Alhamdulillah....atas takdir Allah untuk merampungkan ikhtiar mewujudkan salah satu Resolusi 1437 H harus kulalui tertanggal 10-11 Februari 2016. Yup, menjadi segelintir orang yang terpilih melalui rangkaian acara dua hari dan otomatis mengharuskan saya untuk memutar otak mensiasati hal tersebut. Aha! Tercetuslah satu nama yang saya akin dapat membatu. Benar adanya, dia adalah seorang sahabat yang sudah seperti ‘mama’ dalam arti perhatian, over protektif, tempat curhat dan lain sebagainya, tanpa menunggu lama mama membalas kutunggu di Rawa Buaya ya...
Kumulailah rangkaian perjalanan dua hari tersebut. Menyelesaikan amalan yaumiyyan, preparasi berkas, mengecek kelengkapan, mengepak bekal perjalanan dan meninggalkan kamar dalam keadaan super rapi kurampungkan hingga jam berkepala doraemonku berdetang delapan kali. Perjalanan sesi pertama rute Babakan Raya-Dramaga menuju stasiun Bogor yang memang terkenal kemacetannya menyaingi Jakarta dengan dua jenis angkot yaitu Kampus Dalam (Rute BaRa-Terminal Laladon, tarif 3000 rupiah) dan 03 (Rute Terminal Laladon-Stasiun Bogor, tarif 4000 rupiah) menghabiskan waktu 1 jam 30 menit. Sesi kedua pemberangkatan KRL rute Stasiun Bogor menuju Stasiun Pondok Ranji dengan transit satu kali di Stasiun Tanah Abang menghabiskan waktu 2 jam kurang 15 menit, tarif 6000 rupiah. Sesi ketiga lanjut dengan berjalan kaki ± 100 meter menuju angkot 09 yang akan mengantarkanku ke lokasi verifikasi. Yup! Student Center (SC)nya Sekolah Tinggi Administrasi Negara (STAN) Bintaro-Tangerang Selatan.
Turun dari angkot bertemu dengan seorang teman seperjalanan yang seru yang kuyakini hasil doa dari My Lovely Mom yang pertanyaan pertamanya selalu “Innai musolangang Nak?” dan selalu berakhir “Berkahi dan lindungi perjalanan anakku Ya Allah”. Teman perjalanan yang saat pertama berkenalan kami sama-sama berucap “Ayu” dan segera kutambahkan dipanggil Aisy dari Ayu Ismail dan ia pun menimpali “Yufita Listiana dipanggil Ayu”. Dan kamipun tersenyum.
Tujuan pertama kami Masjid yang ternyata hanya berjarak 100 meter dari SC STAN. SC yang terletak di belakang membuat kami puas berkeliling STAN dipandu dua orang mahasiswi yang kami cegat saat tak kunjung menemukan gedung itu. Lepas menunaikan Shalat Dhuhur kami menuju SC dan berada dalam antrian hingga nama kami dipanggil untuk melakukan verifikasi. Pukul 14.47 aku telah menyelesaikan verifikasi dan harus segera melanjutkan perjalanan sesi empat ke tempat mama. Shalat Ashar di Stasiun Pondok Ranji dan tiba di Stasiun Rawa Buaya pukul 16.49. Karena ada satu alasan yang bisa kuterima, mama baru bisa menjemput bada maghrib lanjut dinner @WarungKita JakBar dan segera ke kos mama pas depan Gedung Bank DKI. Shalat Isya plus tilawah plus sesi curhat-curhatan, kami langsung terkapar menuju alam kapuk.
Hari kedua grasak-grusuk kami mulai pukul 04.13. Meninggalkan kos mama pukul 05.48 dan tiba di Stasiun Rawa Buaya 05.59 dan KRL menuju Manggarai akan tiba pukul 06.25. Perjalanan dari Stasiun Rawa Buaya menuju Stasiun Pondok Ranji yang transit dulu di stasiun yang paling kuhindari karena kepadatannya, Stasiun Tanah Abang, menghabiskan waktu 55 menit dengan tarif 3000 rupiah. Setibanya disana derap langkahku disambut awan yang menggelap dan segera berganti rinai hujan yang kian menderas. Kulafalkan doa kala hujan yang paling ampuh “Allahumma Shayyiban nafi’aan”, karena bagiku hujan ini sebagai tanda begitu tumpah ruahnya karunia dan rahmat Allah dalam kehidupan ini. Hanya berbekal kupluk jaket unguku derap langkah menembus genangan segera kutunaikan. Tiba di gerbang STAN tepat pukul 07.35 kembali dipertemukan dengan seorang gadis berpayung biru tua berambut sebahu yang seketika menawarkan berpayung bersama. Terima kasih Ya Allah...selalu mengirimkan orang-orang baik di sekelilingku. Taraaa... registrasi tepat pukul 07.49 dan langsung dipanggil interview pukul 08.00.
Bismllahirrahmanirrahim.... Allahumma laa sahlaa illa ja’altahu sahla... wa anta idza syi’ta ja’alta assho’ba sahla....Rabbishrahlii shadrii...wa yassirlii amrii wahlul’uqdatan min lisanii yafqahuu qaulii....
Wawancara selama 35 menit ditutup kalimat terakhir Bapak penginterview “Selamat menunggu sampai tanggal 10 ya” diiringi anggukan oleh dua orang ibu penginterview di sebelah kanan dan kirinya. “Terima Kasih, Pak...Ibu...”. Kutinggalkan ruangan itu dengan perasaan plong... telah tunai ikhtiar hari ini Ya Allah, lalu kurangkaikan dengan Shalat Dhuha yang selanjutnya kupasrahkan...kuserahkan...bertawakkal hanya KepadaMU Ya Allah... Bismillahi tawakkaltu ‘alallah.... Terngiang pesan Abi yang diwasiatkan pada Mama dan selalu Mama ucapkan pada kami “Apapun yang Allah takdirkan terjadi menimpa kita, itulah yang terbaik... Apapun itu...bahkan kematian sekalipun.
Perjalanan kulanjutkan menunaikan Resolusi 1437 H nomor 24 “Goes to Puncak Monas”. Rute KRL menuju monas dari Stasiun Pondok Ranji menuju Stasiun Juanda bertarif 2000 rupiah. Tiba di Stasiun Juanda waktu menunjukkan pukul 11.35. Belum masuk waktu Dhuhur jadi kuputuskan untuk langsung ke Monas. Di pintu keluar stasiun silahkan menaiki jembatan penyebrangan yang menghubungkan stasiun dengan Masjid Terbesar se-Asia Tenggara "Masjid Istiqlal”. Nah, menuju Monas silahkan berjalan kaki ± 500 meter. Tiba di Monas segera kuedarkan pandanganku ke puncak berlapis emas berbentuk kobaran api yang pelambang semangat itu. Sambil berucap “I’m Coming”.
Kusebut ini sebagai wisata edukatif. Perjalanan mencapai puncak monumen setinggi 150 meter dan diresmikan pada tahun 1971 ini, kita akan disuguhi 4 sesi perjalanan sejarah. Pertama kita akan memasuki Museum Sejarah Nasional berisi 5 sisi berisi belasan etalase di setiap sisi yang menggambarkan perjalanan panjang dan penuh heroisme memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan bangsa ini. Kedua kita akan menaiki lantai kedua menuju ruang Museum Kemerdekaan yang berisi 4 sisi dari tiang pusat menuju puncak Monas, 4 sisi tiang tersebut berisi Peta Negara Kesatuan Republik Indonesia terbuat dari emas, Teks Proklamasi bertinta emas, Burung Garuda ukuran raksasa nan megah serta Gapura berlapis emas bercorak ukuran dari seluruh provinsi dan gapura tersebut dapat membuka dan memperlihatkan sebuah etalase teks proklamasi tulisan tangan sang proklamator yang telah diperbesar sebanyak 3 kali lipat. Ketiga kita berada di kawasan sepoi-sepoi berlatar gedung-gedung pencakar langit yang mengelilingi Monas, yup! Tempat ini disebut pelataran Cawan. Keempat adalah puncak Monas....wuahhhhh....buatku ini tempat cocok banget tuk merenungkan apapun...memuhasabahi diri atas segala hal yang berlalu dan akan segera dilalui...memandang segalanya dari perspektif yang lebih luas...lebih lapang...lebih tenang...
Oia, kunjungan ke monas dibuka secara umum setiap hari Selasa-Minggu mulai pukul 08.00-15.00. memasuki area menuju Puncak Monas diawali dengan memasuki terowongan. Tarif hingga ke puncak terbagi menjadi tiga kategori 5000 (anak-anak), 8000 (pelajar/mahasiswa) dan 15.000 (umum).
Itulah kisah perjalananku dalam dua hari. Perjalanan yang sangat pas datangnya...Perjalanan disaat aku ingin segera melapangkan dada yang terasa sesak...Perjalanan memaknai arti sebuah tanggung jawab akan sesuatu yang telah kuputuskan...Perjalanan menguatkan keyakinan...selama ada ALLAH di hatimu...kamu tidak akan pernah sendiri... Selama hanya Allah sebagai sandaran dan tempat mengadu maka tak ada lagi sedih itu...