Membingkai Pelajar Berkarakter, Toleran dan Cinta Damai
Permasalahan radikalisme agama di Indonesia menjadi tantangan tersendiri bagi IPNU. Sebagai bagian integral dari generasi muda Indonesia, IPNU mempunyai tanggung jawab yang besar dalam membantu mengatasi permasalahan bangsa, khususnya di kalangan pelajar. Dalam menghadapi tantangan radikalisme di kalangan pelajar, IPNU selalu mengedepankan sikap dasar sesuai dengan Khittah NU 1926 yaitu meliputi cara berfikir, bersikap, dan bertindak.
Cara berfikir menurut IPNU adalah cara berfikir yang seimbang antara teks keagamaan dan akal (rasionalitas). Teks agama merupakan dasar hukum dalam memahami kehidupan ini dan untuk memahaminya tentu butuh penafsiran. Penafsiran terhadap teks inilah perlunya akal pikiran sehingga segala teks keagamaan tidak ditelan mentah-mentah. Sehingga cara berfikir IPNU merupakan perpaduan yang seimbang antara teks agama dan akal.
Cara bersikap IPNU adalah sikap yang toleran, moderat, menghargai keberagaman, dan menjaga harmonisasi antar pemeluk agama. Toleransi selalu dijunjung tinggi oleh IPNU. Sikap toleransi dan moderat ini merupakan wujud dari persaudaraan internal pemeluk agama, antar pemeluk agama dan juga persaudaraan bangsa secara tulus dan ikhlas.
Beragamnya etnis dan agama di Negara ini membutuhkan sikap saling menghargai dan menyayangi antar sesama warga Negara. Banyak kasus kekerasan atas nama agama dan juga etnis yang terjadi karena rasa curiga dan semakin menipisnya rasa persaudaraan. Tentunya rasa curiga ini harus dihindari dengan selalu mengedepankan perasaan positif dan tidak gegabah dalam menghadapi berbagai masalah serta tidak terpancing isu-isu yang tidak jelas dari mana datangnya dan belum tentu kebenarannya.
Sedangkan cara bertindak IPNU adalah dengan cara selalu berusaha semaksimal mungkin untuk terus berkarya. Sesuai dengan semboyan IPNU, “Belajar, Berjuang, Bertaqwa”. Anggota dan kader IPNU dituntut untuk memberikan inspirasi bagi semua orang akan pentingnya berusaha dan pantang menyerah dalam menjalani kehidupan. Dengan semangat ini IPNU akan siap dalam mengawal dan mempelopori setiap perubahan yang membawa manfaat bagi kemaslahatan manusia.
Dengan modal inilah IPNU berusaha mengawal toleransi dikalangan pelajar dan remaja pada khususnya dan masyarakat luas pada umumnya. Pengejawantahan cara berpikir, bersikap dan bertindak inilah yang perlu dan harus terus dituangkan dalam berbagai kegiatan yang dilakukan di semua tingkatan dari pusat sampai ranting (desa), juga komisariat (sekolah/pesantren).
Namun demikian, gejala dan fakta dekadensi moral dan penetrasi radikalisme kini telah menjangkiti institusi pendidikan (sekolah, pesantren, dan lembaga pendidikan lainnya) di mana seharusnya IPNU ada di dalamnya. Karenanya, seantisipatif mungkin upaya dalam menyingkirkan radikalisme harus intens digalakkan.
Dalam hemat penulis, gerakan-gerakan dan kegiatan-kegiatan IPNU harus tetap konsisten dalam upaya membendung arus pemahaman radikalisme agama di kalangan pelajar. Aplikasinya dengan membentuk komisariat-komisariat di setiap sekolah, dan melakukan pendampingan-pendampingan terhadap pelajar yang masih rentan terhadap tawuran antar pelajar dan penggunaan narkoba. Dengan demikian harapan IPNU dalam membingkai pelajar berkarakter, toleran, dan cinta damai ini dapat terwujud.
Selain penguatan internal, IPNU juga perlu mendorong sekolah dan pemerintah untuk tegas dalam menindak dan menolak segala bentuk tindakan dan ajaran yang merugikan pelajar. Sudah saatnya IPNU mendorong sekolah-sekolah untuk melakukan proteksi dalam merekrut guru, khususnya guru Pendidikan Agama Islam (PAI). Karena radikalisme di kalangan pelajar tentu muncul dari oknum guru yang mengajarkannya. Sehingga hanya karena satu, dua orang oknum, dapat mengakibatkan dan merubah paradigma sekolah tersebut. Dalam pada itu, pihak sekolah harus protektif dalam menjaga proses pendidikan yang berlangsung. Tinjauan secara terus menerus terhadap kurikulum, tenaga pengajar berikut staf-stafnya, dan umumnya seluruh civitas sekolah harus tetap dilakukan, guna menghindari merembesnya gejala-gejala radikalisme.
IPNU juga harus selalu mendorong ketegasan pemerintah. Dalam kapasitasnya sebagai pemegang kebijakan, pemerintah dalam hal ini harus dapat berperan aktif. Pemerintah, dalam hal ini, agar tidak segan-segan untuk menindak tegas sekolah-sekolah (atau lembaga pendidikan lainnya) yang berpotensi radikalis. Terutama menindak tegas sekolah anti-Pancasila, UUD 1945. dan NKRI. Dengan demikian, melalui Kemendiknas dan Kemenag, Pemerintah harus mengintervensi sekolah-sekolah (terutama swasta) yang anti-Pancasila, UUD 1955, dan NKRI untuk wajib memasukkan mata pelajaran kewarganegaraan atau pendidikan pancasila.