Mohon tunggu...
Ayu Safira
Ayu Safira Mohon Tunggu... Akuntan - Mahasiswa

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aku dan Takdir-Nya

28 Januari 2019   09:05 Diperbarui: 28 Januari 2019   09:11 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kurasakan sinar mentari masuk menusuk mataku melalui jendela. Suara musik korea yang terdengar juga sangat mengganggu, tidak menyenangkan seperti biasa. Aku mencoba membuka mataku walaupun berat dan mencari sumber suara. Ternyata berasal dari handphoneku, dan saat ku lihat sudah jam 7 pagi. AKU TELAT! Aku bergegas bangun dan mandi sambil menggerutu "Kenapa ibu tidak membangunkanku sih?".

Setelah rapi, aku langsung turun menuju ruang makan. Di sana ada ibu dan adikku. Ayahku sudah berjalan menuju mobil. Aku hanya duduk sebentar untuk minum susu, lalu beranjak dari dudukku dan mengambil sepotong roti. "Habiskan dulu makananmu, nanti kamu lapar gak bisa jawab soal deh!" kata ibu. Ya memang hari ini aku ujian, UNBK yaitu Ujian Nasional Berbasis Komputer. 

"Aku sudah telat, siapa suruh ibu tidak membangunkanku?" jawabku sambil berjalan keluar pintu. "Ibu sudah membangunkanmu, kamu saja yang susah dibangunin." kata ibu agak teriak dari dalam rumah. Aku berjalan ke mobil dengan handphone dan sepotong roti di tangan. Kalau kata temanku, "Sekarang tuh zamannya makanan di tangan kanan, handphone di tangan kiri, dan jodoh masih di tangan tuhan." Aku selalu tertawa jika mendengarnya. Oh ya, namaku Bella Belisha. Aku kelas 12 jurusan IPA di SMA Negeri 8 Jakarta.

Pagi ini aku berangkat ke sekolah diantar oleh ayah, karena sopir yang biasa mengantarku tidak masuk kerja. Di mobil ayah bilang, "Nak, setelah lulus kamu harus kuliah ya,". "Aku memang mau kuliah, yah," jawabku. "Bagus, ayah sudah memilihkan tempat kuliah untukmu." Aku diam mendengarkan. "Mengapa ayah yang memilih? 'kan aku yang mau kuliah." bisikku dalam hati. Aku tidak menanggapi ayah karena aku pikir pasti ayah akan memilihkan universitas terbaik untukku.

Sesampainya di sekolah aku mencium tangan ayah dan turun dari mobil. Aku langsung berlari kencang menuju kelas. Untung saja ujian belum dimulai. Empat hari berlalu, ujianku telah selesai. Aku optimis saja pada hasilnya karena aku merasa sudah belajar dengan maksimal. Teman-temanku langsung membicarakan kampus yang ingin ditujunya. "Aku mau masuk UI, nanti aku akan daftar SIMAK UI." kata Dila. "Aku mau daftar SBMPTN, aku mau masuk IPB atau ITB." kata Tya. Diikuti oleh semua temanku yang menyebutkan kampus impiannya. Aku hanya diam. Aku memikirkan pembicaraanku dengan ayah tentang kampus pilihannya.

Setelah itu aku pulang. Pulang sekolah aku hanya berdiam diri di kamar dan menonton drama korea. Malamnya aku baru keluar kamar untuk makan malam. Saat makan, Ayah membicarakan masalah kuliahku, "Nak, ada kampus di Depok, Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI namanya, kamu kuliah disana saja ya." Aku hampir tersedak mendengarnya. "Apa tuh, yah? Aku baru dengar namanya. Gak terkenal ya?" kataku. 

"Kuliah gak harus di tempat terkenal nak, lebih bagus kalau kamu kuliah disana dan bisa membuat kampus itu terkenal." "Aku gak mau yah, aku mau daftar SBMPTN bareng teman-temanku, aku mau kuliah di kampus negeri, gak mau di kampus swasta. Apalagi tuh namanya? SEBI? Aku aja gak pernah denger, ekonomi islam lagi, bukan aku banget yah. Aku gak mau." jawabku dengan nada kesal. "Pokoknya ayah mau kamu kuliah disana." jawab ayahku kukuh. 

Aku kesal, aku langsung pergi ke kamar. Tidak sadar aku juga menutup pintu dengan keras, yang aku saja dibuat kaget karenanya. Aku menangis sejadinya. Aku berpikir ayahku akan memilihkan kampus yang bagus, lagipula 'kan aku yang mau kuliah, bukan ayah. Aku yang akan menjalani semuanya. Aku heran kenapa ayah seperti itu, karena biasanya ayah tidak pernah mengaturku. Ayah selalu mendukung pilihanku selama itu baik. Aku terus menangis sampai tertidur.

Keesokkan harinya, ibu memberitahu bahwa lusa aku harus mendaftar kuliah di SEBI. Aku benar-benar ingin menolak tetapi aku takut pada ayah. Karena sejak makan malam itu, ayah tidak bicara sama sekali padaku. Sampailah pada hari dimana aku harus mendaftar kuliah. Huft... rasanya aku mau tidur terus saja. Aku pergi bersama ayah dan ibu. Aku diam seribu bahasa dalam perjalanan. 

Jika mereka mengajakku bicara aku hanya menjawabnya dengan anggukan, atau aku pura-pura tidur saja agar tidak diajak bicara. Dalam pejam aku berpikir, "Apa aku sudah keterlaluan? Selama ini mereka selalu memberikan apa yang aku inginkan. Sudah seharusya aku menuruti apa yang mereka inginkan. Ah tetapi tetap saja, aku mau kuliah di kampus keren seperti UNPAD, UGM, ITB, bahkan UI kalau bisa." Sedih aku memikirkannya.

Kami hampir sampai. Mobilku memasuki gang dan terus melaju sampai ujung jalan. Jalannya sempit, hanya cukup untuk satu mobil saja. Lalu mobilku berhenti di tempat parkir. Aku turun diikuti ayah dan ibu. Yang pertama kali ku lihat adalah masjid kecil. Lalu banyak cowok duduk di pelataran masjid. Aku juga lihat banyak cewek di depan masjid. Jilbabnya panjang sampai menutupi pinggang. Mungkin ini sebabnya ibu menyuruhkan memakai jilbab. Ya memang biasanya aku tidak pernah pakai jilbab kecuali lebaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun