Mohon tunggu...
Ayu Lestari
Ayu Lestari Mohon Tunggu... Penulis - Nama : Ayu Lestari

Mahasiswa_Fakultas Tarbiyah_STAI AL-HIDAYAT LASEM

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal

Revolusi Mental Vs Sampah Masyarakat di Kota Lasem

1 Oktober 2022   13:27 Diperbarui: 1 Oktober 2022   13:29 473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lasem sekarang menjadi daya tarik sendiri di Kabupaten Rembang. Alih-alih bukan hanya sekedar kota wali semata, namun sekarang julukan untuk Lasem bertambah satu, yakni Kota Pusaka. Pusaka merupakan benda atau alat yang dipercayai membawa nilai kekeramatan tersendiri entah itu berbentuk keris, situs kuno, rumah kuno, dan lain-lain. Jika digabungkan, kota pusaka yaitu kota yang didalamnya terdapat kawasan cagar budaya yang melimpah. Dan pastinya cagar budaya tersebut terdapat nilai estetikanya tersendiri.

Tepat di tahun ini, Lasem bisa dikatakan beralih status menjadi kota pusaka. Walaupun demikian, banyaknya gejolak dan perselisihan yang menjadi bumbu ketegangan selama masa pembangunan arsitektur kota pusaka.

Oleh karena itu, adapun beberapa perubahan yang muncul pada masyarakat Lasem, diantaranya:

a. Revolusi Mental

Revolusi yang sering kita jumpai, merupakan perubahan yang sangat signifikan dari satu sistem lama menuju sistem yang terbaru. Mental lama, menuju mental yang baru. Apa maksud dari revolusi mental itu sendiri? Yakni seperti pembaruan mental bagi masyarakat Lasem dalam berfikir, memahami, menelaah, dan bertindak.

Namun sejauh ini, warga Lasem masih belum bisa maksimal dalam menanggapi perubahan kota pusaka. Shock culture yang mungkin masih harus adaptasi dan mempelajari secara bertahap.

Nah kui mental, selain pembangunan fisik. Pembangunan mental warga Lasem kudu di galakkan. Ya gerakan-gerakan apapun sekecil perda peraturan RT desa Karangturi konangan

b. Sampah Masyarakat

Julukan ini sudah tidak asing lagi di telinga warga negara Indonesia. Sampah masyarakat disini memang memberikan efek yang tidak baik bagi visual kota pusaka yang dimanfatkan hanya untuk bermesum ria di malam hari dan kegiatan yang tidak berfaedah. Ada pun segerombolan anak punk yang sering meresahkan warga. Anak punk tersebut hadir di setiap malam di sepanjang jalan trotoar kota pusaka Desa Karangturi, Lasem dan sekitarnya.

Walaupun begitu, ada pula sisi positif yang tertuang. Seperti pesatnya perkembangan market dan fashion show yang ada di Desa Karangturi, Lasem. Yang mana itu bisa menjadi kekuatan utama yang terbesar bagi potensi Lasem yang dijadikan sebagai kota pusaka.

Tapi sisi lain, semisalnya saja jangan sampai antar pihak saling tumpang tindih untuk kepentingan dan persaingan pasar, seperti contohnya pada perusahaan batik yang kecil. Pemerintah Kabupaten Rembang bersama-sama membantu.Tidak peduli apakah sektornya sudah besar atau masih kecil. Jadi senantiasa bahu-membahu mengadakan fashion show soalnya mereka juga punya signature sendiri motif, karya, dan lain-lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun