Banjarbaru-02 Oktober 2021. Indonesia merupakan Negara dengan kekayaan alam yang luar biasa salah satunya adalah kelapa sawit yang konon katanya berasal dari benua Afrika dan dibawa oleh Belanda ke Indonesia, saat ini kelapa sawit telah berkembang menjadi bagian paling penting di dunia dan  merupakan salah satu penyumbang pendapatan terbesar bagi Indonesia melalui eksportir.
Dalam hal produksi minyak sawit, Indonesia menjadi Negara nomor satu dan telah mengalahkan Malaysia. Kelapa sawit merupakan jenis tumbuhan yang termasuk dalam genus Elaeis dan ordo Aracaceae. Tumbuhan ini digunakan dalam usaha pertanian komersial untuk memproduksi minyak sawit.
Kelapa sawit ini memiliki banyak kegunaan beberapa diantaranya yaitu sebagai bahan baku minyak goreng, bahan baku pembuatan bahan bakar ramah lingkungan, bahan baku berbagai makanan dan kosmetik, bahan baku zat seperti octyl palmitate dan palmytil alcohol, bahan baku industri baja dan masih banyak lagi. Kegunaannya yang sangat banyak dan beragam tentu saja membuat permintaan akan kelapa sawit menjadi besar tak hanya memenuhi kebutuhan di dalam negeri tapi juga dituntut untuk memenuhi kebutuhan luar negeri, banyak Negara yang melakukan importir kelapa sawit ke indonesia.
Tidak hanya kegunannya yang beragam membuat Negara lain melakukan eksportir kelapa sawit, namun keunggulan kelapa sawit juga menjadi alasan mengapa Negara lain melakukan importir dan mengapa indonesia melakukan ekportir kelapa sawit yang sangat besar. Salah satunya karena minyak sawit memiliki umur simpan yang panjang dan solid pada suhu kamar menjadikannya sebagai bahan yang ideal dalam berbagai jenis makanan dan bahan baku lainnya. Sedangkan kegiatan eksportir dilakukan indonesia karena kelapa sawit secara built-in memiliki konstribusi besar didalam berbagai aspek kehidupan misalnya ekonomi, sosial, lingkungan dan ekologis yang tidak dimiliki oleh sektor-sektor lain.
Dalam bidang ekonomi dan sosial budaya, kelapa sawit tidak hanya telah menjelma menjadi penyumbang paling penting devisa negara dari nilai ekspor yang terus meningkat, namun juga menjadi penggerak perkenomian wilayah, menyerap tenaga kerja dan mengentaskan kemiskinan terutama di pedesaan. Tidak hanya pelaku sawit yang diuntungkan namun juga pelaku non sawit yang menyediakan barang atau jasa kebutuhan disekitar perkebunan sawit. Dalam aspek ekologis menurut beberapa penelitian kelapa sawit dapat merestorasi degreded land, mengurangi emisi rumah kaca dan restorasi lahan gambut.
Kelapa sawit ini telah berkembang dari luas 300 ribu hektar di tahun 1980 menjadi 8,9 juta hektar di tahun 2020, berdasarkan data kementerian di tahun 2019 jumlah petani yang terlibat di perkebunan kelapa sawit sebanyak 2,67 juta orang dan jumlah tenaga kerja sebanyak 4,42 juta pekerja. Jumlah tersebut terdiri atas 4,0 juta atau 90,86% pekerja di perkebunan sawit besar swasta nasional, 321.000 atau 7,26% pekerja perkebunan sawit besar Negara dan 91.000 atau 2,07% pekerja pekebunan sawit besar swasta asing. Jumlah ini tentu saja akan terus meningkat untuk memenuhi kebutuhan pasar dunia akan kelapa sawit.
Berdasarkan data tersebut, sawit juga menjadi sumber penghidupan bagi 1,5 juta keluarga petani kecil. Secara ekonomi, sawit telah berperan sebagai kontributor ekonomi utama wilayah, setidaknya 31 kabupaten dan kota di Indonesia. Beberapa provinsi yang berhasil menyerap jumlah tenaga kerja yang cukup besar yaitu provinsi Jambi dengan hasil produksi 3.096.621 ton, provinsi Kalimantan Barat dengan hasil produksi 3.551.825 ton, provinsi Kalimantan Timur dengan hasil produksi 4.331.930 ton, Provinsi Sumatera Selatan dengan hasil produksi 4.365.004 ton, Provinsi Sumatera Utara dengan hasil produksi 6.601.399 ton, provinsi Kalimantan Tengah dengan hasil produksi 8.298.584 ton, provinsi Riau dengan hasil produksi 9.775.672 ton.
Persebaran yang begitu luas ditambah permintaan eksportir yang besar mengharuskan pemerintah menetapkan harga patokan ekspor, maka dari itu Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan pada 29 Juni 2021 telah menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 43 Tahun 2021 tentang Penetapan Harga Patokan Ekspor Atas Produk Pertanian dan Kehutanan yang dikenakan Bea Keluar, ketentuan ini berlaku sejak 1 Juli 2021. Dalam ketentuan tersebut harga referensi Crude Palm Oil (CPO) ditetapkan sebesar US$ 1.094,15/MT.
Harga referensi ini menjadi pedoman penentuan tarif Bea Keluar dan tarif Pungutan Ekspor komoditi Kelapa Sawit, CPO, dan produk turunannya periode 1 Juli sampai dengan 31 Juli 2021. Ketentuan ini mengatur pula daftar merek RBD Palm Olein dalam kemasan bermerek dengan berat netto ≤ 25 kg (dua puluh lima kilogram) dengan Pos Tarif ex 1511.90.36 yang meliputi merek dalam negeri dan merek luar negeri. Perkembangan harga produk crude palm oil (CPO) atau minyak kelapa sawit akan terus bergerak naik menuju ke arah positif di dukung oleh kebijakan lockdown Malaysia dan negara produsen minyak nabati lainnya. Hal ini menyebabkan pasar menjadi asimetris.
Berdasarkan data perkembangan ekspor menurut HS 6 digit periode 2016-2021 menunjukan ekspor terbesar yaitu Vegetable Oils; Palm Oil And Its Fractions, Other Than Crude, Whether Or Not Refined, But Not Chemically Modified. Hal ini membuktikan bahwa ekspor terbesar indonesia adalah kelapa sawit.
Diperkirakan pada tahun 2050 nanti dunia memerlukan tambahan 60-170 juta ton minyak nabati untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang semakin meningkat dan dengan pola konsumsi yang juga berubah.
Menghadapi demand yang besar ini, dunia punya pilihan akan memenuhinya dari minyak kedelai atau dari sawit. Jika ekspansi kebun kedelai yang dipilih, maka dunia perlu mengkonversi hutan seluas 120-340 juta ha. Namun, jika ekspansi kebun sawit yang dipilih, dunia hanya perlu mengkonversi sepersepuluhnya yakni 12-34 juta hektar, artinya kelapa sawit Indonesia memiliki peluang besar untuk lebih berkembang, sehingga skema usaha dan manajemen perkebunan yang berkelanjutan semakin penting dipeluas penerapannya. Implikasi dari hal ini dukungan politis dari pemerintah secara nyata sangat dibutuhkan. Sehingga dapat kita simpulkan bahwa kelapa sawit layaknya emas penunjang eksportir paling besar bagi Indonesia.
Ditulis Oleh : Ayu Fitriani. Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Lambung Mangkurat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H