Mohon tunggu...
Ayung Notonegoro
Ayung Notonegoro Mohon Tunggu... Penulis - Founder Komunitas Pegon

Penelisik masa lalu untuk bekal masa depan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tragedi 1965: Lagu-lagu Banyuwangi

30 September 2014   14:43 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:57 1420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahun 1965 menjadi ttik kulminasi dari konflik horizontal yang diinisiasi oleh PKI dengan segala propagandanya. Konflik yang menelan ribuan jiwa itu terjadi hampir diseluruh persada tanah air, termasuk pula di Banyuwangi.

Kabupaten ujung timur pulau Jawa tersebut juga memiliki kisah yang cukup tragis akan peristiwa berdarah 1965. Setidaknya ada dua peristiwa yang tercatat dalam sejarah nasional akan tragei 1965, yaitu peristiwa peracunan 93 orang di Karangasem Gambiran dan pembantaian 63 orang di Cemetuk Cluring. Dimana ke 156 jiwa yang melayang tersebut tercatat sebagai anggota Banser.

Selain peristiwa tragis, Banyuwangi juga berkontibusi pada peristiwa tersebut lagu-lagu yang menjadi soundtrack selama konflik tersebut berlansung, bahkan terus dikenang hingga kini. Lagu Genjer-Genjer karya Muhammad Arif menjadi lagu ‘kebangsaan’ bagi aktivis PKI dan badan otonomnya. Begitupula lagu Sholawat Badar gubahan KH. Ali Mansyur menjadi lagu tanding warga Nahdlatul Ulama yang kala itu menjadi salah satu lawan tangguh yang bersebrangan dengan agenda kudeta PKI.

Muhammad Arif sendiri merupakan seniman asli Banyuwangi yang tinggal di kelurahan Temenggungan. Dia menciptakan lagu Genjer-Genjer pada tahun 1940-an tatkala asa kependudukan Jepang.Duapuluhan tahun sebelum lagu itu menasional. Dimana kala itu, keadaan sosial-ekonomi amat sulit, bahkan untuk sekedar mencari sesuap nasi. Dari kehidupan yang serba sulit itu, istri Muhammad Arif tersebut memanfaatkan genjer, sejenis gulma di sawah, sebagai masakan pelengkap nasi. Hal inilah yang menginspirasinya untuk menciptakan lagu Genjer-Genjer.

Awalnya lagu Genjer-Genjer tak lebh hanyalah lagu lokal yang dibawakan oleh Muhammad Arif beserta grup kesenian angklungnya yang keliling dari satu kampung ke kampung lain. Namun semenjak dinyanyikan ulang oleh Lilis Suryani dan Bing Slamet pada tahun 60-an dan diperdengarkan secara nasional, lagu Genjer-Genjer menjadi populer. Tak sekedar populer, lagu tersebut juga menjadi alat propaganda PKI sehingga begitu identik dengan partai komunis tersebut.

Begitu kuatnya kesan Genjer-Genjer sebagai bagian yang tak terpisahkan dari PKI membuat nasib lagu ini menjadi lagu yang “haram” untuk dinyanyikan pasca tragedi tersebut.  Dimana pada masa represi Orde Baru begitu kuat mengikis segala bentuk yang berkaitan dengan PKI, termasuk juga lagu-lagunya.

Pada perkembangan selanjutnya, baru pada era reformasi lagu Genjer-Genjer dinyanyikan dan diperdegarkan kembali oleh beberapa seniman. Bahkan, band Dengeu Fever dari Los Angles Amerika Serikat menyanyikannya lagi dengan menggunakan bahasa Khmer Kamboja. Tentunya, diperdegarkannya lagu tersebut kembali juga disertai keterangan-keterangan historis yang meluruskan lagu tersebut. Lagu yang diciptakan sebagai bentuk keprihatinan akan masa sulit dikala pendudukan Jepang.

Sholawat Badar

Selain lagu Genjer-Genjer, dari Banyuwangi pula berasal pula lagu yang berjudul Sholawat Badar. Sholawat tak ubahnya sebuah lagu. Sebagai bacaan yang diperuntukkan sebagai pujian kepada Nabi Muhammad juga seringkali diiringi dengan lantunan musik rebana sehingga bisa dikategorikan sebagai lagu.

Sholawat Badar disusun oleh KH. Ali Mansyur (1921-1971), yang kala itu menjadi ketua tanfidziyah PCNU Kabupaten Banyuwangi. Dalam salah satu versi diceritakan pada suatu malam Ali Mansyur bermimpi dengan orang-orang yang berpakaian putih dan hijau. Dan pada malam yang sama, si istri juga bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad. Lantas, keduanya sepakat untuk mengkonfirmasi mimpinya tersebut kepada Habib Hadi bin Abdullah Al-Hadar, salah seorang ulama kharismatik di Banyuwangi kala itu.

Dari penjelasan Habib Hadi, bahwa orang-orang dalam mimpi Ali Masyur adalah para sahabat Nabi Muhammad yan ikut berperang dalam perang Badar. Perang yang terjadi pada tahun kedua hijriyah antara 300-an umat muslim melawan hampir seribuan orang kafir.

Keesokan harinya, Ali Mansyur terinspirasi mimpinya untuk mengarang Sholawat Al-Badriyah atau lebih dikenal dengan Sholawat Badar. Selang beberapa hari, Ali Mansyur kedatangan serombongan habaib dari Jakarta dibawah pimpinan Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi (Habib Ali Kwitang Jakarta). Habib Ali bermaksud untuk mengundang Ali Mansyur membacakan sholawat yang baru saja dikarangnya di Jakarta. Akhirnya, bersama sang paman, KH. Ahmad Qusyairi, Ali Mansyur memenuhi undangan tersebut.

Peristiwa yang terjadi pada tahun 1963 itu lah menjadi titik awal Sholawat Badar menasional dan menjadi lagu tandingan yang dibawakan oleh aktivis Nahdlatul Ulama beserta seluruh adan otonomnya. Perlu diketahui, pada masa itu, persaingan PKI dan NU (yang kala itu juga menjadi partai politik), meliputi segala bidang, termasuk bidang keseniaan pula. PKI terkenal dengan Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra), sedangkan di NU muncul Lembaga Seniman Budayawan Muslim Indonesia (Lesbumi). Maka tidak heran lagu Genjer-Genjer dan Sholawat Badar seakan menjadi dua mata tombak yang saling menikam kala itu.

***

Persaingan Genjer-Genjer dan Sholawat Badar sebagai bentuk manifestasi persaingan PKI versus NU tidak perlu lagi dimunculkan pada konteks saat ini. Tulisan ini sekedar menggugah kenangan “manis” dari sekian besar kenangan buruk pada masa tahun 1960-an tersebut. Kenangan dimana lagu-lagu Banyuwangi menjadi lagu yang disegani dan diperhitungkan dikancah nasional.

Mengingat saat ini lagu-lagu Banyuwangi makin populer, baik bagi warga Banyuwangi sendiri maupun warga kabupaten sekitar, menjadi bekal yang menarik untuk kembali menjadikan karya-karya seniman Banyuwangi berkibar dikancah nasional. Tragedi 1965 sebagai peringatan kejayaan gubahan seniman Banyuwangi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun