Mohon tunggu...
Ayu Ranee
Ayu Ranee Mohon Tunggu... profesional -

Penulis lepas, guru, -Jakarta -

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Pusing-pusing di Negeri Jiran (1) -Petronas Tower

9 Januari 2015   17:21 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:29 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1420773610798296621

Ini adalah  keduanya saya menginjakkan kaki di Kuala Lumpur.  Yang pertama di tahun 2013. Saat itu hanya sekedar transit beberapa jam saja sebelum melanjutkan perjalanan ke destinasi lain. Kedatangan  kali ini - meski untuk keperluan lain - tetapi saya ingin sekaligus memanfaatkan kesempatan untuk menjelajah negeri yang pernah beberapa kali “memancing masalah” dengan Indonesia ini.

Tiket sudah di tangan jauh sebelum musibah menimpa salah satu maskapai penerbangan di Indonesia. Turut sedih dan berduka cita sedalam-dalamnya, namun dunia penerbangan tetap harus berjalan sebagaimana mestinya.

Senin, 5 Januari 2015. Pukul empat pagi saya berangkat dari rumah untuk bisa menumpang bis pertama ke Bandara Soeta.  Saya sholat subuh di dalam bis, hal yang kerap saya lakukan bila sedang bepergian. Berpergianlah kemana kau suka, tetapi sholat harus tetap dijaga. Itu moto saya.

Pesawat dijadwalkan berangkat pukul 09.15, tetapi sudah  bisa diduga,  ada saja yang "tak beres"  dengan maskapai  ini. Delay satu jam. Apalagi saat di atas, karena cuaca buruk- pesawat turbulent lumayan keras pula. Deg-degan sepanjang penerbangan. Tetapi Alhamdulillah, Allah senantiasa menyertai.

Pulangnya saya menggunakan maskapai yang sama, Delay juga, meski tak selama saat berangkat. Penerbangan di atas lebih nyaman  karena cuaca tak seburuk saat berangkat.

Karena tulisan ini saya buat sepulang dari perjalanan, maka berbicara mengenai maskapai penerbangan ini membuat saya teringat akan sebuah percakapan dengan seorang Turki yang sedang menempuh PhD-nya di USM (University of Science Malaysia). Ketika itu saya sedang bertanya sebuah arah padanya. Ternyata dia menuju arah yang sama. Maka berjalanlah kami bersama sambil bercerita. Mengertahui saya dari Indonesia, langsung saja dia menyinggung soal musibah yang sedang melanda Air Asia di Indonesia. Dia bilang dia belum pernah ke Indonesia tetapi dia sangat tahu bagaimana kondisi maskapai-maskapai murah- LCC (Low Cost Carrier) di Indonesia karena ilmu yang dia tekuni adalah aerodynamics. Selama dia bercerita, saya berdecak kagum akan ilmunya. Namun ada satu hal yang sangat melekat dalam ingatan saya dari pembicaraannya, Yaitu ketika dia mengatakan bahwa maskapai-maskapai murah di Indonesia begitu berani mengambil resiko dalam menjalankan bisnisnya.

WADUH! Kataku dalam hati. Kenapa? Tanya saya. Lalu dengan serius dia menjelaskan bahwa usia pesawat yang sudah tahunan itu sangat rentan kecelakaan apalagi bila maintenance-nya ala kadarnya. Saya makin ingin tahu, tetapi sayang, arah yang saya tanyakan sudah kelihatan. Maka kami pun berpisah dengan perasaan saya yang masih bercampur aduk soal LCC di Indonesia. Apa yang dikatakannya sangat masuk akal. Tetapi LCC - sangat diminati masyarakat Indonesia, termasuk saya. Jadi pertanyaannya sekarang; mau terbang murah atau selamat nyawanya? Ya dua-duanyalah. Tetapi mungkinkah? Semoga menjadi PR yang serius bagi bangsa Indonesia.

Ya sudahlah. Kembali ke cerita perjalanan saya. Pukul 11:30 atau 12:30 waktu  Malaysia, pesawat mendarat di KLIA. Alhamdulillah.

Tujuan utama saya sebenarnya adalah Penang dengan menggunakan bis malam dari Kuala Lumpur. Untuk amannya  saya  membeli tiket bis malam dulu, meski menurut sebuah sumber di internet, saya bisa langsung membelinya saat mau berangkat karena bis antar negeri/negara bagian tersedia tiap 30-60 menit. Jadi armadanya banyak.

Saya  langsung menuju lantai dasar KLIA, tempat bis dalam kota Kuala Lumpur berada. Saya naik bis menuju  Pudu Raya untuk membeli tiket bis malam Kuala Lumpur- Penang. Pudu Raya adalah sebuah terminal antar kota yang letaknya di Petaling Jaya (China Town).

Terminal Pudu Raya sangat ramai. Hati-hati karena banyak juga calo-calonya. Mungkin calo di mana-mana memiliki ciri yang universal, gencar mengejar. Hati-hati, jangan sampai membeli tiket lewat mereka karena bisa-bisa kita membayar harga tiket bis yang lebih mahal dari yang semestinya.

Setelah sukses tidak mempedulikan rayuan para calo, sampailah saya di konter tempat pembelian tiket resmi. Berdasarkan panduan yang sudah saya browsing di internet, saya langsung menuju konter 45 dan memilih bis Allisan Golden Coach KL - Sg Nibong (Penang) dengan harga RM 40 lebih murah RM 5 dari informasi harga yang saya dapat di internet. Beres sudah urusan tiket. Saya memilih  keberangkatan bis pukul 23: 00, supaya tidak kepagian tiba di Penangnya.

Seperti yang sudah saya rencanakan, saya memanfaatkan waktu transit yang panjang untuk ke KLCC ( Kuala Lumpur Convention Center) tempat di mana menara kembar Petronas berada. Sejak lama saya ingin melihat langsung semegah apa sih menara yang sempat menjadi bangunan tertinggi di dunia sebelum akhirnya dikalahkan oleh gedung 101 Taipei,  lalu oleh gedung Burj Khalifa di Dubai itu.

Dari Pudu Raya saya menggunakan LRT  (Light Rail Transit) menuju KLCC. Setelah membeli token di sebuah mesin, (RM 3), saya menuju LRT arah Masjid Jameek. Dari Pudu Raya tak bisa langsung ke KLCC. Dari Masjid Jameek, setelah melewati dua pemberhentian, sampailah di KLCC di mana menara kembar berada.

Suasana KLCC mengingatkan saya pada suasana area Takashimaya - Singapura. Tokoh-tokoh dan kafe-kafe ramai oleh manusia. Namun bila ingin berbelanja barang-barang yang agak murah, jangan di  KLCC- bagian utamanya. Agak ke belakang, ada juga toko-toko yang menyediakan barang-barang dengan harga agak miring- KW dua-nya, begitulah kira-kira. Tetapi karena tujuan perjalanan saya bukan untuk berbelanja, saya pun tidak berlama-lama. Hanya mampir minum jus di sebuah kedai, lalu lanjut ke arah petronas.

Petronas memang megah, mengkilap dan perkasa. Saya menghabiskan waktu berlama-lama di sebuah taman air mancur yang memnag disediakan untuk bersantai di area itu. Bila mau, pengunjung bisa naik keatas (skybridge) untuk memandang kota Kuala Lumpur dari jembatan yang menghubungkan kedua menara. Tetapi saya sudah cukup puas dengan memandanginya dari bawah. Apalagi di tempat ini banyak sekali saya temui orang Indonesia. Jadi serasa di negeri sendiri.

Usai sholat Maghrib dan Isya sekalian di sebuah surau di KLCC, saya kembali menuju Pudu Raya. Kali ini saya memilih menggunakan bis dari depan menara Petronas. Mudah sekali transportasi di sini karena setiap jurusan tertulis dengan gamblang atau kita bisa mengetahuinya dari nomer bis-nya. Transportasi memang sangat menentukan kemajuan sebuah bangsa.

Saya makan malam di sebuah restoran India di kawasan Pudu Raya. Bersih dan murah. Di Malaysia, komunitas India Tamil nampak di mana-mana, seperti juga komunitas Tionghoa dan juga Jawa.  Sebuah melting pot area yang memadukan beragam budaya. Sebuah toleransi antar agama dan budaya yang patut dicontoh.

Satu jam sebelum keberangkatan bis, saya menunggu di ruang tunggu terminal yang diatur berdasarkan platform-platform (peron). Menariknya, hampir di setiap platform ada kursi pijat berjajar. Namanya “Rest N Go”. Kita tinggal duduk lalu masukkan lembaran uang kedalam mesin, dan mesin pun memijat punggung, leher, pinggang dan kaki dengan mantapnya! Besaran uang yang kita masukkan akan menentukan berapa durasi pijatannya. Ada tiga pilihan; RM 1 untuk tiga menit. RM 5 untuk 30 menit. Dan RM 10 untuk 30 menit. Lumayan! Penat bisa hilang. Cobalah! Anda pasti  ketagihan. Hanya bedanya, anda tak akan merasakan sentuahan tangan:D.

Pukul 23:00 tepat, bis berangkat. Bisnya bagus. tempat duduknya besar, reclining seat yang sangat nyaman. Seoanjang perjalanan saya tertidur dengan lelapnya dan baru bangun ketika supir membangunkan. “Sungai Nibong!”. Pukul lima pagi sampailah saya di Penang.

Bersambung  (9 Januari 2015)

(Pusing-pusing di negeri jiran (2) Bring history to life - Georgetown)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun