Mohon tunggu...
Ayu Lisnawati
Ayu Lisnawati Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Psikologi Universitas Islam Bandung 2011

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Gangguan Hipokondria

31 Desember 2013   08:16 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:19 6220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

“Apakah anda sering merasa ketakutan menderita suatu penyakit serius? Atau setelah membaca suatu majalah tentang suatu penyakit anda sering merasakan bahwa anda menderita penyakit tersebut? Nah, kedua hal tersebut merupakan beberapa gejala dari hipokondria. Lantas apakah hipokondria itu? Mari kita cari tahu apa jawabannya ..”

Gambaran Klinis Hypochondria

Hypochondria adalah suatu gangguan somatoform dimana individu terpreokupasi ketakutan mengalami suatu penyakit serius yang menetap terlepas dari kepastian medis yang menyatakan sebaliknya. Individu yang di diagnosis menderita hipokondria akan disibukkan dengan rasa takut yang luar biasa, dimana dirinya merasa memiliki penyakit serius yang mendasarinya. Padahal tidak ada dasar organik yang bertanggung jawab sepenuhnya atas keluhan mereka yang membenarkan bahwa mereka memiliki penyakit serius. Namun ketakutan memiliki penyakit serius tersebut akan bertahan di pikiran mereka, meskipun tidak ada kepastian medis yang menemukan bukti dari keluhan yang mereka rasakan. Ketakutan ini dapat mengganggu kegiatan yang biasanya individu tersebut lakukan sehari-hari. Penderita hipokondria juga, tidak secara sadar berpura-pura akan simptom fisiknya. Mereka umumnya mengalami ketidaknyamanan fisik, sering kali melibatkan sistem pencernaan atau campuran antara rasa nyeri dan sakit. Tidak seperti gangguan konversi atau gangguan somatisasi, hipokondria tidak melibatkan disfungsi tubuh ekstrim atau gejala medis. Sebaliknya, orang dengan hipokondria salah menginterpretasikan atau melebih-lebihkan reaksi tubuh yang biasa, sehingga orang yang mengembangkan hipokondria sangat peduli, bahkan benar-benar terlalu peduli, pada simptom dan hal-hal yang mungkin mewakili apa yang ia takutkan. Meski prevalensi hipokondria masih belum diketahui, gangguan ini tampak sama umumnya diantara pria maupun wanita.

Gangguan hipokondria umumnya muncul pada masa dewasa awal, dan cenderung memiliki perjalanan yang kronis. Biasanya Paling sering bermula antara usia 20 dan 30 tahun, meski dapat muncul di usia berapapun.Penderita hipokondria akan menjadi sangat sensitif terhadap perubahan ringan dalam sensasi fisik, seperti denyut jantung yang tidak teratur, berkeringat, batuk yang tidak sering, setitik rasa sakit, sakit perut, sebagai keyakinan mereka. Padahal kecemasan akan simptom fisik dapat menimbulkan sensasi fisik tersendiri-misalnya, keringat berlebihan dan pusing, bahkan pingsan, mereka juga melihat kemungkinan untuk dapat mengobati penyakitnya sangat rendah dan melihat diri mereka lemah dan tidak dapat mentoleransi upaya fisik. Halini cenderung menciptakan lingkaran setan (vicious cycle). Selain itu, Penderita hipokondria akan menjadi marah saat dokter mengatakan bahwa ketakutan mereka sendirilah yang menyebabkan simptom-simptom fisik tersebut. Mereka sering “belanja dokter” dengan harapan bahwa seorang dokter yang kompeten dan simpatik akan memperhatikan mereka sebelum terlambat.

Ciri-Ciri Diagnostik Hipokondria :

1. Orang tersebut terpaku pada ketakutan mengalamipenyakit serius atau memiliki keyakinan bahwa orang tersebut memiliki penyakit yang serius. Orang tersebut menafsirkansensasi tubuh atau tanda-tanda fisik sebagai bukti dari penyakit fisiknya.

2. Ketakutan terhadap suatu penyakit fisik, atau keyakinan memiliki suatu penyakit fisik yang tetap ada meski telah diyakinkan secara medis.

3. Keterpakuan tidak pada intensitas khayalan (orang tersebut mengenali kemungkinan bahwa ketakutan dan keyakinan ini terlalu dibesar-besarkan atau tidak mendasar) dan tidak terbatas pada kekhawatiran akan penampilan.

4. Keterpakuan menyebabkan distress emosional yang signifikan atau mengganggu satu atau lebih area fungsi yang penting, seperti fungsi sosial atau pekerjaan.

5. Gangguan telah bertahan selama 6 bulan atau lebih.

6. Keterpakuan tidak muncul secara eksklusif dalam konteks gangguan mental lainnya.

Faktor-Faktor Penyebab Gangguan

pengetahuan tentang faktor penyebab dalam gangguan somatoform, termasuk hipokondria, cukup minim dibandingkan dengan banyak gangguan lainnya. Namun ada dua faktor yang dapat menyebabkan seseorang menderita gangguan hipokondria diantaranya faktor biologis dan faktor psikososial.

a.Faktor biologis

Ditemukan adanya faktor genetik dalam transmisi gangguan somatisasi serta adanya penurunan metabolisme (hipometabolisme) suatu zat tertentu di lobus frontalis dan hemisfer nondominan. Selain itu diduga terdapat regulasi abnormal sistem sitokin yang mungkin menyebabkan beberapa gejala yang ditemukan pada gangguan somatisasi, yang bisa berkaitan dengan hipokondria. Selain itu, dapat pula diakibatkan oleh faktor kognitif, yaitu ketika tanda-tanda tubuh normal disalah tafsirkan sebagai tanda patologi organik yang serius. Sekarang ini banyak peneliti mengatakan bahwa kecemasan berhubungan dengan hipokondria. Proses perhatian selektif dalam kecemasan kesehatan mungkin mirip dengan yang ditemukan pada gangguan panik. Asumsi ini mungkin merupakan manifestasi dari pengalaman di masa lalu maupun yang sedang berlangsung. Sehinggaseperangkat asumsi disfungsional tentang gejala dan penyakit tersebut, dapat mempengaruhi seseorang untuk menderita hipokondria.

b.Faktor Psikososial

a.Memiliki penyakit yang serius selama masa kanak-kanak

b.Memiliki riwayat keluarga hypochondriac

c. Pernah mengalami stres berat yang menyebabkan trauma (misalnya, kematian orang tua atau teman dekat)

d. Mengalami kekerasan fisik, seksual, trauma pada masa anak-anak

e. Mungkin terkait dengan gangguan kejiwaan lain, seperti kecemasan atau gangguan obsesif-kompulsif. Dengan kata lain, hipokondriasis dapat mengembangkan dari suatu gangguan atau menjadi tanda dari salah satu gangguan lain

f. Perkuatan yang diperoleh dari lingkungan sosial. Misalnya, karena mendapatkan pengalaman yang menyenangkan waktu menderita sakit, selanjutnya seorang anak mulai mengeluh menderita macam-macam penyakit setiap kali menghadapi tantangan hidup.

g. Menyaksikan kekerasan di masa kanak-kanak

h. Rejected children

i. Orang-orang yang memiliki riwayat kekerasan fisik atau seksual lebih mungkin untuk mengalami gangguan Hipokondria. Namun, ini tidak berarti bahwa setiap orang dengan gangguan hipokondria memiliki riwayat penyalahgunaan.

Pandangan Teori

Teori kognitif dan perilaku (Cognitive and Behavioral Perspective)

Menurut perspektif Cognitive behavioralhipokondria dapat disebabkan oleh pengalaman masa lalu individu dengan suatu penyakit (baik diri mereka dan orang lain, dan seperti yang diamati dalam media massa) yang mengarah pada pengembangan dari seperangkat asumsi disfungsional tentang gejala dan penyakit, sehingga hal tersebut mempengaruhi seseorang untuk menderita hipokondria. (bouman, eifert, & lejuez, 1999 salkovskis& Bass, 1996 : salkovskis & warwick, 2001)

karenaasumsidisfungsional tersebut, individudengan hipokondriatampaknyamemusatkan perhatianberlebihanpada gejala, dengan buktieksperimentalterbaru menunjukkanbahwa orang-orangyangsebenarnya memilikiperhatian untukinformasi-penyakit yang berhubungan. Selain itu mereka juga merasakan gejala mereka sebagai penyakit yang lebih bahayadaripada yang sebenarnya dan menilai penyakit tertentu menjadi lebih mungkin atau lebih berbahaya daripada yang sebenarnya. Setelah mereka salah menafsirkan gejala tersebut, mereka cenderung mencari dan mengkonfirmasikan bukti, kemudianmeragukan bukti bahwa mereka berada dalam kesehatan yang baik (sehat), bahkan, mereka tampaknya percaya bahwa menjadi sehat berarti benar-benar bebas dari gejala penyakit. (rief, hiller & Margarf, 1998a).

Prevensi

a.Prevensi primer

Pemberian informasi kepada individu bahwa gejala yang dialami bukan merupakan gejala dari penyakit serius yang sangat penting. Memberikan pengetahuan atau bukti-bukti yang nyata kepada individu secara berkala mengenai gejala yang dialami merupakan hal yang normal dan individu tidak perlu merasa khawatir.

b.Prevensi Sekunder

Pendidikan mengenai hipokondria atau dikenal sebagai psychoeducation, merupakan jenis konseling yang dapat membantu individu dan keluarga untuk lebih memahami apa itu hipokondria, mengapa bisa mengalaminya dan bagaimana cara mengatasi ketakutan berkaitan dengan kesehatan tersebut.

c. Prevensi Tersier

Obat-obatan,Obat antidepresan tertentu dapat membantu dalam mengobati hipokondria.Contohnya termasuk serotonin reuptake inhibitor (SSRI) seperti fluoxetine (Prozac), fluvoxamine (Luvox) dan paroxetine (Paxil), dan antidepresan trisiklik seperti clomipramine (Anafranil) dan imipramine (Tofranil).Dokter mungkin meresepkan obat lain, terutama jika individu juga memiliki kondisi psikologis lain atau fisik.

Terapi

Secara umum, pendekatan kognitif-behavioral telah terbukti efektif untuk mengurangi berbagai masalah hipokondrial (a.l. Barch,2000;Fernadez, Rodriguez & Fernandez, 2001). Penelitian menunjukkan bahwa para pasien hipokondrial menunjukkan penyimpangan kognitif dengan menganggap masalah kesehatan yang muncul sebagai suatu ancaman (Smeets dkk.,2000). Terapi kognitif-behavioral dapat ditujukan untuk merestrukturisasi pemikiran pesimistik semacam itu. Selain itu, penanganan dapat mencakup beberapa strategi seperti mengarahkan perhatian selektif pasien ke simtom-simtom fisik dan tidak mendorong pasien mencari kepastian medis bahwa ia tidak sakit. (a.l.,Salkovskis & Warwick, 1986; Visser & Bouman, 1992; Warwick & Salkovskis, 2001). pengobatanyang relatifsingkat(6-16 sesi) ini, di percaya dapat menghasilkan perubahanbesar dalamgejalahipokondrial, sertatingkat kecemasandan depresi. Ada jugabeberapa bukti bahwa obat anti depresan tertentu (terutama SSRI) mungkin efektif dalam mengobati hipokondria.

Kasus

Contoh Kasus 1 :

Beth adalah seorang ibu berumur 48 tahun dan mempunyai dua anak, kedua anaknya baru-baru ini pindah jauh dari rumah. Dalam satu tahun terakhir, periode menstruasi Beth menjadi jauh lebih berat dan tidak teratur. Beth Mencari penjelasan , Beth mulai menghabiskan hari-harinya dengan membaca segala sesuatu yang dia bisa, menemukan pada kanker rahim . Meskipun buku kedokteran menentukan gangguan menstruasinya tersebut sebagai menopause. Satu artikel surat kabar menyebutkan kemungkinan kanker rahim. Dia segera membuat janji dengan dokter kandungannya, yang diuji dan disimpulkan bahwa gejala yang hampir pasti adalah karena menopause . Beth yakin bahwa dokter hanya berusaha untuk melindunginya dari "kebenaran mengerikan". Beth mengunjungi salah satu ginekolog satu demi satu, mencari seseorang yang akan benar mendiagnosa apa yang dia yakin adalah penyakit fatal atau serius. Dia memutuskan untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya, sebagai seorang pegawai departement store untuk dua alasan. Pertama, dia khawatir bahwa berdiri berjam-jampada cash register akan memperburuk kondisi medisnya. Kedua, dia merasa tidak bisa terikat dengan pekerjaan yang mengganggu perjanjian medisnya.

Contoh Kasus 2 :

Robert, ahli radiologi berusia 38 tahun, baru saja pulang dari kunjungan selama 10 hari di sebuah pusat diagnostik terkenal dimana ia menjalani pengujian ekstensif untuk seluruh system pencernaannya. Evaluasi membuktikan tanda negatif untuk penyakit fisik apapun, namun bukannya merasa lega, radiolog itu tampak marah dan kecewa dengan penemuan tersebut. Radiolog itu telah merasa terganggu selama beberapa bulan dengan berbagai simptom fisik, yang digambarkannya sebagai simptom-simptom yang berupa nyeri perut ringan, terasa “penuh”, “isi perut yang bergemuruh”, dan perasaan akan “isi perut yang keras”. Ia menjadi yakin bahwa simptom-simptom ini disebabkan oleh kanker usus besar dan ia menjadi terbiasa untuk menguji sampel darahnya setiap minggu dan secara hati-hati memeriksakan perutnya akan “massa” yang didapat didalamnya saat terlentang di tempat tidur setiap beberapa hari sekali. Ia juga secara diam-diam melakukan penelitian X-ray pada dirinya sendiri diluar jam kantor. Ada sejarah getaran jantung yang tidak normal yang dideteksi pada saat usia 13 tahun dan adik laki-lakinya meninggal karena penyakit jantung bawaan di awal masa kanak-kanak. Saat evaluasi, getaran jantungnya terbukti tidak berbahaya, ia malah mulai khawatir bahwa ada sesuatu yang lupa diperiksa. Ia mengembangkan ketakutan tersebut benar-benar dapat dikesampingkan, hal itu tidak pernah benar-benar hilang. Sewaktu di sekolah kedokteran ia khawatir akan penyakit-penyakit yang ia pelajari di kelas patologi. Sejak lulus, ia sering kali memperhatikan kesehatannya dan memiliki pola khas: menyadari keberadaan symptom tertentu, menjadi terfokus pada kemungkinan arti dari simptomp tersebut, dan menjalani evaluasi fisik yang terbukti negatif. Keputusannya untuk mencari konsultasi psikiatrik diawalai oleh kejadian dengan anak laki-lakinya yang berusia 9 tahun. Anaknya secara tidak sengaja berjalan didekatnya saat ia memeriksa perutnya dan bertanya, “sekarang apalagi menurutmu, Ayah?” ia menangis saat bercerita tentang kejadian itu, menggambarkan sebagian besar perasaan malu dan marah terhadap dirinya sendiri.

Daftar Pustaka :

Nevid, J.S; Rathus, S.A; Greene, B.A. (2000) . Abnormal Psychology In A Changing World (4th edition). New Jersey : Prentice Hall.

Davidson, C Gerald, Neale, John M, Kring, Ann M (2006) Psikologi Abnormal Edisi ke-9, Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada.

Halgin, R. P., Susan Krauss Whitbourne.(2010). Abnormal Psychology: Clinical Perspectives on Psychological Disorders, New York : McGraw-Hill.

James N.Butcher, Susan Mineka & JILL M.Hooley.(2008). Abnormal Psychology, Core Concepts. Pearson Education USA.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun