Mohon tunggu...
Ayu Kusumaningrum
Ayu Kusumaningrum Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Oversensitive | Artbitch | Anticaffeine | Catlover | Freakwriter | Sketcholic | Musicaddict | Indierespect

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Surat untuk Jodoh

23 Agustus 2012   22:53 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:24 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1345761841749566860

[caption id="attachment_194749" align="aligncenter" width="300" caption="Separated | Ayu Kusumaningrum"][/caption] Halo Jodohku, apa kabarmu? Maaf aku baru sempat mengirimu surat hari ini. Bukan karena aku tak lagi punya waktu untukmu. Sesempit apa pun waktu yang kau rasa untukmu, percayalah engkau tak pernah pergi dari benakku. Entah mengapa. Maka sekarang, biar aku menuliskannya di sini. Duhai Jodohku, aku ingin memberi tahumu sesuatu. Aku memiliki kehidupan yang rumit. Jalan pikiranku sulit. Membicarakan masa lalu dan masa sekarangku mungkin akan membuat dahimu berkernyit. Namun ketahuilah sesuatu, aku akan menyertakanmu di setiap rencana masa depanku. Ketika aku menyatakan ketakutanku, percayalah bahwa aku sedang meyakinkan diriku sendiri bahwa aku memang yang terbaik untukmu. Aku akan terus memperbaiki diri, agar aku menjadi baik. Agar orang baik ini pantas disandingkan denganmu. Saat itu, tetap bantulah aku, tetap yakinkan aku bahwa memang engkaulah yang satu. Duhai Jodohku, ketika aku menyerahkan diriku padamu, dan kau menyerahkan dirimu padaku, berjanjilah untuk saling menemani di setiap mimpi. Sebelum kau melamarku, kau tahu pasti bagaimana aku. Jangan larang aku untuk bekerja berkarya. Kau akan menjadi orang yang paling tahu sebesar apa mimpi-mimpiku menghidupkanku. Hiduplah dengan semuaku. Karena engkau adalah bagian dari itu. Karena engkau adalah bahan bakarku menuju semua mimpiku. Kau pun akan kulepaskan beterbangan meraih mimpimu. Dan aku akan menjadi padang rumput hujau yang luas dan ramah ketika kau akan mendarat untuk beristirahat di bumi. Dukunganku akan menjadi napasmu. Dukunganmu akan menjadi nyawaku. Maukah begitu? Duhai Jodohku, bagaimana kalau aku ingin memiliki tiga orang anak darimu? Kau tahu, hanya memiliki satu saudara masih terlalu sepi untuk meramaikan hidup. Tiga sepertinya cukup. Dan, bagaimana jika anak pertama kita nanti tidak usah lahir dari rahimku? Bukan aku enggan menggunakannya, tapi, apa kau pernah merasa iba melihat bayi-bayi merah yang dibuang di jalanan? Hey, jangan cemberut begitu. Ini hanya pikiranku saja. Kita bisa obrolkan lagi di malam-malam kita nanti. Dan satu lagi, bagaimana kalau kita tidak usah ikut campur untuk setiap keputusan yang akan mereka buat? Baik yang besar, maupun keputusan yang kecil. Kita yan gmenginginkan mereka hadir, sudah cukuplah ego kita dihentikan sampai situ. Biar mereka yang mencari jalan sendiri untuk gagal, untuk sukses, untuk hidup. Kau tidak mau kan, hidupmu dikekang? Bagaimana? Hey, jangan cemberut lagi, sini aku peluk. Duhai Jodohku, ketika kau mengambil aku dari ibuku, pintalah aku dengan rendah hati. Buatlah ibuku mempercayaimu untuk menitipkanku padamu. Jika kau melihat ia menangis, yakinkanlah ia bahwa kau memang lelaki tepat yang aku inginkan untuk menghabiskan hidupku di dunia. Jika kau melihat aku menangis saat itu, kecuplah keningku dan berdoalah di atas ubun-ubunku. Saat itu aku akan berjanji pada diriku untuk selalu menjagamu semampu umurku. Halo Jodohku, dimana pun engkau. Ketika kau memintaku untuk seumur hidup menemanimu, saat itu aku akan membuatmu menjadi pusat gravitasiku. Ketika kau memintaku untuk menemanimu seumur hidup menemanimu, ketika itu kau tahu bahwa aku akan menjadi satu-satunya wanita yang tidak akan pernah menyerah padamu. Seumur hidupku. Untuk Jodohku, dimana pun engkau. Aku sedang dalam perjalanan menemukanmu. Mari saling menunggu, mari salin gmencari. Mari berjanji untuk tetap saling.

***

Bandung, 22 Agustus 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun