Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dia Menemaniku, itu Cukup untuk Menggantikanmu

7 Desember 2024   17:18 Diperbarui: 7 Desember 2024   17:56 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang ayah, adalah cinta pertama bagi anak perempuannya!

Luna membenci kata-kata itu, apalagi diucapkan musuh bebuyutannya di sekolah, siang tadi. Luna merasa Qinaya sengaja menyindir karena tahu ayah Luna sudah lama meninggalkan rumah.

Bisik-bisik tetangga memang sering terdengar lebih jelas ketimbang suara toa masjid. Apalagi ibunya sering kewalahan menahan rasa sakit akibat perselingkuhan ayahnya. Mungkin ibunya pernah sekali-dua bercerita kepada tetangga yang dianggap bisa dipercaya.

Luna tak menyalahkan ibunya. Dia sendiri turut menjadi korban keegoisan laki-laki yang disebut ayah, persisnya dulu, ketika keluarganya masih utuh. Sekarang laki-laki itu tak pernah menampakkan batang hidungnya lagi di rumah mereka. Kemungkinan sudah bahagia dalam pelukan perempuan murahan itu.

Luna masih menyimpan nomor WhatsApp yang dia beri nama "janda gatel'. Sayang ibunya melarang Luna nge-chat apapun ke nomor perempuan itu. Ibunya tak mau Luna mendapat balasan yang justru bisa membuatnya menangis. Belum lagi kalau ayahnya sampai tahu dan malah menghukumnya karena dianggap kurang ajar.

Luna merasa gemas melihat ibunya tak melakukan apa-apa untuk membalas perempuan itu. Sekedar caci-maki lalu memblokir nomor janda gatel itu sebelum dia balik membalas, kan bisa? Ibunya pasrah saja sampai ayahnya benar-benar meninggalkan mereka.

"Ibu ngga keberatan kalau memang ini sudah ditakdirkan untuk kita. Jangan memperpanjang masalah. Ngga ada gunanya, Sayang..." ibunya mengelus-elus kepalanya dengan wajah yang dibuat sabar. Luna tahu jauh di dalam hati ibunya sangat hancur.

Luna hanya bisa menangis, saat duduk di teras kamarnya, ditemani matahari senja. Dia tak mengerti sama sekali cara orang dewasa berpikir. Dia juga tak paham mengapa ibunya tak menggugat cerai saja, atau minimal membalas dengan perselingkuhan yang sama.

Angin sore kembali berembus. Aroma yang berasal dari warung mie ayam milik tetangganya, menggoda hidung Luna. Dia sangat suka mie ayam. Mie yang kenyal, kuah gurih, ditimpa potongan daging ayam kaya rempah dan manis kecap. Sempurna!

Biasanya saat pulang kerja, ayah Luna mampir membeli dua bungkus mie ayam untuk dia dan kakaknya. Ibunya akan menuangkan masing-masing ke dalam mangkuk. Mengguyurkan air jeruk nipis diikuti suara seruput dari Luna. Luna selalu menunggu ibunya dengan tangan terlipat dan hidung kembang kempis. Dia sangat menikmati aroma saat kuahnya dituang ke mangkuk mie.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun