Mohon tunggu...
Ayu Meiranda
Ayu Meiranda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar / Mahasiswa

Saya adalah Mahasiswa Magister Pertahanan yang tertarik di bidang Jurnalis, Hukum dan Pertahanan, saya ahli di bidang Mediasi dan Resolusi Konflik sehingga menciptakan Perdamaian.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Media Sosial dalam Cermin Bali: Refleksi tentang Era Digital

20 Agustus 2024   17:36 Diperbarui: 20 Agustus 2024   17:40 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di lanskap Bali yang tenang, di mana gema tradisi kuno berpadu dengan dengungan teknologi modern, sebuah paradoks menarik terungkap: penggunaan media sosial yang begitu bersemangat. Saat saya berjalan-jalan di jalanan Ubud yang semarak, mengamati penduduk lokal dan turis yang asyik dengan ponsel mereka, saya mau tidak mau merenungkan daya tarik dunia digital ini. Mengapa kita, sebagai komunitas global, begitu tertarik untuk membagikan kehidupan kita secara online?Studi terbaru menunjukkan bahwa lebih dari 4,89 miliar orang di seluruh dunia adalah pengguna media sosial aktif, mewakili 61,7% dari populasi global. Angka ini saja menggarisbawahi betapa luasnya penggunaan media sosial dalam kehidupan kita, melampaui batas geografis dan perbedaan budaya. Namun, motivasi di balik fenomena ini sama beragamnya dengan para penggunanya sendiri.

Dari perspektif psikologis, platform media sosial memenuhi kebutuhan naluriah manusia kita akan koneksi, validasi, dan ekspresi diri. Sebuah studi yang diterbitkan dalam Journal of Personality and Social Psychology menemukan bahwa menerima suka di media sosial mengaktifkan pusat penghargaan yang sama di otak kita seperti menerima pujian dalam kehidupan nyata. Lonjakan dopamin ini memperkuat keinginan kita untuk berbagi dan terlibat secara online.

Norma dan tren budaya juga memainkan peran penting. Di Bali, misalnya, tradisi hidup komunal dan bercerita menemukan ekspresi baru di ranah digital. Platform media sosial menjadi ruang berkumpul virtual di mana individu dapat berbagi pengalaman, terhubung dengan orang lain, dan membangun komunitas. Hal ini terlihat jelas dalam komunitas Instagram Bali yang semarak, yang menawarkan permadani kaya akan penceritaan visual dan pertukaran budaya.

Kemudahan berbagi yang difasilitasi oleh ponsel pintar dan aplikasi yang ramah pengguna semakin memicu aktivitas online kita. Dalam hitungan detik, kita dapat mengabadikan dan menyiarkan kehidupan kita ke seluruh dunia, menciptakan rasa keterhubungan dan keintiman. Sebuah laporan oleh We Are Social and Hootsuite mengungkapkan bahwa rata-rata orang menghabiskan hampir 2,5 jam sehari di media sosial, menyoroti sejauh mana platform ini telah tertanam dalam rutinitas harian kita.

Namun, saat kita membenamkan diri di dunia digital, penting untuk tetap memperhatikan potensi jebakannya. Penggunaan media sosial yang berlebihan telah dikaitkan dengan berbagai dampak negatif, termasuk kecemasan, depresi, dan isolasi sosial. Selain itu, sifat konten online yang dikurasi dapat menciptakan harapan yang tidak realistis dan menumbuhkan perasaan tidak mampu.

Di Bali, di mana keseimbangan antara tradisi dan modernitas adalah tarian yang rumit, dampak media sosial terhadap budaya lokal menjadi bahan perdebatan yang terus berlangsung. Sementara beberapa orang berpendapat bahwa hal itu mengikis nilai-nilai tradisional dan menumbuhkan individualisme, yang lain percaya bahwa hal itu menyediakan platform untuk pelestarian budaya dan penjangkauan global.

Saat saya melanjutkan perjalanan saya melalui Bali, mengamati interaksi antara teknologi dan tradisi, saya diingatkan bahwa media sosial, seperti alat lainnya, adalah pedang bermata dua. Itu dapat menghubungkan kita, memberdayakan kita, dan memperkaya hidup kita, tetapi juga dapat mengalihkan perhatian kita, mengisolasi kita, dan mendistorsi persepsi kita tentang kenyataan. Kuncinya terletak pada penggunaan secara sadar dan sengaja, memanfaatkan potensinya untuk kebaikan sekaligus mengurangi dampak negatifnya.

Pada akhirnya, kisah media sosial adalah cerminan dari kisah manusia kita sendiri. Ini adalah bukti keinginan kita untuk terhubung, kebutuhan kita akan validasi, dan dorongan bawaan kita untuk berbagi pengalaman dengan dunia. Saat kita menavigasi era digital ini, marilah kita berusaha untuk menemukan keseimbangan antara dunia maya dan dunia nyata, merangkul peluang untuk terhubung dan berekspresi sambil tetap membumi di dunia nyata di sekitar kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun