Borobudur merupakan salah satu situs warisan dunia yang telah diakui oleh UNESCO, tepatnya pada tahun 1991. Candi ini memiliki 1460 relief dan 504 stupa seperti informasi dari soundofborobudur.org, hal tersebut membuat Borobudur menjadi candi terbesar di dunia. Relief yang terukir disana menggambarkan berbagai cakupan.
Relief yang ada di Candi Borobudur yang pernah usai untuk digali. Cakupan yang ada di dalamnya begitu luas diantaranya mengenai siklus kehidupan, tingkah laku, serta tipe manusia. Tak hanya tentang manusia, flora dan fauna, kehidupan sosial politik, hingga kesenian. Hal tersebut membuat Borobudur menjadi salah satu pusat pengetahuan yang akan terus digali.
Musik yang menjadi bagian dari seni pertunjukkan juga terukir dalam relief candi, contohnya pada Relief Mahakarmawibhangga. Hal ini kemudian menjadi salah satu dasar untuk menggali lagi tentang bagaimana Borobudur bercerita tentang musik, serta kemungkinan bahwa Borobudur pusat musik dunia. Sebuah gerakan bertajuk Sound of Borobudur Movement mencoba untuk menggali lebih dalam peradaban masa lampau dengan menggunakan budaya dan ilmu pengetahuan yang diintepretasikan melalui seni.
Waditra dalam Relief Mahakarmawibhangga
Panil relief sebanyak 1460 buah memenuhi sepanjang dinding Candi Borobudur, mulai dari teras ke-1 hingga teras ke-6. Terkait dengan musik, pada teras pertama dalam Relief Mahakarmawibhangga, terdapat panil relief yang menggambarkannya. Relief Karmawibhangga pada dasarnya berisi naskah Mahakarmawibhangga yang berisi tentang hukum sebab akibat. Namun demikian, terdapat 10 panil relief yang memberi gambaran mengenai berbagai instrumen musik atau disebut waditra.
Secara umum, terdapat empat jenis instrumen musik yaitu idiophone, membranphone, chordophone, dan aerophone. Keempat instrumen itu hadir dalam Relief Mahakarmawibhangga. Dua panil relief yang telah tertelaah menggambarkan musisi dengan memainkan waditra berdawai, atau dapat dikatan itu adalah jenis chordophone.
Pada panil pertama yang telah terindentifikasi terdapat dua musisi pria memainkan waditra berdawai. Seorang memainkan waditra berdawai dengan resonator gemuk dan leher lurus panjang. Seorang lagi memainkan yang waditra dengan resonator gemuk, namun bagian lehernya menyerong ke kanan dan berbentuk gelung. Terdapat pula seorang wanita yang sedang memukul simbal dengan ukuran berdiameter besar. Â Visualisasinya menggambarkan adanya sebuah pertunjukan musik yang sedang disaksikan oleh kalangan bangsawan, sehingga musik yang dimainkan bernuansa lembut.
Semua informasi mengenai Relief Mahakarmawibhangga ini dijelaskan dalam website soundofborobudur.org, begitu pula dengan informasi mengenai telaah pada panil kedua. Visualisasi yang tergambar dalam panil kedua ini adalah seorang pria dengan posisi bersila memainkan waditra berdawai dengan bentuk resonator langsih dengan leher pendek. Lingkungan penyajian pertunjukkan musik itu digambarkan berada di luar keraton, kemungkinan di lingkungan rakyat biasa.
Relief memang bukan seperti foto yang memotret gambar nyata saat sesuatu terjadi. Namun, ukiran yang ada di dalamnya tentu memiliki falsafah. Ukiran-ukiran yang ada di dalamnya bercerita tentang apa yang terjadi pada kehidupan masa itu. Visualisasi dalam Relief Mahakarmawibhangga merupakan bukti bahwa salah satu peradaban musik dunia pernah ada.