Laki-laki itu berusaha mengingat-ingat. Bukankah dia sedang terbaring di ruang IGD? Dia tak habis pikir, dan berusaha mencerna apa yang dilihatnya. Â
"Bagaimana bisa bulan purnama juga berwarna ungu?"Â
Perlahan dia bangkit, sambil memegangi dadanya yang masih terasa sakit. Dia melangkah pelan, terus menapaki kesunyian, dan berharap menemukan jawaban pertanyaannya.Â
Tetapi meski sudah jauh berjalan, tetap saja laki-laki itu tidak menemukan apa-apa.Â
Dia menyerah, kedua kakinya kelelahan. Dia  beristirahat saat tiba di suatu titik, menatap ke laut yang diam di kejauhan.Â
Tiba-tiba tenggorokannya terasa  kering. Dia ingin minum, tetapi di mana dia bisa mendapatkan  air?
Laki-laki itu membeku. Dia mengenali perdu ungu yang tumbuh bergerombol di hadapannya. Calluna vulgaris yang tumbuh hanya pada bioma pasir kering.Â
"Aku akan mati kehausan di tempat ini," pikir laki-laki itu nelangsa. Tak satu penduduk pun dilihatnya sejak dia terdampar di tempat asing ini.
Laki-laki itu memeriksa saku celananya. Dia tidak menemukannya. Sepertinya ponselnya tertinggal saat bosnya menghubungi istrinya tadi sore.Â
Dia ingat. Beberapa hari yang lalu, istrinya nekad meminta cerai karena menyadari perselingkuhannya dengan Mayang.
"Kau mengira aku dan anak-anak tidak bisa hidup tanpa seorang kepala keluarga? Kau salah. Kau boleh pergi secepatnya dari sini!"