Masyarakat Hindu erat kaitannya dengan beragam tradisi seperi berbagai upacara yang dilaksanakan untuk menyambut hari raya maupun tradisi yang dilakukan seperti keseharian. Di Bali, suatu upacara keagamaan dapat digolongkan menjadi lima golongan situasi yang digolongkan berdasarkan untuk siapa upacara tersebut dituju yang disebut dengan panca yadnya. Panca Yadnya merupakan lima korban suci yang tulus ikhlas yang ditujukan kepada Sang Hyang Widhi Wasa.
Bagian-bagian dari panca yadnya yaitu rsi yadnya, dewa yadnya, pitra yadnya, manusa yadnya, dan bhuta yadnya. Kelima bentuk yadnya tersebut tentunya memiliki banten dan bentuk upacara yang berbeda-beda. Yadnya dilakukan dalam bentuk tulus ikhlas tanpa pamrih dengan beberapa syarat yaitu tidak boleh dalam keadaan terpaksa, berdasarkan cinta kasih, dan berdasarkan kemampuan ekonomi yang kita miliki. Artinya, tidak ada paksaan bagaimana seharusnya seseorang melakukan yadnya karena sebenarnya yadnya ada bukan untuk menjadi beban pikiran masyarakat hindu, melainkan sebagai bentuk terima kasih  dan pemujaan kita kepada Sang Hyang Widhi.
Pada era modern, tentunya dibantu dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang semakin maju, perwujudan panca yadnya dalam masyrakat juga masih melekat. Yadnya tetap dilakukan di lingkungan masing-masing dengan aturan pelaksanaan yadnya yang sesuai. Perubahan-perubahan kecil yang mendasar pada era modern ini adalah mengenai banten yang semakin hari semakin berkurang. Walaupun tidak semua masyrakat hindu mengurangi penggunaan banten, tetapi Sebagian juga ada yang memilih untuk meminimalisir penggunaan banten dalam pelaksanaan yadnya. Terkadang, di suatu tradisi tertentu, banten yang digunakan juga berubah dalam artian ada banten yang ditambah, diganti, maupun dikurangi.
Banten terdiri dari Tiga Unsur yaitu :
- Mataya adalah Bahan Banten yang berasal dari yang Tumbuh atau Tumbuh -- tumbuhan seperti Daun, Bunga dan Buah
- Maharya adalah Bahan Banten yang Berasal dari yang lahir di wakili oleh Binatang seperti Babi, Kambing, Kerbau, Sapid an lain Lain.
- Mantiga adalah Bahan Banten yang berasal dari binatang yang lahir dari Telur itu sendiri, seperti Ayam, Itik, Angsa, Telur Ayam, Telur Itik dan Telur Angsa.
Untuk menilik lebih lanjut mengenai banten, misalnya Pada Rsi Yadnya terdapat upacara mediksa yaitu proses inisiasi untuk dapat menerima sinar suci ilmu pengetahuan yang berfungsi untuk melenyapkan kegelapan atau kebodohan dalam pikiran agar mampu mencapai kesempurnaan. Pada upacara ini, tentunya banten yang digunakan akan berbeda dengan banten pada upacara panca yadnya lainnya.
Pada Dewa Yadnya, contohnya adalah melakukan persembahyangan sehari-hari, persembahyangan tilem & purnama, dan melaksanakan galungan & kuningan. Pada Upacara Dewa yadnya, setiap upacaranya akan memiliki banten yang berbeda-beda. Misalnya adalah pada persembahyangan sehari-hari, maka banten yang kita gunakan adalah canang berisi saiban, lalu jajan banten.
Pada hari purnama & tilem, banten akan lebih kompleks yaitu saiban di area bawah akan diganti menjadi canang dan segehan. Pada hari raya galungan dan kuningan, banten yang digunakan akan jauh lebih kompleks lagi. Tergantung kepercayaan masyarakat yang menjalani upacara tersebut, maka banten juga akan berbeda tetapi memiliki makna yang sama.
Pada pitra yadnya, misalnya adalah pada upacara kematian. Prosesi dan banten akan lebih banyak mengingat prosesnya yang cukup lama. Prosesnya terdiri dari ngulapin, mamukur, ngaben (palebon). Terkadang, upacara ngaben akan menelan biaya yang begitu banyak sehingga lebih banyak keluarga yang mengikuti prosesi ngaben masal untuk menghemat biaya. Bantennya akan jauh lebih kompleks dan cenderung tidak berubah dari waktu ke waktu.