Mohon tunggu...
Ayu Mellisa
Ayu Mellisa Mohon Tunggu... mahasiswa -

art lover, music maniac, philosophy seeker, beatlemania, out of the box

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ketika Anak Jalanan Bermimpi Masuk UI...

2 Januari 2011   10:16 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:02 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada malam tahun baru 2011 ini saya mendapatkan “pukulan” keras dari kehidupan yang selama ini saya anggap biasa-biasa saja. Pukulan ini menjadi semacam resolusi tahun baru yang belum saya rancang sama sekali. Resolusi ini sekaligus menyadarkan saya bahwa hidup harus diperjuangkan dan tidak ada yang “biasa-biasa” saja di kehidupan ini.

Pukulan ini saya dapat ketika saya memutuskan untuk menghabiskan tahun 2010 di sebuah sekolah gratis bagi anak jalanan di daerah Depok. Saat itu saya mengikuti sebuah acara yang dibuat oleh teman-teman saya dari sekolah politik, KIBAR, tempat dimana saya belajar politik. Acara ini melibatkan anak-anak yang bersekolah di “sekolah rakyat” tersebut. Awalnya saya tidak begitu tertarik karena saya sama sekali gak ngerti konsep acara yang ditawarkan. Tapi berhubung saya tidak ada alternatif yang lebih menarik, saya turut bergabung dalam acara tersebut.

Sampai di lokasi, saya langsung pesimistis dan takut sendiri. Jujur saja, saya tidak begitu menyukai anak kecil dan tidak tahu bagaimana harus menghadapi tingkah polah anak kecil yang kadang membuat saya kesal. Terlebih lagi saya belum punya pengalaman dalam berkumpul bersama anak-anak jalanan, dalam massa yang besar pula. Saat itu saya merasa menjadi domba hilang di tengah serigala. Untung saja, saya bersama teman-teman saya yang mempunyai “lebih banyak pengalaman” mengatasi anak kecil.

[caption id="attachment_81291" align="aligncenter" width="300" caption="Temen-temen baru saya :-)"][/caption]

Kemudian saya berpikir, bagaimana kalau saya mencoba untuk berbaur? Siapa tahu saya bisa menghilangkan phobia saya pada anak kecil dan oke...saya mulai tahu caranya. Saya memutuskan untuk duduk di tengah-tengah anak laki-laki yang sedang bercanda. Walaupun merasa sedikit garing, saya melemparkan candaan-candaan yang ternyata ditanggapi oleh mereka. Keadaan mengalir dengan baik sampai ada masalah muncul.

Konflik terjadi pada 2 anak, saya sendiri gak ngerti akar permasalahan mereka tapi pertentangan ini sedikit membuat saya shock! Tampaknya salah satu dari mereka tersinggung dan bagaiman ia marah sangat menakutkan. Ia menatap si oposisinya itu lekat-lekat, tanpa berkedip dan dalam waktu yang sangat lama. Ia gak mau dibujuk sama sekali, diajak ngobrol gak nanggepin, dan bahkan tangan-tangan yang berusaha menengahi ditepis keras-keras. Melihat itu, saya menyadari betapa kerasnya kehidupan anak jalanan. Gak heran jika sifat mereka keras karena begitu banyak ditempa masalah yang sebenarnya terlalu berat dan bukan kapasitas mereka. Bahkan sifat pendendam tampaknya tertanam sejak mereka kecil. Bukan kabar yang baik bagi generasi penerus kita.

[caption id="attachment_81290" align="aligncenter" width="302" caption="Optimis dan bahagia"]

12939618781453968988
12939618781453968988
[/caption] Tetap semangat, ya!
1293962170574887386
1293962170574887386

Akan tetapi ternyata ada hal yang benar-benar memukul saya. Ada anak-anak yang begitu sopan dan baik ketika kita bisa bersikap baik pada mereka. Mereka tidak segan-segan untuk meminta maaf ketika melakukan kesalahan kecil yang kadang kita sendiri tidak sadar kalau kesaalahan itu terjadi. Selain itu saya melihat hal yang sanga saya cari dalam hidup, optimisme dan mimpi.

Optimisme itu terlihat kala mereka mau bercerita tentang mimpi-mimpi mereka. Mereka juga bercerita betapa senangnya mereka dapat belajar. Ketika itu saya bercakap-cakap dengan seorang anak jalanan bernama Aldi. Ia adalah seorang anak yang menyenangkan untuk diajak bercerita. Kami kemudian saling bercerita mengenai kegemaran kami, membaca. Betapa senangnya anak kelas 1 SMP itu suka komik Naruto. Saya pun berjanji kelak akan membawakan ia komik Jepang tersebut. Selain itu ia juga bercerita bahwa ia belajar banyak hal di sekolahnya, matematika, bahasa inggris, fisika, biologi, dan lain-lainnya. Yang lebih membuat saya kaget adalah ketika ia dengan tegas mengungkapkan cita-citanya untuk masuk UI (Universitas Indonesia). Pernyataan itu ia ungkapkan dengan tegas dan penuh kepercayaan diri. Cita-cita itu begitu tertanam pada dirinya dan ia percaya bisa mewujudkannya tanpa memedulikan semua permasalahan yang membelitnya.

Aldi, the optimistic one!

1293962845258682790
1293962845258682790

Saya sangat terharu akan hal tu dan menyadari bahwa saya begitu diberikan banyak anugrah tapi terlalu mengabaikan itu semua. Saya diberikan begitu banyak kesempatan dan kemudahan, tapi saya tidak membangun optimisme saya justru membunuhnya dengan kalah begitu saja pada masalah-masalah kecil dalam hidup. Dan mimpi-mimpi saya mati begitu saja ditengah jalan karena kelemahan saya pada, ketidak-yakinan. Rasa syukur langsung mengalir melihat anak-anak jalanan itu bermimpi. Bahwa hidup adalah mimpi yang harus diwujudkan dan tiada hal yang biasa dalam hidup karena kita bisa membuat semua hal menjadi luar biasa.

Ketika anak jalanan bermimpi masuk UI, saya beresolusi: saya bisa mewujudkan mimpi-mimpi saya dengan cara yang luar biasa!

[caption id="attachment_81302" align="aligncenter" width="400" caption="Here's our crew!"]

12939632061745095744
12939632061745095744
[/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun