Mohon tunggu...
Ayu Dewi
Ayu Dewi Mohon Tunggu... Perencana Keuangan - Pemerhati Kehutanan (Gambut dan mangrove)

Latar belakang Pendidikan dan pengalaman kerja saya adalah di bidang kehutanan dan lingkungan hidup

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Mengawal Restorasi Gambut dan Rehabilitasi Mangrove

21 November 2024   17:00 Diperbarui: 21 November 2024   17:04 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gb  Bekantan di area mangrove (BRGM, 2022)

Indonesia memiliki hutan tropis yang antara lain berfungsi sebagai penyangga kehidupan, pengatur tata air, penggerak aktivitas ekonomi dan aktivitas sosial budaya masyarakat. Total Kawasan hutan tropis Indonesia adalah 125,57 juta hektar yang terdiri dari 120,25 juta hektar Kawasan hutan daratan dan 5,32 juta hektar Kawasan hutan konservasi perairan. Sampai dengan saat ini telah diketemukan 74 type ekosistem  yang terdiri dari laut dalam, dataran rendah hingga alpin di pegunungan Jayawijaya. Indonesia  juga memiliki 13,4 juta hektar hutan gambut dan 3,36 juta hektar hutan bakau yang  terluas di Asia.

Dengan kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, sampai dengan  saat ini, sumberdaya alam masih menjadi salah satu tumpuan modal pembangunan Indonesia. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional/RPJPN 2025-2045 menyebutkan bahwa dua diantara empat  modal dasar Indonesia dalam menghadapi Megatren 2045 dan tantangan perubahan iklim adalah kekayaan sumberdaya alam baik berupa sumber daya hayati, mineral, energi baik konvensional maupun sumber baru dan terbarukan serta potensi jasa lingkungan dan potensi maritim berupa keanekaragaman hayati dan jasa lingkungan serta potensi geopolitik. Lokasi strategis di antara dua samudera dan benua menjadi nilai tawar Indonesia dalam menciptakan stabilitas, kedamaian, dan kestabilan kawasan.

Meskipun demikian, saat ini status daya dukung dan daya tampung di pulau-pulau besar Indonesia sangat bervariasi. Tekanan terjadi pada tutupan hutan, ketersediaan air, kelestarian keanekaragaman hayati, serta kelestarian ekosistem pesisir. Diprediksi akan terjadi penurunan daya tampung kualitas air dan udara, kualitas dan kapasitas lahan dan laut akibat aktivitas tidak berkelanjutan.

Salah satu misi yang diemban untuk menuju Indonesia Emas 2045, adalah melalui landasan transformasi ketahanan sosial, budaya dan ekologi. Ketahanan ekologi tersebut akan dilakukan melalui mewujudkan lingkungan hidup berkualitas dan resiliensi terhadap bencana dan perubahan iklim
Sasaran pembangunan lingkungan hidup yang berkualitas akan diintervensi antara lain melalui pemulihan ekosistem gambut dan rehabilitasi lahan kritis, penurunan laju deforestasi dan perbaikan kualitas ekosistem dan LH. Adapun sasaran pembangunan resiliensi terhadap bencana dan perubahan iklim direncanakan untuk diintervensi antara lain melalui rehabilitasi ekosistem pesisir (mangrove, lamun dan terumbu karang), penurunan emisi dan konservasi dan rehabilitasi hutan dan lahan

Gambut dan mangrove sebagai salah satu sumberdaya alam, saat ini menjadi salah satu titik perhatian pembangunan, khususnya pembangunan rendah karbon.  Ekosistem gambut dan mangrove memegang peranan penting dalam siklus hidrologi, keberadaan keanekaragaman hayati, jasa lingkungan, dan mitigasi perubahan iklim. Data menunjukkan bahwa cadangan karbon pada lahan gambut Indonesia kurang lebih 40 Gton CO2e1, sedangkan cadangan karbon pada mangrove Indonesia kurang lebih 3 Gton CO2e2. Konversi ekosistem gambut dan mangrove dapat menyebabkan terlepasnya emisi karbon ke atmosfir. Lebih langue meningkatnya pelepasan emisi karbon di atmosfer akan menyebabkan peningkatan suhu bumi yang berpotensi memicu terjadinya krisis iklim global.

Tahun 2015, ketika terjadi kebakaran hutan besar di Indonesia, diketahui penyebab utamanya adalah gambut yang terbakar. Kerugian ekonomi yg ditimbulkan mencapai >Rp 400 T, dengan polusi udara yg ditimbulkan sebesar 2314 (masuk ke kategori beracun/normal 50). Negara tetangga, Malaysia dan Singapura menyampaikan protes karena kabut asap yang menyelimuti Sumatera dan Kalimantan berdampak hingga negara-negara tersebut. Diperkirakan keugian ekonomi yang terjadi pada saat itu mencapai Rp 433 trilyun.

Mengantisipasi kejadian kebakaran hutan dan lahan gambut tahun 2015 tersebut, tahun 2016, Pemerintah bertindak cepat dengan membentuk Badan Restorasi Gambut/BRG yang mempunyai tugas khusus untuk merestorasi gambut. Target restorasi gambut ini adalah lahan non konsesi (areal penggunaan lain), adapun area konsesi, sebagaimana diatur dalam PP 71/2014 jo PP 57/2017 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut menjadi kewenangan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan cq Direktorat Jenderal Pengendalian dan Pencemaran Lingkungan (catatan, saat ini terbagi menjadi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan. Restorasi gambut menjadi bagian dari tusi Kementerian LH/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup cq Kedeputian Bidang Tata Lingkungan dan Sumber Daya Alam Berkelanjutan)

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 jo Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut, BRGM melaksanakan restorasi gambut melalui kegiatan Rewetting, Revegetasi, dan Revitalisasi Mata Pencaharian Masyarakat (3R) dengan penjelasan sebagai Berikut:
a.Rewetting melalui pembangunan sekat kanal bertujuan untuk menjaga tingkat kebasahan lahan gambut, khususnya pada musim kemarau;
b.Revegetasi melalui penanaman tumbuhan asli gambut bertujuan untuk meningkatkan tutupan lahan, khususnya pada gambut dengan fungsi ekosistem gambut lindung;
c.Revitalisasi mata pencaharian masyarakat bertujuan untuk memberikan alternatif penghidupan bagi masyarakat yang tinggal di sekitar lahan gambut agar turut menjaga lahan gambut.
Restorasi gambut dilaksanakan melalui dua pendekatan, yakni pendekatan quick response serta pendekatan sistematis dan terstruktur. Pendekatan quick response terdiri dari berbagai tindakan cepat pada lokasi-lokasi yang terindikasi terbakar berulang, dengan target penurunan titik panas (hotspot) pada lahan gambut di 7 provinsi prioritas. Sedangkan, pendekatan sistematis dan terstruktur dilakukan melalui pengelolaan lahan gambut berkelanjutan berbasis Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) berdasarkan analisis neraca air.

Tahun 2020, tugas BRG ditambah untuk melaksanakan percepatan rehabilitasi mangrove di 9 Provinsi (Sumut, Riau, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Papua dan Papua Selatan). Target tambahan yang dibebankan adalah melakukan percepatan rehabilitasi mangrove seluas 600.000 hektar baik di dalam Kawasan maupun di luar Kawasan. Penambahan tugas ini mengganti nama BRG menjadi Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM). Percepatan rehabilitasi mangrove ini direncanakan  dengan melalui rehabilitasi/penanaman, disertai pendampingan dan bantuan ekonomi masyarakat seluas 200.000 hektar, dan melalukan pengelolaan ekosistem mangrove berkelanjutan melalui penguatan regulasi dan kelembagaan seluas 400.000 hektar. Apabila dalam restorasi gambut dikenal upaya 3R, maka dalam rehabilitasi mangrove dikenal upaya 3M, yaitu Memulihkan, meningkatkan dan mempertahankan.

Memulihkan mengacu pada upaya penanaman intensif untuk mengembalikan tutupan area mangrove yang rusak. Meningkatkan adalah upaya untuk memperkaya jenis bakau-bakau pada suatu area (diketahui sebagai dampak penggunaan Rhizophora mucronata secara besar-besaran pada era 1990-2000an maka ekosistem mangrove saat ini didominasi oleh Rhizophora mucronata). Upaya meningkatkan adalah upaya menanam jenis-jenis bakau-bakauan lain dengan  memperhatikan kesesuaian zonasi nya. Adapun upaya mempertahankan adalah upaya untuk tetap menjaga dan mempertahankan keberadaan mangrove lebat dari gangguan (terutama manusia). Hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya untuk mempertahankan Kawasan mangrove jauh lebih murah dari upaya untuk merehabilitasi (memulihkan dan meningkatkan).
Saat ini BRGM sedang melaksanakan mandat dari Pemerintah yang bekerjasama dengan Bank Dunia untuk merehabilitasi 75.000 ha mangrove yang rusak, melindungi 400.000 ha mangrove yang masih baik, dan menginisiasi, serta memfasilitasi usaha produktif berkelanjutan berbasis ekosistem mangrove di wilayah pesisir melalui program Mangrove For Coastal Resiliance/M4CR. Diharapkan dampak Program ini dapat mencegah potensi abrasi, mencegah potensi pelepasan karbon;, meningkatkan produktivitas perikanan; meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pesisir dengan potensi masyarakat terlibat 600.000 Kepala Keluarga. Program M4CR adalah program rehabilitasi mangrove terbesar di dunia yang diakui dan ditunggu keberhasilannya oleh semua pihak. Kegiatan yang dilaksanakan terdiri dari 4 komponen sebagai berikut :
a.Strengthening Policy and Institutions for Mangrove Management
b.Rehabilitation and Sustainable Management of Mangrove Landscape
c.Improving Livelihood Opportunities for Mangrove Communities
d.Project Management
Secara makro, kegiatan rehabilitasi mangrove diharapkan akan mampu menjaga batas wilayah teritori laut NKRI; serta melindungi daerah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Dalam setiap pelaksanaan tugasnya, BRGM memgedepankan upaya untuk melibatkan masyarakat secara aktif dalam memgelola lahannya (baik lahan gambut dan mangrove). Artinya, masyarakat tidak hanya dibebani kewajiban untuk menjaga lahan gambut dan mangrove sesuai kaidah, tapi juga diperkenalkan kepada alternatif mata pencaharian (dari lahan yang dikelolanya) sampai dengan pemasaran produknya.
Beberapa produk gambut dan mangrove, awalnya adalah produk-produk yang hanya dikenal di daerahnya namun saat ini telah mendunia. Kain serat nanas dari lahan gambut, telah menjadi juara lomba fashion di tingkat Asia. Rumput purun, saat ini telah menjadi salah satu bahan kerajinan tas, topi, hiasan dinding dan lain-lain yang dicari para sosialita
Pada perhelatan G20 di Bali akhir tahun 2023 yang lalu, batik mangrove menjadi salah satu souvenir bagi para delegasi yang hadir dalam agenda G20. Bahkan kita melihat di pemberitaan  bahwa Presiden saat itu membawa para pimpinan negara G20 untuk berjalan-jalan dan juga bersama-sama menanam mangrove di areal hutan mangrove Tahura Ngurah Rai. Pada kesempatan tersebut, Presiden menyampaikan keberhasilan upaya rehabilitasi mangrove dari  awalnya hutan yang dirambah masyarkat untuk dirubah menjadi tambak, namun kemudian tambak tersebut ditelantarkan. Dan butuh waktu > 20 tahun untuk mengembalikan area Tahura Ngurah Rai kembali ke ekosistem aslinya, ekosistem mangrove

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun