Bukan Indonesia namanya kalau tidak bisa menghadirkan terobosan dan timbulnya konflik sesuai dengan isu-isu yang terhangat. Berbagai sudut pandang penilaian warganya yang menorehkan berbagai macam respon serta umpan balik yang menurutnya tidak senada dengan keputusan dari penguasa atau pejabat pemerintahan. Belum selesai dengan isu yang masih hangat untuk disantap dan digarap, muncul satu persatu inovasi yang membuat jari-jari warga ikut berpartisipasi dan berkontestasi lewat kebijakan yang mereka lakukan.Â
Indonesia yang kaya berdasarkan masing-masing bidangnya, salah satunya dari segi sektor ekonomi yang melibatkan UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) didalamnya. Ngomong-ngomong soal UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah), rasanya belum lengkap kalau belum ada label halal yang melekat pada produk tersebut, baru-baru ini negara kita yang tercinta, Indonesia melakukan inovasi logo halal dengan sedemikian rupa. Menobatkan serta menghadirkan filosofi berbentuk gunungan wayang, khat kufi, dan corak warna ungu yang menawan hati dan jiwa. Berbicara soal gunungan pada wayang kulit yang berbentuk kerucut tersebut dijelaskan bahwanya itu melambangkan suatu kehidupan manusia. Mengapa demikian? karena, semakin tinggi ilmu dan usia manusia harus dapat mengkerucutkan "golong gilig" yang berarti menyatukan jiwa, rasa, cipta, dan karsa dalam kehidupan agar senantiasa dekat dengan tuhan yang maha satu.
Lanjut, kita bahas mengenai Khat Kufi. Apa sih Khat Kufi itu? sampai-sampai dipergunakan sebagai bentuk logo halal di Indonesia pada tahun 2022 ini? Secara definisi, Khat Kufi ialah bentuk kaligrafi arab yang paling tua yang lahir pada abad ke-7 tepatnya di Kufah dan Irak serta, bentukan khas dari Khat Kufi ini diantaranya hitam, kaku, tegak, dan agak condong ke kanan. Â Sementara warna ungu, menurut saya warna itu melambangkan suatu keteduhan, kesatuan, ketentraman, menyatukan lahiriyyah dan batiniyyah manusia.
Tapi lagi-lagi, pro kontra itu terjadi. Pasalnya Kementerian Agama (Kemenag) memperbarui logo halal yang berupa gundukan gunungan wayang yang identic berwarna ungu dengan khas Khat Kufi. Hal ini menjadi percikan kontroversi sekaligus dukungan bagi pihak yang terkait. Dari kedua organisasi keagamaan dan kemasyarakatan, Nahdlatu Ulama' (NU) dan Muhammadiyyah tidak mempersoalkan perubahan logo halal tersebut, akan tetapi dari majelis ulama aceh sendiri, bersikeras untuk menolak pemakaian logo halal yang telah disahkan oleh kementerian agama (Kemenag). Apa yang yang membuat pemerintahan wilayah Aceh enggan menerima logo tersebut? Mari kita simak baik-baik.
Aceh yang terkenal dengan julukan kota serambi mekah ini memang sedari dulu sering membuat peraturan-peraturan sendiri tanpa menuruti semua peraturan yang ditetapkan dari pemerintahan pusat, termasuk dari prahara ini majelis permusyawaratan ulama aceh tidak akan menggunakan logo halal yang terbaru guna pelabelan produk umkm yang ada di provinsi aceh.
Karena, Aceh menobatkan dengan mengkiblatkan kepemilikan kewenangan untuk menetapkan cap halal berdasarkan qanun nomor 8 tahun 2016 tentang jaminan produk halal. Sifat independensi yang telah melekat dari warga aceh merasa tidak perlu untuk selalu menuruti peraturan pemerintah yang sedemikian rupa. Tapi, menteri agama kita, Yaqut Cholil Qoumas menyatakan pengesahan logo tersebut sudah berstandar nasional, secara otomatis logo halal yang sebelumnya tidak akan terpakai kembali. Kalau begitu, jika masyarakat di Provinsi Aceh tetap mempertahankan untuk memakai logo halal yang sebelumnya, apakah pelaku UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) Â masih bisa memperjualbelikan produknya jika pemasaran produk itu disebarluaskan di luar wilayah Aceh? bagaimana menurutmu terkait hal ini?
Jika disinggung kembali, berdasarkan surat keputusan yang telah disahkan di Jakarta, pada tanggal 10 Februari 2022 ditandatangani oleh kepala BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal) berdasarkan keputusan kepala BPJPH Nomor 40 Tahun 2022 tentang penetapan label halal oleh Muhammad Aqil Irham. Pola sinergi BPJPH dan MUI dalam sertifikasi halal yang tercantum pada Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 dan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021. Diantaranya BPJPH tidak bisa mengeluarkan Sertifikat Halal kalau tidak ada ketetapan halal dari MUI melalui sidang fatwa, ketetapan halal berarti pemenuhan aspek hukum agama syariah islam, sedangkan Sertifikat Halal ialah bentuk pengadministrasian hukum agama ke dalam hukum negara, label halal Indonesia bisa dicantumkan dalam kemasan produk setelah mendapat sertifikat halal dari BPJPH. walaupun kita tahu, pemaparan pernyataan dari Sekjen MUI (Majelis Ulama Indonesia) bahwa logo halal yang lama masih berlaku sampai tenggat waktu pada tahun 2026. Tapi, pemaparan diataskurang lebih dapat menjawab hubungan antara BPJPH dan MUI.
Kalau dipikir-pikir, logo halal yang terbaru ini sangat mewakili corak Indonesia yang kental dengan budaya lokalnya, yakni wayang. Walaupun sebenarnya budaya di Indonesia bukan hanya wayang saja, akan tetapi ciri khas inilah yang membedakan negara kita dengan negara lain tanpa meninggalkan konotasi tulisan arab didalamnya. Walaupun sebenarnya banyak pihak yang menyayangkan tindakan pihak Kementerian Agama (Kemenag) yang memberi keputusan terkait launchingnya logo halal tersebut dengan meletakkan khas budaya jawa, yakni gunungan wayang kulit. Mengingat kritisnya kepemilikan warga negara dengan kelestarian budaya lokal yang dimilikinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H