Pemeliharaan anak pada dasarnya merupakan kepentingan anak untuk pertumbuhan jasmani, rohani, serta kecerdasan intelektual dan agamanya. Oleh karena itu, ibu lebih layak dan lebih berhak untuk memelihara anak di bawah usia 12 tahun. Pemeliharaan anak di bawah usia 12 tahun dapat dialihkan kepada ayahnya jika ibu dianggap tidak cakap, serta mengabaikan atau mempunyai perilaku buruk yang akan menghambat pertumbuhan anak.
Pengalihan pemeliharaan anak harus didasarkan pada putusan Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar'iyah dengan mengajukan permohonan pencabutan kekuasaan orangtua jika anak tersebut telah ditetapkan di bawah asuhan istri. Selain oleh suami, pencabutan kekua- saan orangtua juga dapat diajukan oleh anak, keluarga dalam garis lurus ke atas, saudara kandung, dan pejabat yang berwenang (jaksa).
Berdasarkan Pasal 98 Ayat (1) KHI, disebutkan bahwa batasan anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah 21 tahun. Sepanjang anak tersebut tidak memiliki cacat fisik maupun mental, atau belum melangsungkan perkawinan. Ketentuan tersebut menjelaskan bahwa anak yang dapat diurus dan dipelihara adalah anak yang berusia di bawah 21 tahun.
Sementara itu, dalam Pasal 47 dan Pasal 50 UU No. 1 tahun 1974 dijelaskan bahwa anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasaan orangtua atau walinya, selama kekuasaan orangtuanya tidak dicabut.
Pengangkatan Anak
Pengangkatan anak atau adopsi adalah pengangkatan anak yang beraki- bat keluarnya anak angkat dari hubungan nasab ayah sendiri dan masuk dalam hubungan nasab ayah angkatnya. Dalam praktiknya, adopsi biasa- nya dilakukan orang yang dalam perkawinannya tidak menghasilkan keturunan. Dengan jalan adopsi, anak angkat mempunyai hubungan dengan ayah angkat seperti dengan ayah kandung sendiri. Terjadi hubungan waris mewarisi antara anak angkat dengan ayah angkat.
Praktik pengangkatan anak dikenal pada permulaan Islam. Nabi Muhammad saw. juga mempunyai anak angkat bernama Zaid anak Haritsah, kemudian dipanggil Zaid bin Muhammad. Setelah itu, Al-Qur'an membatalkan kebiasaan tersebut karena bertentangan dengan kenyataan yang sebenarnya, dalam waktu yang sama juga bertentangan dengan hati nurani kodrati manusia.
Hak anak angkat untuk mewarisi harta warisan ayah angkat sering berakibat terhalangnya hak waris keluarga asli dari ayah angkat. Hal ini sering menimbulkan rasa dengki keluarga asli ayah angkat terhadap anak angkat. Kerelaan orang melepaskan anak dari hubungan nasabnya berarti hilangnya rasa tanggung jawab orangtua terhadap anak.
Pengertian Keluarga Sakinah
Secara etimologis, keluarga dapat diartikan sebagai kerabat atau sanak saudara. Keluarga dapat diartikan sebagai unit terkecil dari masyarakat yang di dalamnya terdapat kepala rumah tangga dan beberapa orang lainnya hidup bersama di bawah satu atap dengan saling bergantung satu sama lain.
Dalam literatur Arab, keluarga distilahkan dengan al-ahl (jamaknya ahluna dan ahwal) yang memiliki arti famili, keluarga, dan kerabat. Adapun menurut al-Khalil, ahl artinya seseorang yang berarti istrinya. Istilah taahhul berarti menikah atau berkeluarga. Ahl juga berarti sese- orang yang paling istimewa dalam urusannya. Sebagaimana ahl albait yang berarti para penghuni rumah dan ahl al-Islam yang berarti setiap orang yang memeluk agama Islam.