PENINGKATAN OBESITAS DI INDONESIA PERLU DI WASPADAI!!
Hampir dalam waktu sepekan di indonesia banyak kabar di sosial media yang meliput bahwa remaja obesitas yang meninggal dunia. Tidak hanya terjadi di satu daerah kecil saja melainkan banyak juga terjadi di daerah yang terbesar seperti jakarta yang sebagian besar sudah dilengkapi dengan teknologi canggih. Hal ini menandakan kasus obesitas sudah menjadi kasus kritis yang perlu di waspadai dan perhatikan. Wakil menteri kesehatan RI (dr Dante Saksoni Harbuwono) menuturkan bahwasanya kasus obesitas di indonesia sesuai data riskesdas meningkat dari tahun ketahun, peningkatan tercatat 15,3 persen pada tahun 2023 sehingga mengalami peningkatan sebesar 21,8 persen dari tahun 2018.Masalah gizi lebih seperti obesitas banyak terjadi di kalangan umur remaja 15-19 tahun. Menurut World Health Organization (WHO)masalah obesitas merupakan masalah global dan sudah dinyatakan sebagai epidemi (Mutia et al., 2022). Selain seringnya mengkonsumsi karbohidrat yang berlebihan faktor yang mempercepat pertumbuhan yakni komposisi tubuh, tingkat aktivitas fisik, berat badan yang tidak terkontrol,dan pertumbuhan massa tulang (Amrynia & Prameswari, 2022). Secara signifikan kejadian obesitas terjadi ketika pengeluaraan energi  dalam jangka waktu yang lama sehingga tidak balance dengan asupan energi yang tersimpan di dalam tubuh. Kementrian kesehatan RI,2018 menuturkan bahwa di indonesia prevalensi usia 18 tahun keatas yang mengalami overweight sebesar 13,5% sedangkan yang mengalami obesitas (IMT ≥ 25) sebesar 28,7%.
Meningkatnya konsumsi makanan cepat saji (fast food) menjadi salah satu penyebab terjadinya obesitas pada remaja, selain itu menurunnya aktivitas fisik yang dilakukan sehari-hari juga menjadi penyebab terjadinya obesitas. Ditambah faktor lain yang bersifat multifaktorial yakni seperti faktor keturunan,pengaruh media sosial,faktor mental,umur,jenis kelamin dan juga status sosial ekonomi. Diantara kontribusi multifaktorial tersebut menjadikan berubahnya energi yang tidak seimbang dan menyebabkan obesitas. Faktor pendukung lain yang mencetuskan obesitas yakni berkembangnya teknologi yang canggih dan faktor budaya lingkungan yang terjadi menjadi salah satu penyebab pola makan yang berubah sehingga masyarakat menjadi lebih sering mengkonsumsi fast food yang  tinggi akan kalori,lemak dan kadar garam (Wulandari dkk, 2016) (Sugiatmi dan Handayani, 2018).
Dari berbagai faktor pencetus obesitas beresiko menimbulkan berbagai masalah dalam tubuh seperti penyakit sendi yang terjadi pada ekstermitas bawah yaitu vara tibia bilateral (tungkai melengkung) yang menimbulkan nyeri dan mobilitas terganggu. Selain itu akibat dari penimbunan lemak pada tubuh yang tidak terkontrol menjadikan susahnya tubuh untuk melakukan aktivitas seperti olahraga sehingga memperburuk organ tubuh. Pada penderita obesitas organ paru-paru juga terganggu dan menyebabkan sulit bernapas saat tidur, mendengkur dan akibat obstruktif lemak yang berlebihan di leher mengakibatkan tersedak.
Selain faktor kesehatan organ, kesehatan psikologis penderita obesitas juga terganggu karena mereka mengalami aktivitas yang pasif dan juga depresif karena teman sebaya nya tidak melibatkan mereka di berbagai kegiatan karena faktor berat badan,tidak modis, merasa rendah diri, dan melihat faktor fisik sehingga berfikir untuk susah mendapatkan pasangan hidup. Akhirnya hal ini berdampak pada masa selanjutnya yakni pola pikir yang belum matang dan mempunyai keinginan yang kuat untuk mengimitasi lingkungan yang akan berdampak pada kualitas hidup si penderita.
Maka dari itu untuk mengurangi dampak obesitas yang terjadi dimasyarakat pencegahan yang tepat perlu dilakukan oleh pemerintah dan perlu dilakukan edukasi khususnya kepada masyarakat awam agar menambah wawasan dan informasi, pada program Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) dan Gerakan Nusantara Tekan Angka Obesitas (Gentas) menekankan pada perubahan perilaku dan pola hidup seperti berolahraga fisik sehari-hari atau melakukan program diet sehat dengan asupan kalori yang terbatas (Kementerian Kesehatan RI, 2017).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H