Banyak hal bisa terungkap tanpa butuh waktu yang lama. Kita hanya butuh menyadarinya tanpa perlu memikirkan terlalu jauh.
Menurutku, wajahmu bahkan mengalahkan gemilang bintang, saat aku bersedia menjadi milikmu.
Ternyata menjadi istri bukanlah sesuatu yang kuinginkan darimu. Kau begitu mudah membentak dan sulit untuk mendengarkan. Persis seperti kucing di dapur yang acuh tak acuh saat perutnya kenyang, namun mengiba-iba agar diberikan makan oleh tuan rumah.
"Aku tidak akan memilih sembarang wanita untuk menjadi ibu dari anak-anakku. Bagiku kau adalah wanita yang istimewa..."Â sambutmu waktu itu.
Sudah tujuh belas tahun kita berumah tangga. Aku masih tak mengerti dimana letak keistimewaan yang kau maksudkan. Rasa-rasanya kau tidak pernah menghargai meski dengan memelankan suaramu di depan anak-anak.
*
Hari ini adalah ulang tahunmu ke empat puluh lima.Â
Kemarin kau menjemput ibumu untuk menginap bersama kita. Tapi menurutku, sebenarnya lebih karena kau ingin ibu ikut merapikan rumah dan memasak banyak makanan untuk hari istimewamu, kan?
"Aku akan mengundang beberapa teman. Tolong siapkan menu terbaik dan rumah yang wangi,"Â katamu saat meletakkan uang bulanan di meja, lalu beranjak tidur tanpa bertanya keadaanku apalagi mencium keningku.
Sebenarnya sudah lama kau tak bermesraan denganku, meski aku sudah berusaha merawat diriku dengan baik.
Aku sudah menyisihkan baju-baju lama yang mungkin membuatku terlihat kurang menarik. Aku juga berusaha menjaga makanku agar berat badanku tidak melonjak.
Tiba-tiba di tengah acara makan bersama, kau memuji-muji di hadapan semua orang seolah aku sangat berarti dan kau cintai.Â