Mohon tunggu...
Ayu Anzela
Ayu Anzela Mohon Tunggu... -

Guru matematika

Selanjutnya

Tutup

Catatan

2015 : Jembatan Ampera

6 April 2015   10:16 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:29 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Palembang adalah ibukota provinsi sumatera selatan. Kota ini dilalui oleh sungai musi sehingga membagai wilayahnya menjadi dua yaitu Seberang Ulu dan Seberang Ilir. Untuk menghubungkan kedua wilayah tersebut maka perlu dibangun jembatan sebagai sarana transportasi. Menurut sejarah jembatan yang menghubungkan Seberang Ulu dan Seberang Ilir ini sempat dinamai Jembatan Bung Karno. Karena Jembatan ini merupakan hadiah Bung Karno bagi masyarakat Palembang yang dananya diambil dari dana rampasan perang Jepang. Akan tetapi, setelah terjadi pergolakan politik pada tahun 1966 nama jembatan itu pun diubah menjadi Jembatan Ampera. Nama Ampera yang berarti Amanat Penderitaan Rakyat, dirasa lebih sesuai dengan selogan bangsa Indonesia pada era 60 an.

Pembangunan jembatan ini dimulai pada bulan April 1962 mendatangkan tenaga ahli langsung dari Jepang. Bangunan Jembatan ini memiliki Panjang : 1.117 m (bagian tengah 71,90 m), Lebar : 22 m, Tinggi : 11.5 m dari permukaan air, Tinggi Menara : 63 m dari permukaan tanah, Jarak antara menara : 75 m dan Berat : 944 ton. Pada awalnya, bagian tengah badan jembatan ini bisa diangkat ke atas agar tiang kapal yang lewat dibawahnya tidak tersangkut badan jembatan. Bagian tengah jembatan dapat diangkat dengan peralatan mekanis, dua bandul pemberat masing-masing sekitar 500 ton di dua menaranya. Kecepatan pengangkatannya sekitar 10 meter per menit dengan total waktu yang diperlukan untuk mengangkat penuh jembatan selama 30 menit. Pada saat bagian tengah jembatan diangkat, kapal dengan ukuran lebar 60 meter dan dengan tinggi maksimum 44,50 meter, bisa lewat mengarungi Sungai Musi. Bila bagian tengah jembatan ini tidak diangkat, tinggi kapal maksimum yang bisa lewat di bawah Jembatan Ampera hanya sembilan meter dari permukaan air sungai.

Sejak tahun 1970, Jembatan Ampera sudah tidak lagi dinaikturunkan. Alasannya, waktu yang digunakan untuk mengangkat jembatan ini, yaitu sekitar 30 menit, dianggap mengganggu arus lalu lintas antara Seberang Ulu dan Seberang Ilir, dua daerah Kota Palembang yang dipisahkan oleh Sungai Musi. Alasan lain karena sudah tidak ada kapal besar yang bisa berlayar di Sungai Musi. Pendangkalan yang semakin parah menjadi penyebab Sungai Musi tidak bisa dilayari kapal berukuran besar. Sampai sekarang, Sungai Musi memang terus mengalami pendangkalan .Pada tahun 1990, dua bandul pemberat untuk menaikkan dan menurunkan bagian tengah jembatan, yang masing-masing seberat 500 ton, dibongkar dan diturunkan karena khawatir jika sewaktu-waktu benda itu jatuh dan menimpa orang yang lewat di jembatan. Jembatan Ampera pernah direnovasi pada tahun 1981, dengan menghabiskan dana sekitar Rp 850 juta. Renovasi dilakukan setelah muncul kekhawatiran akan ancaman kerusakan Jembatan Ampera bisa membuatnya ambruk. Bersamaan dengan eforia reformasi tahun 1997, beberapa onderdil jembatan ini diketahui dipreteli pencuri. Pencurian dilakukan dengan memanjat menara jembatan, dan memotong beberapa onderdil jembatan yang sudah tidak berfungsi. Warna jembatan pun sudah mengalami 3 kali perubahan dari awal berdiri berwarna abu-abu terus tahun 1992 di ganti kuning dan terakhir di tahun 2002 menjadi merah sampai sekarang.

Seiring dengan semakin padat jumlah penduduk kota Palembang dan bertambahnya pemukiman di daerah Seberang Ulu, seharusnya diimbangi juga dengan pembangunan sarana transportasi khususnya jembatan. Karena Palembang adalah kota yang diterdiri dari dua daratan yang terpisah oleh Sungai Musi. Kapasitas Jembatan Ampera sebagai sarana penghubung antara dua daratan ini dirasakan kurang. Hampir setiap waktu terjadi kemacetan di atas jembatan ini. Bahkan pada jam – jam tertentu kemacetan parah terjadi di atas Jembatan Ampera yang merupakan kebanggaan warga Palembang. Tentunya kemacetan tersebut sangat menghambat mobilitas warga kota. Jembatan ibarat urat nadi perekonomian bagi kota Palembang. Jembatan adalah sarana penghubung vital yang sangat diperlukan oleh Palembang saat ini. Warga Palembang sempat bernapas lega ketika membaca berita di Koran mengenai proyek pembangunan jembatan musi III dan IVuntuk mengurangi kemacetan di atas Ampera, berita tersebut ibarat angin segar buat warga yang sangat mengandalkan jembatan sebagai sarana penghubung. Namun hingga saat ini berita tersebut belum terealisasi. Ketika melewati jembatan Ampera, terkadang ada perasaan was – was Jembatan ini akan ambruk akibat kemacetan yang semakin "menjadi" diatasnya. Palembang sangat memerlukan jembatan, Jembatan yang ada seperti Jembatan Ampera, Jembatan Musi II dan Jembatan Kembaran Musi II dirasa masih kurang karena perkembangan kota Palembang yang begitu pesat beberapa tahun belakangan ini. Oh Palembangku,, Oh Sungai Musiku ,,, Kapankah jembatan - jembatan gagah lainnya akan segera terealisasi?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun