Mohon tunggu...
Maharani Ayuanindita
Maharani Ayuanindita Mohon Tunggu... -

blessed and bizarre / in the middle of finding out life, and who I really am

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Jaka Tarub dan Tanabata: Cinta Ekstraterestrial Penuh Petaka

30 November 2014   19:55 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:26 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Legenda. Siapa yang membuatnya dan bagaimana hal tersebut menjadi begitu marak? Pencipta legenda tidak lain adalah manusia sendiri, dengan akalnya dan kapabilitas berpikirnya sehingga mereka dapat menciptakan suatu kisah yang menarik, kemudian dengan mudahnya menyebar hingga akhirnya dianggap dan dipercayai oleh masyarakat luas tanpa memastikan validitasnya. Legenda biasanya berhubungan dengan hal-hal mistis; hal-hal yang kerap menarik perhatian khalayak sejak dulu hingga sekarang. Hal tersebutlah yang mendukung popularitas legenda; masyarakat menganggap bahwa apapun yang dikisahkan di dalam legenda tersebut adalah nyata atau berkemungkinan besar untuk terjadi karena didasari oleh kepercayaan yang kuat atas adanya hal-hal ataupun makhluk-makhluk mistis. Manusia begitu menggemaskan, bukan?

Kebetulan adalah hal yang lazim terjadi dalam kasus berkreasi atau memproduksi sesuatu; seperti dalam pembuatan cerita, gambar, dan lain-lain. Maka tak heran apabila terdapat beberapa kesamaan antar cerita yang berbeda, yang berasal dari tempat yang lain dan ditulis oleh penulis yang lain pula. Dalam tulisan saya kali ini, saya akan membahas dua legenda yang berbeda, namun memiliki beberapa kesamaan.

Siapa yang tidak mengenal tokoh cerita rakyat Jawa yang bernama Jaka Tarub, seorang pemuda gagah yang diceritakan memiliki kesaktian itu? Untuk pembaca yang belum pernah mendengar kisahnya, saya akan sedikit menceritakan kembali kisah tersebut berdasarkan salah satu versi yang saya baca (namanya juga legenda, pasti terdapat berbagai versi karena tidak adanya bukti versi asli kisah tersebut). Jaka Tarub sering keluar masuk hutan untuk berburu dan menimba ilmu. Suatu hari, ketika bulan purnama, ia memasuki hutan. Dari kejauhan, sayup-sayup ia mendengar suara wanita-wanita yang sedang bercanda. Penasaran, Jaka Tarub pun mecari sumber suara tersebut, hingga ia menemukan sebuah danau yang sangat indah yang terletak di tengah hutan. Di danau tersebut terdapat tujuh orang wanita cantik sedang mandi dan bercanda. Dengan mengendap-endap, Jaka Tarub mendekat dan menemukan pakaian ketujuh wanita teserbut yang tergeletak berserakan. Kemudian ia pun mencuri salah satunya dan menyembunyikannya. Rupanya, ketujuh wanita tadi adalah bidadari. Saat mereka hendak kembali ke khayangan, salah satu dari mereka merasa kehilangan bajunya. Bidadari itu bernama Nawang Wulan. Akibatnya, ia ditinggal oleh keenam bidadari lainnya yang terbang menuju khayangan. Nawang Wulan pun menangis tersedu-sedu. Ia pun bersumpah, “Bila ada yang menemukan pakaian dan kainku, bila laki-laki akan kujadikan suami dan bila perempuan akan kujadikan saudara.” Tergiur oleh ucapan sang bidadari, Jaka Tarub pun mengembalikan kain yang tadi ia curi, namun tetap menyembunyikan pakaiannya agar bidadari cantik itu tidak bisa kembali ke khayangan dan meninggalkannya. Nawang Wulan pun memenuhi sumpahnya dan menikah dengan Jaka Tarub. Sejak menikah, mereka hidup berkecukupan. Panennya melimpah dan lumbung selalu dipenuhi oleh padi tanpa pernah kekurangan sekalipun. Mereka dikaruniai seorang anak dan hidup bahagia. Namun, setelah beberapa lama hidup bersama, timbullah rasa penasaran Jaka Tarub. Setiap hari ia beserta keluarganya selalu makan nasi, namun herannya lumbung selalu tidak pernah berkurang seolah tidak disentuh oleh siapapun. Suatu hari, ketika Nawang Wulan hendak pergi ke sungai, ia berpesan kepada Jaka Tarub untuk menjaga tungku api di dapur, namun melarangnya untuk membuka tutup periuk. Jaka Tarub menuruti perintah istrinya, namun rasa penasarannya mendorongnya, alhasil ia pun membuka tutup periuknya. Kagetnya ia hanya menemukan satu butir beras, yang ternyata hanya dibutuhkan Nawang Wulan untuk mencukupi kebutuhan keluarga mereka dalam sehari. Ketika Nawang Wulan pulang dan membuka tutup periuk, ia marah karena ia hanya menemukan sebutir beras di dalamnya. Ia marah sekaligus kecewa karena suaminya telah melanggar perintahnya. Ia sedih karena sejak saat itu ia harus memasak nasi seperti manusia biasa; menumbuk padi menjadi beras kemudian dinanak menjadi nasi. Akibatnya, karena dipakai terus menerus, padi di lumbung JakaTarub pun semakin berkurang, sementara musim panen belum tiba. Suatu hari, ketika Nawang Wulan hendak mengambil padi, ia melihat seonggok kain yang tersembul di balik tumpukan padi. Ia pun mengambil dan menyimaknya, barulah ia sadar bahwa itu adalah pakaian bidadarinya. Rupanya selama ini Jaka Tarub-lah yang mengambil dan menyembunyikannya. Nawang Wulan kemudian mengenakan pakaian bidadarinya, mengambil selendangnya, dan berpamit kepada suaminya. Ia meminta Jaka Tarub untuk menjaga anak mereka baik-baik. Jaka Tarub memohon agar Nawang Wulan tetap tinggal bersamanya, namun takdir berkehendak untuk bidadari itu segera kembali ke khayangan. Seperginya Nawang Wulan, Jaka Tarub pun menangis penuh sesal.

Siapa sangka ternyata legenda ini memiliki kemiripan dengan sebuah cerita dari Prefectur Kagawa, Jepang yang berjudul “Tanabata”? Kisah ini menceritakan tentang seorang petani biasa bernama Kengyu yang hidup di sebuah desa kecil berabad-abad yang lalu. Ia adalah pemuda yang jujur dan pekerja keras. Suatu hari, dalam perjalanan pulang seusai bekerja, ia menemukan sehelai jubah yang indah sekali. Ia kemudian memasukkan jubah indah itu kedalam tasnya dan berjalan pergi. Tiba-tiba, ia mendengar sebuah suara merdu yang memintanya untuk mengembalikan jubah yang tadi dipungutnya. Kengyu pun terkesima melihat sumber suara tersebut yang merupakan seorang gadis tercantik yang pernah dilihatnya. Gadis tersebut bernama Orihime, yang mengklaim bahwa dirinya adalah seorang putri dari khayangan. Ia telah turun ke bumi untuk mandi di sungai dan tanpa jubah itu ia tak dapat kembali ke khayangan. Kengyu pun menolak mengembalikan jubah itu, dan Orihime pun menangis. Karena Orihime sudah tidak bisa kembali ke khayangan, Kengyu menawarkannya untuk tinggal bersama. Orihime pun setuju dan tak lama kemudian mereka menikah dan hidup berbahagia. Suatu hari, ketika Orihime sedang membersihkan rumah, ia menemukan jubahnya terjepit di kayu penahan atap rumah mereka. Orihime merasa marah dan mengambil jubah itu. Ia pun mengenakannya dan menunggu Kengyu untuk pulang kerja. Sesampainya di rumah, Kengyu mulai menangis seraya memohon Orihime yang mulai melayang meninggalkan bumi. Orihime pun berkata kepada suaminya, “Jika kau benar mencintaiku, anyamlah seribu pasang sandal yang terbuat dari jerami dan kuburkanlah sandal-sandal itu di sekitar pohon bambu yang tumbuh di kebun kita. Jika kau melakukan hal yang kukatakan tadi, maka kita pasti akan bertemu kembali.” Melihat istrinya yang lenyap hilang ke khayangan, Kengyu pun mulai menganyam sandal hingga ia berhasil menyelesaikannya. Ia menguburkannya di sekitar pohon bambu, persis seperti yang diperintahkan Orihime. Tiba-tiba pohon bambu tersebut bertambah sangat besar dan tingi hingga hampir menyentuh langit, namun tidak mencapai pintu khayangan. Barulah Kengyu sadar bahwa ia hanya membuat 999 pasang sandal saking inginnya ia bertemu dengan Orihime. Ia pun tidak bisa masuk, maka ia meneriakkan nama istrinya berulang kali. Orihime mendengar teriakan Kengyu dan ia pun menarik suaminya naik ke khayangan. Mereka pun sangan bahagia karena bisa saling bertemu. Sayangnya, ayah Orihime tidak menyukai Kengyu. Beliau tidak suka putrinya menikahi manusia biasa. Dengan harapan memisahkan anaknya dengan suaminya, beliau memberikan Kengyu tugas yang berat. Beliau memerintahkan Kengyu untuk menjaga ladang melon milik para dewa selama tiga hari dan tiga malam. Orihime yang mendengar sabda ayahnya diam-diam menemui Kengyu untuk memberi petunjuk. Orihime berkata bahwa ladang akan sangat panas dan Kengyu akan menjadi sangat haus, namun ia melarang Kengyu untuk memakan buah melon dari ladang, atau sesuatu yang buruk akan terjadi. Kengyu pun berjanji untuk menuruti perintah istrinya. Namun, pada hari ketiga, Kengyu tak kuasa menahan hausnya. Alhasil, ia membelah salah satu melon dari ladang dan air mengucur deras dari buah tersebut. Air itupun membentuk sebuah sungai dan muncul sebuah kekuatan yang menarik Kengyu kembali ke bumi. Ia tidak bisa kembali ke khayangan lagi dan Orihime menjadi sangat sedih. Ia pun memohon kepada ayahnya agar dipersatukan lagi dengan suaminya. Merasa iba pada anaknya, ayah Orihime pun mengizinkannya untuk bertemu Kengyu satu kali dalam setahun, yaitu pada malam hari tanggal 7 Juli. Orihime dan Kengyu kemudian menjelma menjadi bintang di langit, yaitu bintang Vega dan Altair. Setiap tanggal 7 Juli pada malam harinya, kedua bintang ini akan bersinar dengan terang dan indah dan saling bertemu di gugusan bimasakti. Gugusan bimasakti ini merupakan sungai yang diciptakan oleh ayah Orihime.

Setelah membaca kedua kisah diatas, pasti pembaca menemukan beberapa kesamaan bukan? Berikut adalah kesamaan-kesamaan yang dapat ditemukan dalam kedua cerita di atas:


  1. Tokoh utamanya adalah seorang laki-laki lajang yang tinggal di bumi. Mereka nantinya sama-sama menemukan seorang wanita cantik.
  2. Tokoh utama perempuannya sama-sama berasal dari khayangan.
  3. Kedua tokoh laki-laki pada masing-masing cerita mengambil dan menyembunyikan pakaian milik wanita cantik yang mereka temukan.
  4. Pada kedua cerita, kedua tokoh utamanya saling menikah.
  5. Tokoh utama wanita di setiap cerita akhirnya menemukan pakaian mereka yang disembunyikan oleh suami masing-masing.
  6. Kedua tokoh laki-laki sama-sama melanggar perintah istri mereka yang mengakibatkan sebuah petaka.


Nah, setelah menganalisa kedua legenda diatas, mungkin beberapa dari kalian (termasuk saya sendiri berandai, “Mengapa kedua cerita ini begitu mirip?” Apakah ini hanya ketidaksengajaan belaka atau terjadi sebuah bentuk plagiarisme? Entah apapun yang terjadi, kedua kisah ini telah menjadi bagian dari aset setiap daerah dan tidak ada yang bisa disalahkan atas kesamaan yang terjadi.

Sumber:

ramaiberbagi.blogspot.com/2012/06/legenda-jaka-tarub-vs-tanabata.html?m=1

m.kompasiana.com/post/read/706723/1/legenda-jaka-tarub-dan-tanabata.html

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun