Mohon tunggu...
Ayu Kusumaningrum
Ayu Kusumaningrum Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Oversensitive | Artbitch | Anticaffeine | Catlover | Freakwriter | Sketcholic | Musicaddict | Indierespect

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dua Telinga

8 Maret 2012   20:45 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:20 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Ntar malem ada gigs Homogenic di ITB. Yuks!”

“Nggak bisa. Udah ada janji sama orang...” (seharusnya saya bilang, “Gue mau lo temenin. Ada  lagu mereka yang buat gue itu lo-banget. Gue mau dengerin sama lo. Atau setelahnya aja kita ketemu?”)

***

Laper, kan? Cari makan yuk. Gue ada di gerlong ini...”

“Ujan gini. Mending lo aja yang kirimin makanan ke sini...” (kalau saya bilang, “Temenin gue makan, plis. Gue butuh temen makan elo biar semangat,” pasti besoknya saya tidak usah gejala tipes segala gegara kelamaan bengong di bawah gerimis waktu demam)

***

“Mocca manggung di Ciwalk malem ini. Wanna come?”

“Wow. Yuk.”

Then...

“Udah berangkat?”

“Lupa kalo hari ini ada Indonesia-Filipina. Nggak dateng kayaknya...” (buat yang ini, the reason is really accepted! :))

***

“Bisa keluar nggak malem ini. Mau ngobrol.”

“Lain kali aja yah. Gue capek.” (seharusnya saya bilang, “Gue parno dengan twit lo akhir-akhir ini. Kalau iya orang itu gue, dan lo mau jauhin, lo kasih tau gue biar gue bisa siap-siap. Gue takut.” Bukannya malah ngabur sendirian puter-puter Pulau Jawa)

***

... (seharusnya saya tidak menahan diri untuk menawarkan diri ketika kamu sesumbar di twitter mengenai mencari teman jalan atau makan atau sedang kelaparan atau butuh bantuan)

***

“Jumat depan ada acara? Ngedate yuk. Jalan, makan...”

“Mending cari tajil gratisan di mesjid-mesjid...” (I should have told you that I worried you, like, a lot. I wanna see all of yours. Are you okay, Sweetheart?”)

***

“Sembilan Matahari bikin event keren di gedung sate. Yuk!”

“Wow. Kapan?”

“Ntar malem.”

Long time answer...

“Gue nggak akan dateng. Udah ada janji sama orang.” (seharusnya saya bilang, “I wanna see something great with you tonight before I go. Coz you and this city will be the great deal to be missed soon. I wanna cheering you up with your paper too!”)

***

“Gue nunggu lo di depan minimarket inih...”

“Kejauhan dari tempat gue...” (seharusnya redaksi saya itu menjadi,”Gue mau terbang besok. Gue tau lo pasti nggak akan mau gue ajak ngedate. Nih ada boneka buat lo. Err, yakali lo ntar kangen gue. Lo bisa bejek-bejek itu benda. Err, gue juga mau minta maaf. Nyusahin lo terus selama ini. Yakali pesawat gue jatoh di laut. Gue nggak mau mati nyesel dengan belum minta maaf ke elo. Lo yang sehat, ya. Gue bakal kangen sama lo, Bodoh!”)

***

“Nggak bisa tidur...”

“Itung gue di udara, pasti ampuh!” (seharusnya saya berbicara kepada cermin karena malam itu dan seterusnya saya semakin tidak bisa tidur menanti saat-saat  sidangmu)

***

“Jadi, IPK lo berapa?”

“Tiga tiga dua...” (seharusnya dari malam sebelumnya saya teriak-teriak histeris, ”Akhirnya ketemu lo juga! AAAK!”, dan bukannya kabur-kaburan gegara jiper melihat satelitmu itu mengorbit di sekelilingmu)

***

“Akhirnya...”

“Sujud lo, sama gue...” (seharusnya di hari wisuda itu, saya menghambur ke pelukanmu dan memboyongmu menemui mama)

***

“Sarapan bareng, yuk...”

“Gue sibuk.” (seharusnya saya bilang,”Gue mau denger cerita-cerita lo. Dari mulai setahun yang lalu. Gue butuh ngeliat lo senyum sebelum gue ngejar mimpi gue ke sana. Gue butuh lo buat gue sendiri. Bukan siapa-siapa. Ini gue bawain jimat buat lo. Biar lo nggak diguna-guna orang. Gue dikasih sepasang sama nenek-nenek misterius di Wakatobi kemaren.”)

***

Untuk rasa seperti ini, sebenarnya kamu tidak usah merancang drama. Hidup saya sudah penuh drama. Kalau boleh, kamu katakan saja maumu apa. Karena ketika kamu mau saya berjalan satu langkah, saya akan berlari seribu langkah. Saya sudah tidak punya tenaga untuk membaca tanda. Saya takut. Kalau kamu juga, saya mau menemani. Mau sekali. Tapi mungkin, bukan lagi telinga saya yang kamu butuhkan. Atau mungkin, suaramu terlalu kecil sehingga saya tidak dengar. Atau mungkin, kamu memang tidak bersuara. Jadi semua hanya imajinasi saya saja.

Kalau begitu, cepat cari telinga lain. Saya tahu kamu kuat, tapi fitrahnya manusia adalah untuk butuh telinga lain untuk didengar. Kalau ceritamu itu semacam muntahan, yang kamu butuhkan pasti wastafel kaca yang ada di dalam kamar mandi kering dengan utilitas serba canggih. Semoga kamu cepat dapat.

Tapi bila kamu ingin menggunakan fitur sederhana, saya masih ada. Menunggu untuk kamu pakai. Iya, saya sudah malu untuk menawarkan diri lagi.

... *sigh*

I know. I’m not good at this stuff. Saya selalu tolol berhadapan dengan hal-hal semacam ini. Lima tahun lalu itu, saya memang seharusnya mengambil ilmu komunikasi di UNPAD saja, bukan malah jurusan arsitek yang (menurut saya) tidak jelas begini.

Atau saya mulai daftar tahun ini saja, ya?

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun