Program deradikalisasi yang dicanangkan oleh BNPT untuk mengubah pandangan agama yang keliru atau yang sering kita sebut sebagai radikalisme agama, diharapkan dapat meminimalisir terjadinya rencana aksi teror dari kelompok ini. Tapi apa yang terjadi saat ini?. Jika kita perhatikan di media elektronik dan juga media Massa, dalam waktu hanya beberapa minggu, pihak kepolisian dalam hal ini Densus 88, telah menangkap kurang lebih 24 terduga teroris dimana lima diantaranya ditembak mati . Belum diketahui akan ada berapa banyak lagi terduga teroris yang akan ditangkap oleh Densus 88 bulan ini.
Seperti kita ketahui, sebagian besar terduga teroris yang ditangkap oleh Densus 88 berada di wilayah yang dianggap sebagai “Sarang teroris” seperti Solo, Bekasi, Tengerang dan Cirebon. Hal ini menunjukan bahwa paham radikalisme di wilayah tersebut masih sangat kuat sehingga pemikiran untuk melakukan aksi-aksi amaliyah sangat memungkinkan bagi mereka, yang dianggap sebagai bentuk jihad.
Jika dikaitkan dengan program deradikalisasi yang dilaksanakan oleh BNPT selama ini, dapatkah kita simpulkan bahwa program tersebut belum bisa memberikan perubahan yang sangat signifikan terhadap kelompok-kelompok radikal yang ada di Indonesia? Deradikalisasi yang seharusnya mengurangi jumlah teroris tapi malah menambah banyak lahirnya teroris baru bahkan sudah mengarah kepada pelibatan perempuan dan anak-anak. Pelaksanaan deradikalisasi BNPT terhadap kelompok radikal, kemungkinan hanya dilakukan sebatas pemetaan dan pengawasan, sehingga apabila kelompok radikal ini ingin melakukan aksi amaliyah, maka dengan mudah ditangkap oleh Densus 88.
Deradikalisasi BNPT tidak melakukan suatu program pembinaan yang menyentuh kepada kelompok-kelompok radikal, baik yang ada diluar ataupun di dalam penjara . Hal Ini bisa dimaklumi karena pengetahuan agama yang dimiliki personel BNPT belum setinggi pengetahuan agama yang dimiliki oleh kelompok-kelompok radikal tersebut. Sehingga untuk proses mengubahnya merupakan suatu hal yang sulit.
Masalah berikutnya yang dihadapi oleh BNPT adalah adanya keterkaitan jaringan teroris internasional yang dianggap sebagai otak dibalik aksi bom teroris yang terjadi Indonesia yaitu Bahrun Naim. Bahrun Naim yang saat ini berada di Suriah selalu melakukan pengrekrutan dan melakukan dokrinasi (cuci otak) terhadap korban-korbannya untuk melakukan aksi amaliyah, melalui media sosial.
Masalah ini merupakan ancaman yang serius bagi bangsa ini, karena selama Bahrun Naim tidak ditangkap maka selama itu pula aksi-aksi teror akan berlangsung di Indonesia. Ditambah lagi adanya pedanaan aksi terorisme dari luar negeri seperti Australia, Malaysia, Brunei Darussalam dan Filipina. Pendanaan ini dapat dianggap sebagai bentuk keterlibatan pihak-pihak asing untuk selalu membuat kondisi dalam negeri bangsa ini tidak kondusif dengan memanfaatkan kondisi ekonomi kelompok radikalisme yang pada umumnya masih dibawa garis kemiskinan.
Dari berbagai permasalahan yang dihadapi oleh BNPT dengan program deradikalisasinya yang dianggap “gagal”. Maka BNPT perlu melakukan evaluasi terhadap program-programnya yang selama ini dilaksanakan. BNPT sejogyanya harus memikirkan penyelesaain masalah radikalisme secara menyeluruh, konfrehensif dan berkesinambungan. Selama ini BNPT tidak melihat, permasalahan apa yang dihadapi oleh kelompok radikal ini, apakah itu mengenai masalah ekonominya, sampai dengan pandangan ideologi radikal yang mereka yakini.
Masalah inilah yang harus dicari solusinya. Jika dilihat dari masalah terorisme yang sudah sangat komplek, maka hal ini tidak bisa dilakukan oleh BNPT saja . Seluruh rakyat harus ikut dalam usaha penanggulangan terorisme di Indonesia, baik melalui program pendidikan dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi, perbaikan perekonomian rakyat, kebersamaan dalam menjaga kerukunan umat beragama, kebersamaan dalam partisipasi menjaga keamanan dan ketegasan hukum .
Dengan masih berlangsungnya revisi RUU terorisme oleh tim pansus DPR. Alangkah lebih baik jika pelaksanaan program deradikalisasi ini nantinya mengedepankan dengan melihat pokok permasalahan yang terjadi. Upaya cegah dini juga harus menjadi perhatian dalam pembahasan revisi RUU penanggulangan terorisme.
Terorisme saat ini tidak lagi menjadi masalah bagi Indonesia saja, tapi sudah menjadi permasalahan Global bagi dunia Internasional. Aksi terorisme telah menjadi ancaman yang serius bagi bangsa Indonesia karena tidak hanya menimbulkan korban jiwa saja, tapi juga dapat menganggu stabilitas Nasional bangsa ini. Pemerintah sejogyanya, menepatkan masalah teroris ini sebagai bentuk kejahatan terhadap negara .Keikutsertaan seluruh komponen bangsa sudah saatnya diberdayakan dalam penanganan kasus teroris ini, sehingga diharapkan kedepan bangsa ini bebas dari segala bentuk kejahatan terorisme. AMIN.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI