Beberapa waktu yang lalu, menyempatkan diri berziarah ke Makam sang Pembaharu Gus Dur. Makam yang tak pernah sepi pengunjung, mereka berbondong-bondong dari berbagai pelosok Nusantara. Banyak orang “terbuka mata dan hatinya” saat membaca Riwayat dan pemikirannya Seolah menjelma menjadi lentera dengan calak merompak kebodohan.
Abdurrahman Wahid, yang akrab dikenal sebagai Gus Dur, adalah tokoh besar dalam politik, agama, dan masyarakat Indonesia. Meskipun kehadiran fisiknya meninggalkan kita pada tahun 2009, semangatnya terus menginspirasi dan membimbing banyak orang di seluruh dunia. Warisan Gus Dur melampaui masa jabatannya sebagai Presiden ke-4 Indonesia dan meluas ke ranah hak asasi manusia, demokrasi, toleransi, perdamaian melalui dialog antaragama. Kehidupan dan ajarannya tetap menjadi mercusuar bagi mereka yang berjuang untuk keadilan, inklusivitas, dan peradaban yang maju
Pembela Pluralisme dan Toleransi
Warisan Gus Dur yang paling abadi terletak pada komitmennya yang tak tergoyahkan terhadap pluralisme dan toleransi. Sebagai pemimpin Nahdlatul Ulama (NU), organisasi Islam terbesar di Indonesia, Gus Dur mengadvokasi visi Islam yang inklusif dan merangkul kekayaan budaya Indonesia yang beraneka ragam. Filosofinya sederhana namun mendalam: setiap individu, terlepas dari agama atau etnis mereka, layak mendapatkan rasa hormat dan martabat. Tidak ada strata yang lebih tinggi karena jalur geneaology, meskipun beliau terlahir sebagai bangsawan, keturunan pendiri bangsa, tetapi tidak duduk dalam singasananya, tidak mengharap penghormatan dari para elite. Bahkan, saat hujatan itu datang ia tetaplah tenang.
Sepanjang karirnya, Gus Dur melawan intoleransi agama dan diskriminasi etnis. Dia adalah pengkritik vokal kekerasan sektarian dan terus-menerus membela hak-hak kelompok minoritas. Masa kepresidenan Gus Dur menandai periode kemajuan signifikan dalam mempromosikan keharmonisan antaragama. Kebijakan Gus Dur mendorong dialog dan pemahaman di antara komunitas-komunitas yang beragam di Indonesia, membuka jalan bagi masyarakat yang lebih kohesif dan inklusif.
Secara Internasional, Gus Dur diakui sebagai suara pelopor untuk toleransi agama. Dia berpartisipasi dalam berbagai forum global, menyebarkan visinya tentang dunia di mana berbagai agama dan budaya dapat hidup berdampingan secara damai. Pesannya melintasi batas negara, menawarkan narasi tandingan yang kuat terhadap kekuatan ekstremisme dan intoleransi. Komitmen Gus Dur yang abadi terhadap pluralisme tetap menjadi prinsip panduan bagi mereka yang berusaha untuk memupuk persatuan dalam keberagaman.
Morpologi Demokrasi dan Hak Asasi Manusia
Kepresidenan Gus Dur datang pada saat kritis dalam sejarah Indonesia, setelah jatuhnya rezim otoriter Soeharto. Kepemimpinannya selama masa transisi ini ditandai oleh dedikasinya terhadap demokratisasi dan hak asasi manusia. Gus Dur percaya bahwa demokrasi sejati hanya dapat dicapai melalui perlindungan kebebasan individu dan pembentukan masyarakat yang adil dan setara.
Salah satu kontribusi utama Gus Dur adalah upayanya untuk mengurangi pengaruh militer dalam politik Indonesia. Dia memperjuangkan prinsip supremasi sipil dan bekerja untuk memastikan bahwa militer tetap di bawah kendali demokratis. Sikap beraninya terhadap struktur kekuasaan yang mapan sangat penting dalam mendorong pemerintahan yang lebih terbuka dan akuntabel.
Gus Dur juga mengambil langkah-langkah signifikan untuk mendesentralisasi kekuasaan politik, mempromosikan otonomi yang lebih besar untuk pemerintah daerah. Langkah ini penting untuk meningkatkan pemerintahan lokal dan memastikan bahwa demokrasi lebih responsif terhadap kebutuhan seluruh rakyat Indonesia.
Di mata dunia, advokasi Gus Dur untuk hak asasi manusia dan nilai-nilai demokrasi membuatnya sangat dihormati. Dia adalah pendukung setia kebebasan pers, supremasi hukum, dan hak-hak kelompok terpinggirkan. Usahanya untuk melindungi dan memperluas hak-hak ini adalah bukti dari keyakinannya pada martabat dan kesetaraan setiap individu.