Mohon tunggu...
ayu mutmainnah
ayu mutmainnah Mohon Tunggu... Lainnya - seorang hamba Tuhan yang gak suka berdoa, tapi sukanya dikabulin.

lebih suka nonton anime daripada drakor, sebab sesuatu yang romantis itu bikin miris.

Selanjutnya

Tutup

Seni

Ketika Seni dan Perempuan Bersabung dengan Asumsi Hukum Islam, Bisa Apa?

9 Oktober 2022   11:28 Diperbarui: 9 Oktober 2022   11:35 504
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lomba peringatan hari kemerdekaan di pondok pesantren. (Dokpri)

Bakat terbentuk dari gelombang kesunyian, watak terbentuk dari riak kehidupan. _Johann Wolfgang von Goethe_

Banyak orang berasumsi bahwasanya, seorang santriwati merupakan sosok perempuan yang mengenakan hijab syar'i, pandai membaca Quran dan sebagainya. yang tak seperti itu kemungkinan akan dipertanyakan kesantriannya. (terlalu naif)

Semisal acara lomba Agustusan yang lalu. di pondok putri mengadakan beberapa lomba, yang mana lomba tersebut mungkin dalam kacamata orang awam tergolong bid'ah. contoh, lomba tari dan musikalisasi puisi. 

Gerakan tubuh yang luwes serta paduan musik gitar, kenong, drumb jarang ditemui di lingkup pesantren. yang ada hanyalah rebana, ya hanya itu. tapi untuk kali ini kita, penduduk asarama mengambil langkah beda dan maybe tergolong ekstrem. 

Jika ada yangmenghujat tak masalah, tetap kita jadikan motivasi untuk lebih baik lagi dan muhasabah diri. Dalam ihwal bermusik, kami menilik jejaknya Sunan Kalijaga. Sebab senada dengan tokoh saat ini, yakni Emha Ainun Nadjib (Cak Nun) dan Habib Lutfi bin Yahya. beliau termasuk tokoh yang suka melantukan sholawat, lagu-lagu dengan ragam iringan musik.  

Dengan demikian patut diketahui, berusaha menjadi santriwati yang diharapkan bu nyai bukanlah perkara mudah. nanti, setelah boyong harus pandai membaur, harus menjadi paku ditengah masyarakat. Sesuai dengan dawuh almaghfurlah Kh. Mukhtar Syafa'at Abdul Ghafur, "dadio santri sing khoirunnas anfauhum linnas." ya, menjadi apapun kelak, yang terpenting adalah sandarannya tetap Allah.

 bagaimana asumsi kalian terkait ini?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun