Mohon tunggu...
Ayu Martaning Yogi A
Ayu Martaning Yogi A Mohon Tunggu... Lainnya - Just ordinary girl

Menyukai Dunia Literasi, Tertarik pada Topik Ekonomi, Sosial, Budaya, serta Pengembangan Diri

Selanjutnya

Tutup

Financial

Kebijakan Solutif Ciptakan Interkoneksi Sistem Pembayaran ASEAN yang Integratif

20 Juni 2023   23:16 Diperbarui: 20 Juni 2023   23:20 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Contoh Transaksi QRIS di Thailand, Sumber Gambar: bi.go.id

Mahasiswa yang mengambil mata kuliah Pemasaran Internasional di Universitas Indonesia dihadapkan pada tugas yang tidak biasa. Mata kuliah tersebut diampu oleh Prof. Rhenald Kasali. Tugas wajibnya adalah memiliki paspor dan berangkat ke luar negeri, kemudian mahasiswa diminta untuk membuat laporan berupa catatan perjalanan. Tugas tidak biasa itu diceritakan dalam buku berjudul "30 Paspor di Kelas sang Profesor" karya J.S Khairen yang pernah menjadi asisten Prof. Rhenald Kasali dan menempuh mata kuliah tersebut.

Sang profesor beranggapan bahwa paspor adalah surat ijin untuk memasuki dunia global. Di luar negeri, mahasiswa akan dihadapkan pada berbagai rintangan di antaranya keterasingan, kendala bahasa, keuangan yang terbatas, dan berbagai problematika lainnya. Singkatnya, kesulitan yang dihadapi oleh para mahasiswa itu dapat memperoleh pelajaran nyata tentang mengandalkan diri mereka sendiri untuk menghadapi kesulitan hidup, bukan hanya sebatas teori di atas kertas.

Sebagian di antara kita mungkin akan terinspirasi untuk membuat paspor lalu mengikuti jejak mahasiswa di kelas sang profesor. Bagi kita yang ada di Indonesia, negara-negara di kawasan ASEAN dapat dijadikan pilihan untuk mulai menjelajahi dunia. Selain jarak yang relatif dekat, terdapat pemberlakuan bebas visa dengan jangka waktu tertentu untuk warga negara anggota ASEAN. Kebijakan tersebut tentu dapat menghemat anggaran saat kita mengunjungi negara-negara ASEAN.

Paspor memang kunci untuk menjelajah negara-negara di dunia, namun ketersediaan uang tunai mata uang negara tujuan juga perlu dipersiapkan oleh para wisatawan. Transaksi pembayaran di luar negeri tentu berbeda dengan di negara sendiri yang menyediakan berbagai alternatif pembayaran. Saat membawa banyak uang tunai ada risiko keamanan yang melekat seperti uang hilang, kecopetan, uang palsu, dan risiko lainnya. Rasanya akan lebih menenangkan apabila transaksi pembayaran di luar negeri semudah di dalam negeri.

Keresahan tentang sistem pembayaran di luar negeri khususnya kawasan ASEAN tampaknya mulai mendapatkan angin segar. Bank Indonesia bersama bank sentral di kawasan ASEAN sedang berupaya menciptakan interkoneksi sistem pembayaran antarnegara ASEAN. Selain beradaptasi dengan sistem pembayaran digital, upaya menciptakan interkoneksi sistem pembayaran juga didorong adanya prediksi peningkatan volume transaksi lintas negara. Pada tahun 2018, transaksi lintas negara tercatat sebesar USD 127,8 triliun sedangkan tahun 2022 telah mencapai USD 156 triliun. Volume transaksi ini diprediksi terus meningkat, oleh karena itu sistem pembayaran pun harus beradaptasi. Negara-negara ASEAN berinisiatif memulai adaptasi ini dimulai dari menciptakan interkoneksi sistem pembayaran antarnegara anggota ASEAN.

Menuju Interkoneksi Sistem Pembayaran Negara Anggota ASEAN

Deklarasi Bangkok pada 8 Agustus 1967 menandai terbentuknya Association South East Asian Nation (ASEAN). Berbagai kerja sama multilateral telah dijalin oleh negara anggota ASEAN selama lebih dari 55 tahun, termasuk kerja sama terkait interkoneksi sistem pembayaran yang saat ini nyaring digaungkan. Interkoneksi sistem pembayaran ini telah dibahas dalam forum G20 melalui jalur keuangan (finance track) pada tahun 2022 lalu. Selain itu dibahas lebih lanjut lagi pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN 2023 bertajuk ASEAN Matters: Epicentrum of Growth.

Bank Indonesia bersama bank sentral negara anggota ASEAN lainnya sedang berinisiatif menciptakan Regional Payment Connectivity (RPC) atau konektivitas pembayaran regional. Tujuan RPC adalah mendukung pembayaran lintas negara yang murah, cepat, transparan, dan inklusif. Hal tersebut dipaparkan oleh Filianingsih Hendarta selaku Kepala Kebijakan Departemen Sistem Pembayaran Bank Indonesia pada acara High Level Seminar bertema "From Asean to the World: Payment System in the Digital Era" yang diselenggarakan di Bali pada tanggal 28 Maret 2023.

RPC bukan sekadar rencana dan wacana karena implementasinya sudah berjalan di Thailand dan Malaysia dalam bentuk QR Cross Border. Bank Indonesia dan Bank of Thailand (BOT) telah resmi menjalin kerja sama pembayaran berbasis QR Code lintas negara pada tanggal 29 Agustus 2022. Melalui implementasi kerja sama tersebut, masyarakat Thailand dan Indonesia dapat melakukan transaksi pembayaran dengan cara memindai Thai QR Code maupun QRIS melalui gawai mereka.

Bank Indonesia juga telah meresmikan kerjasama pembayaran berbasis QR Code lintas negara dengan Bank Negara Malaysia (BNM). Kini, masyarakat Indonesia dan Malaysia dapat melakukan pembayaran pada merchant online maupun offline dengan memindai QRIS atau DuitNow QR Code. Implementasi kerjasama tersebut telah melalui tahap uji coba pada tahun 2022.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun