Mohon tunggu...
Ayub Wahyudin
Ayub Wahyudin Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, Bukan Anak dari Trah Ningrat, Maka Menulis untuk menjadikan Hidup Lebih Bermartabat!!

Penulis Buku Bajik Bijak Kaum Sufi, Pemuda Negarawan, HARMONI LINTAS MAZHAB: Menjawab Problem Covid-19 dalam Ragam Perspektif. Beberapa tulisan opini terbit di Kompas.id, Koran Tempo, Detik.com, Republika.id, serta beberapa tulisan di jurnal Ilmiah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sudah Hijrah Masih Gelisah, Solusinya?

20 September 2023   20:06 Diperbarui: 20 September 2023   22:27 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

CERITA Panji sebagai sang petualang yang tidak takut menghadapi Ular berbisa, sudah populer di jagat maya. Ia dikenal pemberani, tengil ketika berhadapan dengan ular Kobra yang paling mematikan di dunia serta memiliki racun yang dapat melumpuhkan mangsanya. Satu patukan pada tubuh manusia bisa berakibat fatal, menyebabkan terkapar hingga tak bernyawa. 

Dalam sesi wawancara, rupanya Panji yang sekarang tak sehebat Panji yang dulu. Berat badannya anjlok drastis serta menderita penyakit diabetes dengan Kadar gula mencapai 500 miligram per desiliter, sementara kadar normal seharusnya tidak melebihi 180 miligram per desiliter. Hal yang lebih mengejutkan lagi, saat ia memutuskan untuk “Hijrah” ia di vonis terkena anxiety disorder yakni kegelisahan atau kecemasan yang akut, takut mati.

Polemik tentang rasa cemas yang berlebihan akibat rasa takut terhadap kematian, bahwa setelah mati akan mengalami deraan yang pedih maupun ancaman neraka. Maka, seseorang yang mengalaminya berupaya merubah sikap dan perilaku buruk menjadi perilaku baik dan di ridhoi oleh Tuhan atau seringkali disebut dengan Hijrah. Menariknya, proses perubahan tersebut seringkali membawa dampak psikologis anxiety disorder (kecemasan berlebihan).

Doktrin yang ketat serta ritual yang padat pada seseorang yang menempuh jalan Hijrah, memicu gaya hidup yang baru secara positif. Tetapi, hal positif dalam ajaran Agama hendaknya dilakukan dengan penuh kesadaran bahwa menjalaninya perlu dengan kesabaran dan keikhlasan, terhadap apapun yang telah ditakdirkan kepadanya. Bila hati tidak ditata dengan baik, sementara ritual yang padat serta ketat dengan pandangan yang ekstrem, menakutkan memicu tekanan pada jiwa seseorang, meningkatkan stress hingga anxiety disorder

Formulasi Sabar dan Ikhlas

Formula yang paling tepat sebagaimana disampaikan oleh Syaikh Ibnu Athaillah Asy-Syakandari menyatakan “Hadapilah nikmat dengan syukur dan terimalah musibah dengan rasa sabar.” memiliki pemaknaan yang dalam, namun abai dalam pelaksanaannya. Hijrah tidak sekedar mengubah ritual agama menjadi ketat, tetapi perlu menumbuhkan spiritualisas yang membangkitkan rasa sabar dan ikhlas

Misalnya, seorang sahabat Rasulullah meminta agar berjodoh dengan seorang perempuan yang dicintainya; jawaban Rasulullah Saw “bahwa; meskipun dirinya dan seluruh malaikat memanjatkan doa, bila itu bukan haknya serta tak tertulis di Lauh Mahfudz pasti tidak akan terjadi”. Harapan berjodoh sebagai isyarat bahwa objek yang telah Allah sediakan dan yang terbaik akan diwujudkan meskipun mulanya kita tak menginginkannya atau tidak sesuai dengan hasratnya.

Gelisah

Perlunya umat manusia harus mengandalkan urusannya pada pencipta, bukan pada perilaku, kecerdasan serta kemampuan yang ektstrem seolah setelah hijrah, ia menjadi orang yang paling baik, orang yang paling hebat, orang yang paling takut akan neraka. Tetapi lupa, bahwa semua itu adalah kasih sayang Allah serta rahmat yang besar bagi manusia itu sendiri, sehingga dalam ritual yang ketat adapula rasa syukur yang sangat hebat. Perlu memahami bahwa al-Qabdu wa al Basthu (gelisah dan bahagia) datang silih berganti sebagai sebuah keniscayaan.

Gelisah artinya rasa yang tidak nyaman atau tentram di hati serta merasa khawatir berkepanjangan, tidak bisa tenang (tidurnya), tidak sabar menunggu juga cemas. Kegelisahan menggambarkan seseorang tidak tentram hati maupun perbuatannya, artinya merasa gelisah, khawatir, cemas atau takut dan jijik. Rasa gelisah ini sesuai dengan suatu pendapat yang menyatakan bahwa manusia yang gelisah itu dihantui rasa khawatir atau takut. Manusia suatu saat dalam hidupnya akan mengalami kegelisahan. Kegelisahan yang cukup lama akan menghilangkan kemampuan untuk merasa bahagia.

Maka dengan musibah yang dialami manusia itu sendiri ada kepasrahan terhadap eksistensi aslama wajhahu (menyerahkan wajahnya) yang dimaknai sebagai penyerahan seluruh eksistensi, seluruh jiwa-raganya, hidup dan matinya, hanya kepada Tuhan semesta alam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun