Secara umum, sasaran retorika dakwah mencakup seluruh manusia, termasuk muslim, kafir, dan munafik. Pada awal Islam, Nabi Muhammad menyampaikan dakwah berdasarkan wahyu Allah yang tercantum dalam al-Qur'an. Untuk mengidentifikasi sasaran dakwah secara retorika, dapat dilihat dari respons manusia terhadap ajaran al-Qur'an.
Ayat yang menggambarkan respons manusia terhadap al-Qur'an ditegaskan dengan jelas dalam ayat, "Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah." (QS. Fathir/35: 32).
Kelompok pertama merespons turunnya al-Qur'an dengan cara merugikan diri sendiri (zalim linafsih). Ini mengacu pada orang yang mengabaikan sebagian perintah Allah dan melanggar sebagian larangan-Nya.
Kelompok kedua merespons secara setengah-setengah, merasa ragu tentang kebenaran al-Qur'an. Mereka melaksanakan sebagian perintah dan menghindari sebagian larangan, namun tidak konsisten dalam melakukan perbuatan yang disunahkan dan menghindari perbuatan yang dimakruhkan.
Kelompok ketiga merespons dengan segera melakukan kebaikan (sabiq bil-khairat), sesuai dengan perintah Allah untuk berlomba-lomba dalam kebaikan.
Tiga kelompok ini mencerminkan berbagai respons terhadap al-Qur'an, dengan yang terakhir diharapkan menjadi sasaran dakwah yang paling ideal untuk meneruskan dakwah secara konsisten dari generasi ke generasi.
Selain dari perspektif ini, sasaran retorika dakwah juga dapat dilihat dari berbagai lapisan sosial seperti pendidikan, ekonomi, dan status sosial lainnya, serta faktor-faktor seperti jenis kelamin, geografis, dan etnis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H