-digemborkan ganti untung, tapi malah merugi-
Indonesia sedang gempar gemparnya melakukan pembangunan di berbagai aspek khususnya di bidang transportasi yang menjadikan perjalanan darat lebih mudah dan lancar. Pembangunan jalan tol merupakan salah satu bentuk usaha pemerintah untuk mempermudah masyarakat  terutama dalam hal mobilitas baik dalam hal ekonomi maupun sosial agar menjadi lebih baik dan cepat. Penyelenggaraan jalan tol ini sendiri juga bermaksud mewujudkan pemerataan pembangunan dan keseimbangan dalam pengembangan wilayah. Pada tahun 1978, sejarah jalan tol di Indonesia diawali dengan dioperasikannya jalan tol Jagorawi yang menghubungkan Jakarta, Bogor, dan Ciawi.Pembangunan jalan tol ini dimulai pada tahun 1975, dan dilakukan pemerintah dengan dana dari anggaran pemerintah dan juga pinjaman luar negeri yang diserahkan kepada PT. Jasa Marga (Persero) Tbk. sebagai penyertaan modal.
Pembangunan jalan tol hingga tahun 2024 di Indonesia ditargetkan sepanjang 3.538 km. Namun perkara pembebasan untuk pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah khususnya pembebasan lahan untuk pembangunan jalan tol sering menuai pro dan kontra. Khususnya dari pihak pemerintah dan masyarakat yang kerap kali merasa dirugikan. Tak sekali dua kali mereka merasa bahwasanya kompensasi yang diberikan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Sehingga sampai saat ini perselisihan harga pembebasan tanah juga berdampak pada terhambatnya penyelesaian proyek tersebut.
Pada dasarnya masyarakat setuju dengan proyek pembangunan tersebut apabila harga ganti rugi lahannya sesuai. Contohnya ganti rugi yang diinginkan pada pembangunaan tol Pekanbaru-Dumai sebagai ganti rugi berdasarkan jumlah batang kelapa sawit. Dimana untuk sawit yang berumur 4-7 tahun dihargai sekitar Rp. 60-90 juta/Ha. Apalagi jalan tol khususnya di luar Jawa tentunya akan berpengaruh pada perkembangan wilayah dan ekonomi, meningkatkan mobilitas dan aksesibilitas orang dan barang, penghematan biaya operasi kendaraan dan efisiensi waktu dibandingkan jalan non tol.
Akan tetapi kompensasi pembebasan lahan tersebut hanya bedampak sesaat bagi masyarakat khususnya para pemilik lahan. Karena skema pembebasan lahan ini tidak memberikan dampak keberlanjutan atau berjangka panjang bagi pemilik lahan. Apalagi campur tangan dari investor yang mengambil alih.
Cara pengelolaan proses pembebasan lahan yang belum mencapai kesepkatan yang biasanya ditawarkan adalah diantaranya adalah: melakukan sosialisasi rutin kepada masyarakat dikawasan sekitar jalan tol dan membuat kesepakatan ganti rugi yang wajar dan tidak merugikan dari pihak yang terkait; pembayaran ganti rugi yang tepat waktu oleh pemerintah, meningkakan koordinasi antara  pemerintah dan pemerintah daerah yang lebih rendah untuk mengantisipasi adanya pembebasan lahan yang bersangketa.
Namun hal ini dinilai tidak memberikan dampak ekonomis bagi kehidupan masyarkat untuk kedepannya.  Bagaimana cara agar masyarakat pemilik lahan  bisa mendapat manfaat keberlanjutan dari pembangunan yang dilakukan ? Salah satu cara yang ditawarkan  yaitu dengan mengubah pendistribusian manfaat lahan tol seperti pembangunan rest area dan fasilitas lainnya  yang dikelola sendiri oleh masyarakat atau koperasi tertentu sehingga dampak jangka panjangnya dapat dirasakan oleh masyarakat. Dengan itu sampai kapanpun tol itu ada,rakyat masih bisa merasakan benefit dari tol yangdibangun diatas tanahnya.
Jadi permasalahan pembebasan lahan untuk jalan tol sebenarnya memiliki keuntungan dan kerugian masing masing. Yang mana salah satu dampak positifnya yaitu memperlancar lalu lintas daerah berkembang dan mempermudah akses barang ke berbagai daerah yang dapat meningkatkan ekonomi masyrakat. Sedangkan untuk masalah pembebasan lahan yang sering bermasalah, diperlukan perubahan skema kompensasi kepada pemilik lahan agar ekonomi mereka dapat terjamin secara keberlanjutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H