Indonesia memiliki keterikatan yang sangat tinggi terhadap minyak bumi. Hal ini senada dengan pernyataan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia (2014) bahwa ketergantungan Indonesia terhadap energi fosil terutama minyak bumi dalam pemenuhan konsumsi di dalam negeri masih tinggi yaitu sebesar 96%, dengan proporsi minyak bumi 48%, gas 18% dan batubara 30%. Tingginya konsumsi energi fosil tersebut dipicu oleh subsidi pemerintah yang menjadikan harga energi ini menjadi murah sehingga masyarakat cenderung boros dalam penggunannya. Selain itu, pengembangan energi terbarukan yang belum digarap secara maksimal juga telah membuat masyarakat tidak memiliki pilihan lain selain minyak bumi untuk memenuhi kebutuhan energinya.
Penurunan cadangan minyak bumi yang terus terjadi selama ini telah membuat Indonesia harus mulai berpikir untuk meninggalkan sumber energi satu ini dan beralih pada sumber energi terbarukan. Indonesia dengan segala potensi alamnya, telah diyakini dapat menjadi pionir dalam pengembangan sumber energi terbarukan. Namun mirisnya, berdasarkan data yang diperoleh dari Kementerian Sumber Energi dan Mineral Republik Indonesia pada tahun 2012, diperoleh bahwa pemanfaatan sumber energi terbarukan atau Non Renewable Energy (NRE) Indonesia masih sangat rendah yakni sekitar 5% walaupun memiliki potensi untuk menghasilkan energi yang sangat besar.
Sumber energi terbarukan menawarkan teknologi bersih yang tidak merusak lingkungan, kesehatan dan iklim. Bank Dunia dalam Laporan Pembangunan Dunia 2010 menyebutkan negara berkembang seperti Indonesia secara tidak adil telah menanggung 75-80% kerugian akibat perubahan iklim. Meningkatnya korban jiwa akibat bencana alam, seperti: banjir, badai, tanah longsor, kekeringan dan kebakaran hutan, kemudian menurunnya pasokan air bersih, gagal panen yang menyebabkan kelaparan dimana-mana, meningkatnya penyakit pernapasan dan alergi akibat buruknya udara yang dipicu oleh kebakaran hutan yang semakin sering terjadi, serta meningkatnya angka kejadian penyakit lainnya sebagai akibat peningkatan suhu yang tinggi seperti penyakit gastrointestinal (pencernaan), fatigue (kelelahan), stroke dan bahkan kematian.
Sumber energi terbarukan dengan berlandaskan teknologi tepat guna yang selama ini masih menjadi perdebatan, kini telah mulai menemukan titik terang setelah melihat begitu besarnya kerugian dan kerusakan akibat penggunaan minyak bumi sebagai sumber energi di tanah air baik bagi lingkungan, kesehatan dan iklim.
Aplikasi sumber energi ini dapat berjalan dengan sukses jika semua pihak meliputi surveyor, ilmuwan, insinyur, akuntan, pelaku bisnis, advokat lingkungan serta pemerintah lokal/nasional dapat bekerja sama secara harmonis. Surveyor perlu melakukan pemetaan terhadap kondisi sosial dan geografis dari daerah yang akan dikembangkan sumber energi terbarukannya. Para ilmuwan dan insinyur bekerja sama dalam mengembangkan sumber energi potensial yang direkomendasikan oleh surveyor dan menerjemahkannya dalam suatu teknologi tepat guna, yakni suatu teknologi yang cocok untuk diaplikasikan di daerah tersebut. Pemerintah lokal/nasional memainkan peran dalam hal lisensi dan pendanaan. Para akuntan berperan dalam mengkonversi setiap langkah yang diambil dalam pengembangan teknologi ini dalam bentuk yang dipahami oleh masyarakat dan pembuat kebijakan, yakni “uang” dan memberikan rekomendasi apakah sumber energi terbarukan ini dengan segala keunggulan dan kekurangannya dapat berkompetisi terhadap sumber energi yang sudah ada.
Inilah proyeksi sumber energi Indonesia di masa depan. Kita hanya bisa berharap bahwa sumber energi terbarukan benar-benar dapat digarap secara serius dan maksimal di tanah air, melalui koordinasi yang harmonis antara pemerintah, masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H