Akhir-akhir ini masyarakat Indonesia dihebohkan dengan aplikasi TikTok, sebuah jejaring sosial dan platform video music yang muncul di Indonesia sejak tahun 2017. Â Dari awal peluncurannya, aplikasi ini langsung menarik banyak perhatian masyarakat. Bahkan sudah diunduh lebih dari 45 juta kali di iOS (sistem perangkat keras dari Apple). Munculnya aplikasi TikTok ini memberikan pengaruh yang cukup besar dalam masyarakat terutama remaja.
Remaja menggunakan aplikasi ini sebagai media hiburan. Apalagi di masa pandemi sekarang, hiburan sangatlah diperlukan untuk mengurangi tingkat kejenuhan dan stres. Selain sebagai media hiburan, aplikasi ini juga sebagai ajang untuk menunjukan kreativitas. Banyak orang yang membuat video-video menarik dan tentunya bermanfaat dalam kehidupan seperti tutorial memasak, make up, cerita kehidupan seseorang, informasi kesehatan, bahkan ada orang yang bisa menemukan saudara kembarnya melalui TikTok ini.
Video-video tersebut dikemas dengan apik sehingga dapat menarik masyarakat untuk menikmati dan tentu tidak membosankan. Hal ini mendorong kreativitas masyarakat terus meningkat, terutama bagi yang hobi editing video. Apalagi didukung dengan fitur-fitur yang tersedia di Tiktok seperti musik, filter, stiker, efek video, voice changer,live, dan  beautify.
Jika kita perhatikan, remaja lebih dominan menggunakan TikTok sebagai media sosialnya. Hal ini dimanfaatkan oleh para pebisnis untuk memasarkan produk mereka. Misalnya saja produk perawatan kulit (skincare), alat-alat kecantikan, makanan dan minuman, pakaian, dan lain sebagainya. Bahkan sampai bermunculan tren racun tiktok, yakni konten TikTok yang berisi informasi mengenai sebuah produk atau informasi lain yang menarik, serta memungkinkan orang yang melihat konten tersebut ikut serta membelinya. Ini merupakan peluang bagi pebisnis untuk meraup banyak keuntungan.
Namun realita di atas tidak selalu berbanding lurus dengan kondisi perkembangan TikTok di masa sekarang. TikTok yang awalnnya merupakan media hiburan masyarakat justru menjadi sebuah momok yang tidak dapat dihindari para remaja. Sebab tontonan yang kurang etis sering sliweran di dinding TikTok. Misalnya, joget berlebihan, kata-kata tidak sopan, parahnya ialah munculnya beberapa identitas kalangan yang menyimpang seperti LGBT, Prostitusi online, gambar tidak senonoh, dan lainnya.
Munculnya golongan LGBT di TikTok bertentangan dengan pasal 28B ayat (1) UUD 1945 Pasca Amandemen yang tertulis bahwa setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Aturan demikian juga tertuang dalam Pasal 10 ayat (1) UU HAM. Untuk dapat melanjutkan keturunan tentunya harus melalui hubungan seksual yang legal berlainan jenis kelamin. Sehingga mustahil sesama jenis dapat memiliki keturunan.
Kemunculan prostitusi online di TikTok juga bertentangan dengan UU ITE Pasal 45 ayat (1), bahwa setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan sebagaimana dimaksud dalm Pasal 27 ayat (1) dipidana dengan pidana paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000, 00 (satu miliar rupiah). Prostitsi online di TikTok ini tentu sangat meresahkan apalagi remaja bisa dengan bebas mengaksesnya melalui TikTok ini. Tak hanya itu, gambar atau video tidak senonoh juga sering tersuguhkan di fyp TikTok, misalnya saja joget dengan pakaian minim.
Hal ini dapat mengakibatkan remaja terkontaminasi oleh hal-hal negatif. Secara psikologis anak remaja sering dikatakan rentan karena mengalami berbagai perubahan, mulai dari fisik hingga hormonal sehingga memengaruhi perilaku dan emosi mereka. Masa remaja berada pada posisi rentan. Elizabeth Santosa, seorang psikolog remaja, menjelaskan bahwa terdapat lima kerentanan pada remaja yang menunjukkan bahwa mereka belum matang. Pertama, argumentatif. Jika diperhatikan remaja cenderung aktif berkata dan bertindak serta mempunyai argument yang tinggi. Mereka suka mencoba sesuatu yang baru dan sangat mahir bersilat lidah. Secara kognitif, remaja memiliki pikiran yang abstrak dan belum sempurna yang membuat mereka sangat suka bertanya, kritis, dan protes. Namun pada dasarnya mereka tidak memahami apa yang mereka argumentasikan.
Kedua, remaja cenderung labil karena belum banyak tahu yang membuat mereka haus akan hal-hal baru. Mereka mudah sekali menerima informasi dari luar dirinya tanpa ada pemikiran lebih lanjut. Konten negatif pada TikTok tentu sangat mengkhawartirkan bagi proses pendewasaan remaja. dengan banyaknya konten TikTok yang dilihat remaja maka akan membuat mereka bingung ingin yang mana. Kebingungan inilah yang mengakibatkan remaja mudah terpengaruh.
Ketiga, remaja sudah memiliki kesadaran diri bahwa mereka dilihat orang lain sehingga sangat memperhatikan penampilan. Remaja akan berusaha tampil baik dan jangan sampai terlihat berbeda. Inilah sebabnya remaja rentan menjadi konsumtif dan hedonis, lantaran selalu mengikuti perkembangan zaman dan tren, apalagi didorong tren TikTok. Remaja juga rentan menderita Anoreksia dan bulimia yang didasari oleh rasa takut gemuk. Selain itu, remaja juga rentan stress dan deperesi yang bisa memicu tindakan bunuh diri.
Keempat, nekat. Remaja cenderung merasa dirinya sangat kuat. Hal ini sering terlihat bagaimana remaja ketika dilarang, mereka justru terdorong melakukannnya. Remaja seringkali terlibat masalah seperti  bullying dan cenderung tidak sopan. Apalagi di era kemajuan teknologi zaman sekarang yang hampir semuanya mengggunakan gadget. Remaja dapat dengan mudah mengomentari orang lain terutama di TikTok