Suatu hal yang sangat menggelikan untuk republik ini, adalah sikap para pemimpinnya yang tidak bisa lagi dimengerti oleh masyarakat. Rasa muak masyarakat terhadap kepemimpinan sekarang, mungkin dikarenakan permasalahannya yang berlarut-larut dan tidak kunjung selesai, dari seputar kasus korupsi, HAM dan pemerataan ekonomi.
Isu yang terhangat dari gaya hidup hedonism para anggota dewan, sebenarnya hanya refleksi dari kekecewaan publik terhadap kinerja mereka yang terkesan tidak menciptakan suatu perubahan yang signifikan. Terlebih lagi banyaknya celoteh yang memojokan gaya hidup pemimpin yang sperti ini seolah-olah hanya angin lewat saja, masuk kuping kanan keluar kuping kiri. Para pemimpin bangsa ini terkesan lebih banyak mengurusi diri sendiri ketimbang tugas pengabdiannya kepada rakyat. Masyarakat sendiri sudah muak dengan berita-berita yang suguhkan oleh media, mana yang fakta dan mana yang propaganda sudah tidak jelas lagi.
Munculnya politisi yang merangkap pengusaha adalah suatu penomena sendiri yang sedang ramai mewarnai dunia politik nasional. Memang, sejarah kelas pengusaha yang ada di negeri ini, adalah lain dengan kelas pengusaha yang ada di negeri-negeri barat dan eropa. Kelas pengusaha disini adalah hasil bentukan rezim lama dan bukan muncul secara alami karena tempaan zaman peralihan dari masyarakat Feudal ke masyarakat demokrasi.
Permasalahannya sekarang mana yang lebih dulu, jadi politisi atau jadi pengusaha ? Jika dari pengusaha kemudian jadi politisi, itu umum terjadi di negara-negara maju. Tapi, jika dari politisi kemudian jadi pengusaha ini patut dipertanyakan dan diselidiki dari mana modal usaha itu berasal. Umummya politisi karbitan itu, paling pandai melobby dan berdiplomasi pada awalnya, namun ketika bersentuhan dengan kue-kue kekuasaan, rasa lapar orang-orang ini agak sedikit over, sampai menjerumuskan diri sendiri ke ranah hukum karena kasus korupsi.
Oleh karena itu, munculnya gaya kepemimpinan hedonism sebenarnya adalah cermin dari politisi karbitan, yang sudah  sekian lama berjuang dilumpur penjilatan, jadi maklum saja ketika mereka mendapat sedikit angin segar dari amplop-amplop kekuasaan langsung lupa daratan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H