Mohon tunggu...
Asti Arinta Septiana
Asti Arinta Septiana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi S1 Psikologi

Seorang mahasiswi yang memiliki ketertarikan dalam bidang menulis, terutama dalam karya fiksi. Akan tetapi, mencoba bereksplorasi dalam penulisan di bidang film, kesehatan, sosial dan psikologi.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Membentuk Karakter Kuat: Peran Keluarga sebagai Tameng Anak dari Kekerasan Seksual

29 September 2024   04:37 Diperbarui: 29 September 2024   06:24 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Maraknya tindak kekerasan seksual pada anak dan perempuan merupakan permasalahan yang perlu ditangani dengan cepat dan tanggap. Permasalahan tersebut bukanlah hanya semata- mata tanggung jawab oleh Aparat, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas) dan institusi lainnya yang bergerak di bidang tersebut. Akan tetapi, permasalahan tersebut merupakan tanggung jawab seluruh individu yang ada di Indonesia. Berdasarkan data dari kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), tercatat bahwa 10.110 Anak di seluruh Indonesia mengalami kekerasan seksual pada tahun 2024 (Dihan et al., 2024). Kekerasan seksual merupakan tindakan seksualitas yang dilakukan oleh pelaku terhadap korban tanpa adanya konsen yang akan berdampak secara fisik maupun psikologis. Hal tersebut diatur dalam UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, menyatakan bahwa yang mencakup semua kegiatan yang ditujukan kepada anak-anak untuk melindungi mereka dan diri mereka sendiri, yang memungkinkan mereka untuk tumbuh, hidup, dan berpartisipasi dalam masyarakat dengan martabat manusia dan bebas dari prasangka dan kekerasan serta pembelaan terhadap diskriminasi dan kekerasan (Supriani & Ismaniar, 2022).

Menurut Dania (2020) menyatakan bahwa kekerasan seksual dapat disebabkan oleh 3 aspek, yakni:

1. Faktor sosial/masyarakat, meliputi tingginya kemiskinan dan pengangguran, budaya masyarakat tentang pengasuhan anak, rendahnya layanan sosial dan angka kriminalitas yang tinggi

2. Faktor orang tua, meliputi rendahnya dukungan sosial, kekerasan dalam rumah tangga, riwayat depresi dan sebagainya

3. Faktor anak, meliputi kurangnya kasih sayang orang tua terhadap anak, kurangnya percaya diri pada anak, dan memiliki keterbatasan fisik maupun mental.

Selain faktor-faktor yang disebutkan di atas, ada hubungan antara pelaku dan korban, seperti pelecehan seksual, godaan, membangun ikatan dengan korban melalui perhatian dan memberikan wawasan yang lebih dalam, serta pornografi dan pornoaksi, yang dapat berkontribusi pada terjadinya kekerasan seksual pada anak (Dania, 2020).

Sekelompok individu yang saling bergantung dan tinggal di satu atap secara bersama yang merupakan suatu unit terkecil di masyarakat merupakan definisi dari Keluarga (Alamsyah, 2022). Dapat diartikan juga sebagai rumah pertama bagi anak, khususnya orang tua. Yang dimana, dari Keluarga, anak mendapatkan sumber ilmu pengetahuan pertama. Bahkan, orang tua disebut sebagai guru pertama bagi anak. Maka, peran keluarga dalam mencegah terjadi kekerasan seksual sangat penting. Dengan cara, menggunakan psikoedukasi hingga pendidikan seks, yang mengajarkan anak-anak tentang tubuh mereka, jenis kelamin lain, dan bagaimana menjauhi kekerasan seksual. (Joni & Surjaningrum, 2020). Kemudian, menciptakan lingkungan yang aman dengan memberikan pengawasan kepada anak serta komunikasi yang terbuka, serta orang tua dapat mengajarkan anak cara menghindari kekerasan seksual jika sedang dihadapkan dengan situasi demikian.

Dengan demikian, keluarga sangat penting dalam pencegahan dan penanganan kekerasan seksual. Keluarga, sebagai lingkungan terdekat, memiliki kewajiban untuk menetapkan prinsip-prinsip moral, pendidikan seks yang tepat, dan komunikasi yang terbuka sehingga anggota keluarga merasa cukup nyaman untuk melaporkan kegiatan yang mencurigakan. Keluarga dapat membantu anak sebagai korban baik secara praktis maupun emosional. Keluarga dapat memainkan peran proaktif dalam menurunkan risiko kekerasan seksual dan memberikan dukungan yang lebih baik untuk rehabilitasi korban.

REFERENSI

Alamsyah, S. R., Brahmono, B., & et, a. (2022). Analisa Peran Keluarga Dalam Pelibatan Budaya Anti Kekerasan Seksual Pada Anak. PROSIDING KONFERENSI NASIONAL GENDER DAN GERKAN SOSIAL, 1(1), 976-985.

Dania, I. A. (2020). Kekerasan Seksual Pada Anak. Ibnu Sina: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan-Fakultas Kedokteran Universitas, 19(1), 46-52.

Dihan, C. M., & et, a. (2024). Edukasi Tentang Pemahaman Kekerasan Seksual Pada Anak-Anak di Desa Landbaw. Jurnal Pelayanan Masyarakat, 1(3), 96-102.

Joni, I. D., & Surjaningrum, E. R. (2020). Psikoedukasi Pendidikan Seks Kepada Guru dan Orang Tua Sebagai Upaya Pencegahan Kekerasan Seksual Pada Anak. Jurnal Diversita, 6(1), 20-27.

Supriani, R. A., & Ismaniar. (2022). Upaya Pencegahan Kekerasan Seksual Pada Anak Usia Dini. Jambura Journal of Community Empowerment (JJCE), 3(2), 1-20.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun