Mohon tunggu...
ahrstyn
ahrstyn Mohon Tunggu... Administrasi - Ayuharis

happy wife ~ happy mom

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kami Bisa Berbagi, Bagaimana Dengan Kalian?

14 Mei 2014   23:49 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:31 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berawal dari charity event yang diadakan oleh beberapa orang dari rekan sedepartemen ditempat kerjaku, tercetuslah sebuah program “NICE (Nurul Iman Course Education)”. Sebuah kegiatan dimana beberapa karyawan kantor yang notebene tidak meimiliki skill mengajar,  mencoba berbagi ilmu pengetahuan dengan sekelompok anak di sebuah yayasan kecil, Nurul Iman.

Nurul Iman adalah sebuah yayasan yang didirikan oleh Ibu Hajisejak berpuluh-puluh tahun yang lalu. Anak didik dari yayasan ini sudah mencapai ratusan orang terhitung dari belasan tahun silam, mulai dari anak yang duduk di sekolah dasar hingga yang sudah duduk di bangku sekolah menengah atas.Yayasan yang berlokasi di Mampang Prapatan IX, ini tidak memiliki lokasi yang besar yang bisa menampung banyak orang. Hanya rumah dua lantai lah yang digunakan untuk semua kegiatan yang diadakan oleh yayasan ini. Tujuan didirikannnya yayasan ini awalnya untuk memberikan beasiswa kepada anak-anak yang berasal dari keluarga kurang mampu yang ada di sekitar lokasi serta mengadakan kegiatan mengaji yang rutin diadakan tiap hari, kegiatan mengaji ini diisi oleh Ibu Haji sendiri, serta dibantu oleh beberapa pengurus Nurul Iman. Namun sejak bertemu dengan kami, pihak dari Nurul Iman meminta untuk agar kami bisa meluangkan waktu untuk mengajari anak didik di Nurul Iman dengan ilmu lain selain mengaji, dengan alasan background pendidikan kami yang dirasa mampu untuk memberikan ilmu tambahan kepada para anak didik. Awalnya kami sempat canggung dengan tawaran dari pengurus Nurul Iman ini, sebab tidak ada satupun dari kami yang memiliki background sebagai tenaga pengajar, background kami hanya seorang engineer yang notabene keseharian kami adalah bekerja di depan komputer, bukan di depan orang banyak.

Akhirnya kami terima tawaran tersebut, mengingat banyak keuntungan yang bisa kami peroleh melalui program mengajar ini, dan dari sinilah NICE terbentuk. Sesuai dengan kesepakatan, akhirnya ditentukan waktu mengajar NICE adalah setiap hari Minggu pukul 8 pagi hingga pukul 12 siang. Dan mata pelajaran yang kami ajarkan adalah Matematika dan Bahasa Inggris, sesuai dengan permintaan para anak didik yang merasa lemah dalam mata pelajaran tersebut. Kami mengajar murid mulai dari kelas 1 SD hingga kelas 1 SMP, dengan total murid kurang lebih 30 orang.

Awalnya tim pengajar kami hanya terdiri dari 5 orang saja ditambah pengurus dari Nurul Iman sebanyak 2 orang. Jujur saja kami merasakan kewalahan dan merasa canggung di depan mereka. Kami bukan guru yang terbiasa mengajari anak-anak kecil hal ini dan itu. Kami berusaha sebisa mungkin untuk bisa lebih dekat dengan anak-anak didik kami, dan  bisa lebih memahami mereka. Kami juga berusaha sebisa mungkin mengalihkan perhatian mereka dari kebosanan mereka untuk tetap fokus kepada kami. Kami juga berusaha sebisa mungkin untuk meredam emosi kami, ketika mereka mulai membuat keributan. Lama kelamaan kami terbiasa dengan tingkah anak-anak ini, kami mulai memahami siapa si pembuat keributan, si pemalu, si pintar dan si si yang lain. Kami mulai menyadari dan paham, seorang anak akan lebih mengingat bagaimana cara kita mengajar daripada apa yang kita ajarkan. Dari situlah, kami juga berinisiatif memberikan hadiah-hadiah kecil kepada mereka ketika mereka bisa menjawab pertanyaan yang kami berikan, atau saat mereka menadapat juara di kelas.

Seiring waktu berjalan hambatan yang kami rasakan dari anak-anak didik mulai berkurang, justru hambatan muncul dari kami tim pengajar. Awalnya banyak sekali rekan sekantor kami yang tertarik dengan program kami ini, dan bergabung bersama kami. Namun satu-persatu semangat dari tim pengajar mulai luntur, keistiqomahan para tim pengajar diuji. Sebagian tetap istiqomah untuk menjadi berbagi ilmu bersama anak-anak didik. Dan sebagian lain mundur dengan alasan yang berbeda-beda. Saat itu, kami para tim pengajar yang tersisa mulai khawatir apakah NICE tetap akan dilanjutkan atau dibubarkan. Kami bimbang, dalam hati kami takut apakah dengan jumlah tim pengajar yang terbatas, kami akan tetap sanggup berbagi ilmu bersama anak-anak didik kami yang jumlahnya semakin bertambah dari hari ke hari. Namun di sisi lain kami tidak ingin kehilangan kesempatan langka untuk mendapatkan amal baik di tengah jaman yang semakin memburuk ini. Kami juga tidak ingin membuat anak didik kami kehilangan semangat belajarnya hanya karena masalah sepel seperti ini. Kami juga tidak ingin kehilangan kesempatan untuk bisa turut memperbaiki kualitas generasi penerus bangsa yang saat ini mulai merosot.

Akhirnya dengan jumlah tim yang terbatas, kami membulatkan tekad untuk tetap melanjutkan program ini mengingat banyak sekali manfaat yang bisa kami peroleh selama menjadi tim pengajar di program ini. Dengan tetap melanjutkan program ini kami berharap bisa turut mencerdaskan kehidupan anak bangsa, memperbaiki kualitas pendidikan anak bangsa sehingga generasi penerus bangsa ini tetap memiliki semangat belajar yang tinggi, memiliki prestasi yang membanggakan sehingga bisa membawa nama baik Indonesia. Kami tidak ingin melihat generasi muda menjadi pemalas, kami tidak ingin bangsa ini terjajah oleh bangsa lain akibat ketertinggalan. Beberapa tahun lagi kami ingin melihat anak negeri sendirilah yang mengelola dan menguasai sumber daya yang ada di Indonesia, bukan orang asing yang justru menguasai dan menjadikan anak bangsa menjadi “budak” di negeri sendiri. Mungkin tampak dari luar Indonesia adalah sebuah negara yang sudah merdeka, tapi apa kenyataanya, kita belum sepenuhnya merdeka, kita masih terjajah. Cukup miris rasanya jika melihat orang Indonesia sendiri yang menjadi budak dan orang asing yang menjadi majikan kita, sedangkan kita yang memiliki tanah dan air ini, bukan mereka para pendatang.

Semoga dengan langkah kecil yang kami lakukan ini, akan membawa perubahan yang berarti bagi bangsa Indonesia. Menjadi pengajar bukan hanya tugas seorang guru. Mengajar adalah tugas setiap orang, bukankah nantinya kita akan menjadi orang tua dan akan mengajari anak-anak kita? Mengapa kita tidak memulainya sejak sekarang? Jika kita bisa merubah bangsa kita sekarang untuk menjadi lebih maju mengapa kita harus menunggu beberapa tahun lagi untuk melakukan perubahan. “Perubahan tidak terjadi karena kita menunggu terjadinya perubahan, perubahan terjadi karena kita menjemput perubahan itu“.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun