Mohon tunggu...
Ayu Wulandari
Ayu Wulandari Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Ijarah Tanah dalam Perspektif Islam

2 Maret 2019   02:24 Diperbarui: 2 Maret 2019   17:57 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Ijarah Tanah Dalam perspektif Islam
Kita diciptakan oleh Allah swt sebagai makhluk sosial, kita tidak bisa hidup sendiri didunia ini, kita pasti membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhan kita sehari-hari. Untuk itu kita harus berinteraksi dan menjalin hubungan dengan mereka. Hubungan manusia yang satu dengan yang lainnya disebut dengan muamalah. Muamalah memiliki cakupan yang sangat luas sekali diantaranya adalah gadai, jual-beli, sewa-menyewa dan lain-lain.
“Sewa-menyewa dalam bahasa arab diistilahkan dengan Al-ijarah. “Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu dengan adanya pembayaran upah (ujrah), tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyah) atas barang itu sendiri” (HM. Dumairi Nor, dkk, 2007:118).
Ijarah memiliki beberapa macam, salah satunya adalah ijarah tanah. Ijarah tanah sendiri sudah ada sejak zaman nabi Muhammad saw. seperti hadist berikut ini: rasul saw. memberikan tanah di khaibar untuk digarap dan ditanami oleh para sahabatnya dan mereka mendapatkan bagian dari hasil tanaman yang tumbuh disana (Hadist Riwayat Bukhari).
Maksud dari hadist tersebut adalah:
Untuk digarap dan ditanami, maksudnya nabi memberikan tanah tersebut untuk dikelola dan dirawat kemudian hasil dari tanah tersebut dapat di manfaatkan untuk memenuhi kebutuhannya (para sahabat)
Dan mereka mendapat bagian dari hasil, maksudnya para sahabat nabi mendapatkan sebagian dari hasil panen tanaman dari tanah yang telah dikelolanya dengan baik tersebut.
Ijarah tanah ini terus berlangsung sampai zaman sekarang, Di Indonesia sendiri banyak orang yang melakukan transaksi ijarah tanah ini, baik digunakan untuk menanam tanaman maupun untuk pertapakan bangunan atau untuk keperluan yang lainnya. ijarah sendiri dibenarkan dalam syariat islam.
Prof. Dr. H. Rachmat Syafe’i, M. A. (2001:123) Hampir semua ulama ahli fiqh sepakat bahwa ijarah disyariatkan dalam islam. Adapun golongan yang tidak menyepakatinya, seperti Abu Bakar Al-Asham, Ismail Ibn Aliah, Hasan Al-Bashri,Al-Qasyani, Nahrawi, dan Ibn Kaisan beralasan bahwa ijarah adalah jual-beli kemanfaatan, yang tidak dapat dipegang (tidak ada). Sesuatu yang tidak ada tidak dapat dikategorikan jual-beli. Dalam menjawab pandangan ulama yang tidak menyepakati ijarah tersebut, Ibn Rusyd berpendapat bahwa kemanfaatan walaupun tidak berbentuk, dapat dijadikan alat pembayaran menurut kebiasaan (adat).
Ijarah ini disahkan syariat islam berdasarkan Al-qur’an, As-Sunnah dan Ijma’
Dalam Al-Qur’an: jika mereka menyusukan (anak-anakmu) untukmu, maka berikanlah upahnya (QS. Thalaq:6), ini termasuk ijarah karena terdapat upah yang harus dibayarkan sebagai pengambilan pemanfaatan tetapi tidak di ikuti dengan pemindahan kepemilikannya.
Dalam As-sunnah: barang siapa yang meminta untuk menjadi buruh, beri tahukanlah upahnya (Hadist Riwayat Abd. Razaq dari Abu Hurairah).agar suatu saat tidak terjadi yang namanya perselisihan sehingga membuat orang saling bermusuhan.
Dalam Ijma’: Umat islam pada masa sahabat telah berijma’ diperbolehkan sebab bermanfaat bagi manusia dan dapat menyempurnakan kebutuhan-kebutuhan manusia.
Seperti yang telah dikatakan diatas bahwa ijarah diperbolehkan karena bermanfaat bagi manusia, manfaat tersebut diantaranya adalah:
Manfaat dalam persyariatan ijarah sangatlah besar sekali, karena didalam ijarah terdapat unsur saling bertukar manfaat antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya. Karena perbuatan yang dilakukan oleh satu orang pastilah tidak sama dengan perbuatan yang dilakukan oleh dua orang atau tiga orang dan keperluan masing-masing orang berbeda.
Hikmah dalam persewaan adalah untuk mencegah terjadinya permusuhan dan perselisihan, tidak boleh menyewakan suatu barang yang tidak ada kejelasan manfaatnya yaitu sebatas perkiraan dan terkaan belaka dan barang kali tanpa diduga barang tersebut sudah tidak dapat memberikan faedah apapun. Jadi bukannya membawa manfaat malah menimbulkan masalah.
Dalam islam orang yang akan melakukan ijarah ini harus memenuhi syarat-syarat sahnya ijarah terlebih dahulu agar ijarah tersebut bisa berjalan dengan lancar,yaitu:
Syarat Aqid (Mu’jir dan Musta’jir), maksudnya oyang yang menyewa dan orang yang menyewakan tidak boleh ada paksaan dan tekanan dari orang lain. Jika salah satunya mendapat tekanan maka dapat dikatakan ijarah tersebut tidak sah atau batal. Hal ini sesuai dengan ketentuan islam, “hai orang beriman,janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku suka sama suka di antara kamu”. (QS. An-nisa’(4):29)
Ma’qud alaih (barang sewa), mencakup tentang upah dan manfaat barang ijarah barang ijarah ini harus dapat memenuhi ketentuan secara syara’,
Shighat ijab qabul (ucapan serah teima), sama dengan akad jual beli, kecuali syarat “tidak dibatasi dengan waktu” dalam ijarah ada batasan waktu yang di tentukan.
Ijarah tanah ini tidak serta merta hanya memberikan tanah terus membayar upahnya dan mengambil manfaatnya melainkan harus jelas dulu peruntukannya, jika ingin di buat untuk mendirikan bangunan maka bangunan apa dulu yang akan di bangun diatasnya, jangan digunakan untuk membuat hotel yang akan digunakan sebagai tempat untuk prostitusi maka hal itu tidak dibenarkan, begitu pun juga jika akan dibuat untuk menanam tanaman harus jelas pula jenis tanaman yang ditanam sebab jenis tanaman akan berpengaruh dengan jangka waktu ijarah dan biaya ijarahnya sendiri.
“Pada dasarnya perjanjian ijarah merupakan perjanjian yang lazim, masing-masing pihak yang terikat dalam perjanjian tidak berhak membatalkan perjanjian (tidak mempunyai hak pasakh) karena termasuk perjanjian timbal balik” (Suhrawardi K. Lubis dkk,2012:160). Meskipun, jika salah satu pihak (yang menyewa maupun pesewa) meninggal dunia, perjanjian ijarah tidak akan menjadi batal, asal yang menjadi objek perjanjian ijarah masih ada. Sebab dalam hal salah satu pihak meninggal dunia , maka kedudukannya digantikan oleh ahli waris. Pembatalan tersebut dikaitkan pada asalnya, bukan didasarkan pada pemenuhan akad.
 Namun ada beberapa hal yang menyebabkan perjanjian tersebut menjadi batal,yaitu:
Terjadinya aib pada barang sewaan, maksudnya barang yang menjadi objek ijarah ada kerusakan ketika sedang ada di tangan penyewa. kerusakan itu akibat kelalaian dari penyewa sendiri, yang membuat objek ijarah tersebut tidak bermanfaat lagi.
Rusaknya barang yang di ijarahkan, maksudnya barang yang menjadi objek ijarah mengalami kerusakan atau musnah sehingga tidak dapat dipergunakan lagi sesuai dengan yang diperjanjikan.
Rusaknya barang yang diupahkan, maksudnya barang yang menjadi sebab terjadinya hubungan ijarah mengalami kerusakan. Dengan rusak dan musnahnya barang yang menyebabkan terjadinya ijarah maka akad tidak akan terpenuhi lagi karena akan membuat salah satu pihak menjadi rugi.
Terpenuhinya manfaat yang diakadkan, maksudnya tujuan dari ijarah tersebut telah tercapai,atau masa perjanjian ijarah telah berakhir sesuai dengan kententuan yang telah disepakati.
Adanya uzur, maksudnya adanya halangan yang membuat perjanjian tidak mungkin terlaksana sebagaimana mestinya sehingga ijarah tersebut terpaksa dibatalkan.
Dan jika masa perjanjiannya ijarahnya telah habis , maka si penyewa wajib mengembalikan barang sewaan kepada pemiliknya,ketentuannya adalah sebagai berikut:
Jika barang yang diijarahkan merupakan barang yang bisa bergerak,misalnya kendaraan maka si penyewa wajib mengembalikan barang ijarahnya dengan langsung menyerahkan bendanya kepada sang pesewa.
Jika barang yang diijarahkan merupakan barang yang tidak bergerak,misalnya rumah maka si penyewa wajib mengembalikan barang ijarahnya dalam keadaan kosong,tidak ada harta si penyewa dalam rumah tersebut.
Jika barang yang diijarahkan adalah barang yang berwujud tanah, maka si penyewa wajib mengembalikannya dalam keadaan tidak tertanam tanaman penyewa di atasnya
Jadi kesimpulannya Ijarah tanah itu di perbolehkan dalam islam tetapi harus jelas peruntukannya untuk apa dan juga mempunyai kesepakatan yang jelas dan jangka waktu yang ditentukan sesuai peruntukannya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun