Â
Kerajaan Blambangan merupakan sebuah kerajaan Hindu terakhir di Pulau Jawa yang memiliki sejarah yang kaya namun sering kali terabaikan dalam narasi sejarah Indonesia. Berlokasi di ujung timur Pulau Jawa, wilayah ini memiliki peranan penting dalam mempertahankan kebudayaan Hindu di tengah gelombang Islamisasi dan kolonialisme. Meskipun kini Blambangan lebih dikenal sebagai Banyuwangi, jejak sejarahnya yang kaya masih bisa ditemukan melalui berbagai peninggalan budaya dan tradisi yang tetap lestari hingga sekarang.
Blambangan didirikan pada abad ke-14 dan mencapai puncak kejayaannya pada abad ke-16. Kerajaan ini terkenal dengan ketangguhannya dalam menghadapi berbagai ancaman, baik dari kerajaan-kerajaan Islam di sekitarnya maupun dari penjajah asing seperti Portugis dan Belanda. Keberanian dan semangat juang masyarakat Blambangan dalam mempertahankan identitas dan wilayah mereka menjadi salah satu faktor utama yang membuat kerajaan ini mampu bertahan lebih lama dibandingkan kerajaan-kerajaan Hindu lainnya di Jawa. Meskipun sering terlibat dalam konflik, Blambangan selalu berhasil bangkit dan mempertahankan eksistensinya.
Salah satu tokoh penting dalam sejarah Blambangan adalah Prabu Tawangalun II, yang memimpin kerajaan ini pada pertengahan abad ke-17. Di bawah kepemimpinannya, Blambangan mengalami masa kejayaan yang ditandai dengan kemajuan dalam bidang ekonomi dan kebudayaan. Prabu Tawangalun II berhasil memperkuat pertahanan kerajaan dan menjalin hubungan dagang yang kuat dengan berbagai wilayah di Nusantara. Selain itu, beliau juga dikenal sebagai pelindung seni dan budaya Hindu, yang memberikan dampak besar terhadap perkembangan kebudayaan Blambangan. Berbagai karya seni, sastra, dan arsitektur Hindu berkembang pesat pada masa pemerintahannya.
Namun, kejayaan Blambangan tidak berlangsung lama. Pada akhir abad ke-18, kerajaan ini mulai mengalami penurunan akibat tekanan dari kolonial Belanda dan kerajaan-kerajaan Islam di sekitarnya. Blambangan menjadi salah satu medan pertempuran sengit dalam Perang Jawa (1825-1830), di mana Belanda berusaha menguasai seluruh Pulau Jawa. Setelah melalui berbagai pertempuran yang melelahkan, akhirnya Blambangan jatuh ke tangan Belanda pada tahun 1767, menandai berakhirnya keberadaan kerajaan Hindu terakhir di Jawa. Penaklukan ini tidak hanya mengakhiri era kerajaan Hindu di Jawa, tetapi juga mengubah struktur sosial dan politik di wilayah tersebut secara signifikan.
Meskipun kerajaan Blambangan telah runtuh, warisannya masih terasa hingga kini. Salah satu peninggalan yang masih dapat ditemukan adalah tradisi budaya Osing, yang merupakan keturunan langsung dari masyarakat Blambangan. Suku Osing, yang mendiami wilayah Banyuwangi, masih mempertahankan banyak aspek budaya dan adat istiadat Hindu yang diwariskan dari nenek moyang mereka. Upacara-upacara adat, tarian, dan musik tradisional Osing menjadi bukti hidup dari warisan budaya Blambangan yang masih lestari. Masyarakat Osing terus melestarikan tradisi ini melalui berbagai festival dan acara budaya yang rutin diselenggarakan.
Selain itu, peninggalan arkeologis seperti candi-candi dan situs-situs purbakala di sekitar Banyuwangi juga menjadi saksi bisu kejayaan Blambangan di masa lalu. Candi Macan Putih dan situs Umpak Songo adalah beberapa contoh peninggalan bersejarah yang masih dapat ditemukan. Pemerintah daerah dan masyarakat setempat terus berupaya untuk melestarikan dan mempromosikan warisan budaya ini agar tidak terlupakan oleh generasi mendatang. Upaya ini melibatkan restorasi situs-situs bersejarah, penggalian arkeologis, dan penelitian ilmiah untuk mengungkap lebih banyak fakta tentang Blambangan.
Pentingnya mengenang dan mempelajari sejarah Blambangan bukan hanya sekadar untuk menghargai warisan leluhur, tetapi juga sebagai inspirasi bagi masyarakat Indonesia dalam mempertahankan identitas budaya di tengah arus globalisasi. Blambangan mengajarkan kita tentang ketangguhan, keberanian, dan semangat juang yang tidak mudah pudar meskipun menghadapi berbagai tantangan. Kisah perlawanan Blambangan melawan berbagai ancaman eksternal juga mencerminkan semangat nasionalisme dan patriotisme yang patut dicontoh oleh generasi masa kini.
Selain itu, warisan budaya Blambangan memiliki potensi besar dalam mendukung pariwisata dan ekonomi lokal. Banyuwangi, yang dahulu merupakan pusat Kerajaan Blambangan, kini berkembang menjadi destinasi wisata yang populer. Festival budaya, kuliner khas, dan keindahan alam Banyuwangi menarik perhatian wisatawan dari dalam dan luar negeri. Dengan mengangkat kembali kisah sejarah Blambangan, Banyuwangi dapat meningkatkan daya tarik wisatanya dan memperkenalkan warisan budaya yang kaya kepada dunia.
Pelestarian sejarah Blambangan dapat mendorong penelitian akademis dan pendidikan sejarah yang lebih mendalam. Institusi pendidikan dan penelitian dapat menjadikan Blambangan sebagai objek studi untuk memahami lebih dalam tentang dinamika sosial, politik, dan budaya di Jawa pada masa lalu. Dengan demikian, pengetahuan tentang Blambangan dapat diperkaya dan disebarluaskan melalui berbagai media, baik dalam bentuk buku, film dokumenter, maupun pameran sejarah. Dengan menggali lebih dalam sejarah dan warisan Kerajaan Blambangan, kita dapat memahami betapa kaya dan beragamnya budaya Indonesia. Kisah Blambangan yang terabaikan ini layak mendapatkan perhatian lebih, sebagai bagian dari mozaik sejarah bangsa yang perlu dilestarikan dan diapresiasi oleh generasi sekarang dan mendatang. Melalui upaya bersama, kita dapat menjaga agar warisan Blambangan tetap hidup dan memberikan inspirasi bagi perjalanan bangsa Indonesia ke depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H