Hari Raya Idul Fitri identik dengan saling bermaafan. Bersalaman, sungkeman, atau sekadar berkirim pesan adalah prosesi bermaafan yang lazim kita temui.Â
Manusia memang tak luput dari kesalahan, sudah sewajarnya pula kita meminta maaf atas kesalahan yang kita lakukan baik secara sengaja maupun tidak.Â
Atas permintaan maaf kita, tentu kita berharap agar kita dimaafkan. Sudah sepantasnya kita pun juga memaafkan apabila ada orang yang meminta maaf pada kita.
Memaafkan adalah sifat indah sang Illahi. Seperti kita ketahui, salah satu Asma'ul Husna yaitu Al-Ghafur memiliki arti Yang Maha Memberi Ampunan. Allah SWT selalu membuka pintu maaf dan ampunan atas kesalahan dan dosa-dosa manusia.Â
Lalu, apakah pantas kita sebagai manusia ini menolak memaafkan ketika ada orang lain yang mengakui kesalahannya dan meminta maaf pada kita?Â
Sedangkan kita sendiri masih butuh maaf dan ampunan dari sang Illahi. Rasanya, kita butuh memahami hakikat dan manfaat memaafkan agar kita semakin mudah dalam memberikan maaf.
Konon katanya memaafkan adalah seni menikmati hidup agar bahagia. Pada hakikatnya memaafkan adalah bentuk kita mencintai diri kita sendiri.Â
Ketika kita benar-benar memaafkan kesalahan atau tindakan orang lain yang kita anggap kurang berkenan di hati kita, sejatinya kita sedang melunturkan dendam dan kebencian yang ada dalam hati kita.Â
Bayangkan betapa tidak enaknya ketika hati kita dipenuhi rasa amarah, benci, dan terus-terusan menyimpan dendam pada orang lain. Padahal, belum tentu orang yang kita benci atau orang yang kita jadikan objek dendam itu memikirkan kita. Rugi sekali bukan?