Woo G-De (Workshop Bagi Guru Garis Depan) Solusi Untuk Menguatkan Pembelajaran di Daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal)
Oleh  : Ayu Muna Mufidah (Mahasiswa Universitas PGRI Semarang)
Email :ayumufidah436@gmail.com (Hp. 085742281188)
Pendahuluan
Di era sekarang pendidikan merupakan hal yang sangat penting. Suatu bangsa akan maju jika mutu pendidikan baik. Sesuai UU Nomor 32 Tahun 2004 dan PP 25 Tahun 2005, maka semua warga Negara Indonesia berhak mendapatkan pendidikan tanpa terkecuali, baik yang kaya maupun yang miskin dan masyarakat perkotaan maupun pedesaan (terpencil). Namun, pada kenyataan di daerah-daerah tertentu pendidikan masih belum merata dan perlu perhatian pemerintah. Hal ini terjadi terutama pada masyarakat di daerah Terdepan, Terluar, Tertinggal, atau bisa disebut dengan daerah 3T.
Daerah 3T merupakan daerah yang terletak di bagian Indonesia yang belum berkembang. Salah satu daerah tersebut adalah Kabupaten Pulau Morotai Maluku Utara dimana terdapat kendala dalam akses menuju ke sekolah karena harus melewati hutan belantara, menyeberangi  danau dan tidak ada kendaraan yang memfasilitasi. Kemudian  letak geografis yang tidak strategis sehingga membuat siswa malas untuk berangkat ke sekolah dan datang terlambat karena posisi sekolah yang jauh dari pemukiman warga. Selain itu tidak ada buku pegangan siswa atau buku penunjang kegiatan pembelajaran. Lemahnya pembelajaran disebabkan oleh sarana prasarana yang kurang memadahi, seperti kurangnya ruang kelas untuk kegiatan pembelajaran. Hal ini ditujukkan dengan satu ruang kelas terdiri dari dua kelas, sehingga menyebabkan pembelajaran kurang efekif.
Kurangnya pengetahuan tenaga pengajar mengakibatkan lemahnya SDM (Sumber Daya Manusia) di  daerah 3T. Sampai akhir 2010, dari 695 orang tetap yang ada, sebanyak  233 orang atau 33,53 % hanya berpendidikan SLTA, dan hanya 19,57 % yang berderajat pendidikan Sarjana (S1). Sedangkan porsi guru dengan kualifikasi pendidikan D1, D2 dan D3 masing-masing sebesar 2,59%, 41,44% dan 2,88 %. Kualitas guru yang masih rendah ini tercermin pula pada besarnya angka persentase guru yang belum disertifikasi, sebanyak 672 orang atau 96,69 % dari total guru di daerah 3T akibatnya kemampuan mengajar rendah. Rendahnya kemampuan mengajar tersebut dapat mempengaruhi proses pembelajaran karena kualitas SDM siswa tersebut tidak sesuai dengan yang diharapkan. (Sumber : BAPPEDA Pulau Morotai)
Bagaimana Solusi Untuk Mengatasi Masalah di daerah 3T ?
Dari masalah yang terjadi di daerah 3T khususnya di Kabupaten  Pulau Morotai maka dapat diatasi dengan cara penyelenggaraan workshop bagi guru dan tenaga kependidikan yang mengajar di daerah 3T. Dengan diadakan workshop sebagai pengembangan SDM guru dan tenaga kependidikan di daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal). Tujuannya yaitu memberikan kesempatan kepada guru dan tenaga kependidikan untuk mengembangkan dan mengekspresikan  diri sesuai  dengan kebutuhan, bakat dan minat setiap individu sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan di sekkolah khususnya di daerat 3T. Di samping itu, juga bertujuan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, akan jaminan kesamaan, sosial, pengakuan dan penghargaan, kesempatan mengembangkan diri.
Workshop merupakan salah satu bentuk kegiatan yang dirancang untuk meningkatkan keahlian, pengetahuan, pengalaman, ataupun perubahan sikap seseorang. Melalui pendidikan dan pelatihan ini dapat membentuk pribadi guru dan tenaga kependidikan yang sesuai kode etik, membantu memperbaiki kinerja, memutakhirkan keahlian sejalan dengan perkembangan teknologi dan membantu memecahkan permasalahan operasional. Di sisi lain workshop dapat dijadikan sebagai sarana untuk mengupdate ilmu pengetahuan bagi guru dan tenaga kependidikan di daerah 3T supaya bisa mengikuti perkembangan IPTEK. Â Akan tetapi di daerah 3T masih banyak guru dan tenaga kependidikan yang belum memperoleh pendidikan dan pelatihan. Padahal workshop ini sangat penting bagi guru yang seharusnya memiliki kompetensi tertentu.
Seorang guru harus memiliki empat kompetensi, diantaranya: (1)kompetensi pedagogik, (2)kompetensi kepribadian, (3)kompetensi sosial, (4)kompetensi professional (Undang Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, pada pasal 10 ayat 1). Guru dikatakan memiliki kompetensi pedagogik jika guru mampu mengembangkan potensi yang dimiliki siswa, menguasai prinsip-prinsip dasar pembelajaran berbasis kompetensi, mengembangkan kurikulum yang mendorong keterlibatan siswa dalam pembelajaran, merancang pembelajaran yang mendidik, melaksanakan pembelajaran yang mendidik, menilai proses dan hasil pembelajaran yang mengacu pada tujuan utuh pendidikan.Â
Selanjutnya guru berkompetensi dalam kepribadian yaitu guru selalu menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa serta berakhlak mulia yang menjadi teladan bagi sisswa. Â Sedangkan guru dikatakan memiliki kompetensi sosial yaitu mampu berkomunikasi secara efektif dengan orang tua siswa, sesama guru dan masyarakat sebagai stakholders dari layanan ahlinya. Kemudian duru mampu berkontribusi terhadap perkembangan pendidikan di sekolah, masyarakat, tingkat lokal, regional dan nasional juga merupakan kualifiikasi guru berkompetensi sosial. Kompetensi yang harus dimiliki guru berikutnya yaitu kompetensi guru professional. Seorang guru professional jika mampu menguasai materi pembelajaran secara luas dan mendalam. Dari keempat kompetensi guru tersebut merupakan kunci keberhasilan menjadi guru di dalam menjalankan tugas profesionalnya sehingga mampu mencetak anak bangsa yang berkualitas.
Lebih lanjut semua kompetensi guru tersebut dapat diwujudkan  dalam kegiatan workshop yang disusun melalui progam kerja. Workshop ini akan dilaksanakan setiap tiga bulan sekali yang diikuti oleh semua guru di daerah 3T khusunya di Kabupaten Pulau Morotai. Sedangkan tempat pelaksanaan workshop di aula atau pendopo Kabupaten Pulau Morotai. Narasumber  workshop adalah pakar pendidikan sesuai bidang ilmu yang telah diseleksi oleh pemerintah, sehingga dalam pelaksanaan workshop audien tidak merasa jenuh.Â