sebab turunnya ayat tersebut bermula tatkala terjadi perdebatan antara Nabi Muhammad dengan kaum Nasrani dari Bani Najran akan status Nabi Isa yang dianggap sebagai Tuhan. Dalam tafsirnya, Ibnu Katsirberkata: “Di sini RosulullohShallallahu ‘alaihi wa sallammengajak utusan orang-orang Nasrani dari Najron setelah tegak hujjah atas mereka dalam perdebatan dan mereka tetap bersikeras (pada ke­batilannva), maka RosulullohShallallahu ‘alaihi wa sallammengajak mereka untuk mubahalah. Allohberfirman: —ayat di atas. Saat mereka mengetahui hal tersebut, maka seba­gian di antara mereka bicara pada sebagian lain­nya: ‘Demi Alloh, seandainya kalian bermubahalah dengan nabi ini tidak akan ada satu pun di antara kalian yang hidup. Maka saat itulah mereka akhir­nya mau menyerah dengan Cara membayar jizyah (semacam upeti) dalam keadaan hina. Maka Rosu­lullohmengutus kepada mereka seorang yang terpercava yaitu Abu Ubaidah bin al-Jarroh untuk mengurusi hal tersebut.“ (juz I /334).

Mengenai status hukum mubahalah sendiri, dijelaskan dalam Hasyiyah Al-Alamah Showi ala Tafsir Jalalain bahwa mubahalah bisa terjadi pada perkara yang besar (seperti halnya perkara yang berkaitan dengan aqidah) dan tidak disyariatkan lagi setelah era Nabi Muhammad, kecuali pada hukum lian dalam hubungan suami istri.

Dari penjelasan tentang mubahalah diatas, maka pernyataan Anas untuk mengadakan sumpah kutukan tidak jauh beda dengan pernyataan sebelumnya yang hanya sebagai retorika politik saja.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun