Penyidik Satuan Reskrim Polres Gorontalo menetapkan DH sebagai tersangka setelah video persetubuhan dengan siswinya tersebar di media sosial, yang melaporkan DH adalah paman dari siswi tersebut.
Terdapat 8 orang yang di interogasi termasuk tersangka dan korban, perbuatan asusila tersebut pertama kali dilakukan DH pada tahun 2023 di ruang guru. Pada saat itu korban mengaku menolak dan melakukan perlawanan terhadap DH yang saat itu berusia 57 tahun, namun tersangka tidak menyerah ia melakukan pendekatan asmara terhadap korban dan korban pun luluh. Mereka akhirnya menjalin hubungan dan mulai bersetubuh pertama kali di bulan Januari 2024.Â
Dalam pengakuan kepala sekolah ia mengetahui hubungan antara guru dan murid ini tetapi diam saja dan saat video tersebut tersebar kepala sekolah memberhentikan guru tersebut dan mengeluarkan siswi tersebut dari sekolah yang saat itu sudah kelas 12 dan hanya tinggal beberapa bulan sudah makan lulus. Alasan kepala sekolah memberhentikan guru dan mengeluarkan murid adalah karna adanya peraturan bahwa siapapun yang mencoreng nama sekolah akan dikeluarkan. Paman dari korban tidak terima keponakannya dikeluarkan dari sekolah ia menganggap sekolah pun tidak mau ikut bertanggung jawab atas kasus ini yang terjadi di sekolahan yang seharusnya menjadi tanggung jawab sekolahan terhadap pengawasan murid dan gurunya.
Seharusnya jika pihak sekolah mengetahui tentang hubungan antara guru dan murid tersebut sejak awal seharusnya dapat langsung menindaklanjuti sehingga tidak terjadi kasus ini yang mencoreng nama sekolahan jika memang sangat memperdulikan nama sekolah. Dan apapun yang terjadi dalam sekolah sudah seharusnya menjadi tanggung jawab sekolah untuk mendampingi kasus yang terjadi di sekolah bukan malah melepas tanggung jawabnya dengan mengeluarkan murid dan memberhentikan tersangka. Sangat miris sekali yang seharusnya sekolahan adalah rumah ke 2 tetapi ternyata adalah tempat yang tidak aman.Â
Satriwan Salim  Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru(P2G) menyebutkan bahwa kekerasan seksual anak di satuan pendidikan "darurat" karena terus berulang dan meningkat. Diperparah sanksi terhadap tersangka cukup rendah dan tidak memberikan efek jera. Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat setidaknya ada 15 kasus kekerasan seksual yang terjadi di satuan pendidikan pada Januari hingga Juli 3024. Kasus-kasus tersebut dikategorikan berat dan ditangani oleh pihak kepolisian. Mayoritas dari 15 kasus tersebut terjadi di jenjang SMP(40%), SD/MI (33,33%), SMA(13,33%) dan SMK(13,33%).
Maka dari itu mari kita bersama-sama membangun lingkungan sekolah yang aman untuk murid dan untuk guru. Untuk calon pendidik harus ditanamkan iman yang sangat kuat dan kejiwaan yang sehat agar melahirkan penerus bangsa yang berkualitas bukan penerus bangsa yang memiliki trauma, memiliki rasa dendam yang sangat tinggi, memiliki kekejaman karna diperlakukan tidak normal di sekolah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H