Perang memang membuat semua pihak mengalami kehancuran. Tidak ada yang bisa diambil dari sebuah kondisi perang. Tidak ada keuntungan. Kalaupun ada, mungkin tidak terlihat dan harus melalui banyak hal. Lafarge Holcim, sebuah perusahaan penyedia semen terbesar di dunia menyadari hal tersebut. Mereka, telah terbukti membuat persekutuan bisnis di sebuah wilayah konflik paling panas satu decade ini, yaitu Suriah.
Lafarge Holcim, merupakan perusahaan gabungan hasil merger dari perusahaan semen Lafarge dan perusahaan semen Holcim. Menjelma menjadi sebuah perusahaan produsen semen raksasa, Lafarge Holcim melakukan ekspansi bisnis, tak terkecuali Indonesia. Sayangnya, maneuver Lafarge Holcim di Suriah, mengalami kegagalan.
Lafarge Holcim terbukti melakukan aliansi dengen beberapa militan ISIS untuk mengamankan operasional dan keadaan pabrik mereka di Suriah. Membayar sejumlah uang yang masih belum diketahui jumlahnya, perusahaan tersebut berhasil bertahan di Suriah hampir 2 tahun lamanya.
Dakwaan ini diketahui setelah pihak Lafarge Holcim melakukan investigasi internal mengenai isu yang dihembuskan oleh salah satu kandidat presiden Prancis, Jean-Luc Mélenchon, kandidat sayap kiri dalam pemilihan presiden Prancis, menyerang perusahaan tersebut dan "semen terkutuknya" dalam sebuah debat televisi pada tanggal 4 April 2017 lalu.
Dugaan dari sang kandidat presiden berakhir dengan efek domino dengan munculnya artikel di salah satu media massa asal Prancis, Le Monde yang menyatakan bahwa Holcim mungkin saja melakukan pendanaan tanpa disadari. Hal yang mungkin saja terjadi ketika suasana perang dimana banyak pihak memiliki kepentingan.
Namun investigasi internal membuktikan lain. Lafarge Holcim, terbukti melakukan sejumlah praktik negosiasi dan pembiayaan secara sengaja dengan militan ISIS. Seorang petugas keamanan Norwegia di pabrik tersebut selama dua tahun sampai 2013 terbukti telah melakukan sejumlah kunjungan “persahabatan” kepada para militan ISIS di Suriah dan bersepakat untuk beberapa hal yang masih belum dibeberkan apa saja.
Namun kejatuhan Lafarge Holcim belum selesai. Kini, mereka juga sedang disorot karena secara sengaja mendukung program tembok Meksiko yang digagas oleh Donald Trump. Hal ini menjadi pelik karena secara langsung Lafarge Holcim memberikan kesan bahwa mereka adalah perusahaan yang sangat pandai mendapatkan keuntungan dari kondisi yang tidak menguntungkan bagi sebagian pihak.
Bagaimana dengan Holcim di Indonesia?
Jika melihat kasus di Suriah, sudah semestinya pemerintah dalam hal ini Kementrian Perindustrian mengawasi tindak tanduk dari Holcim di Indonesia. Dengan kondisi Indonesia yang sangat rapuh dalam beberapa waktu belakangan ini, bukan tidak mungkin Holcim memanfaatkan keresahan masyarakat menjadi bagian dari keuntungan bisnisnya atau mungkin saja, mendekati pihak-pihak yang meresahkan masyarakat agar bisa menjaga bisnisnya di Indonesia yang sedang sibuk membangun ini.
Tabik
Source: