Ujian semester ganjil baru saja berlalu. Tidak seperti sekolah umum, madrasah tempat anak kami belajar, melaksanakan ujian selama delapan hari sejak tanggal 30 November 2022.
Ujian dilaksanakan melalui metode e-learning yang mengkondisikan siswa memanfaatkan teknologi informasi mobile telepon android.
E-learning atau electronic learning adalah sistem pembelajaran elektronik untuk membuat dan mendistribusikan materi pembelajaran ke penggunanya. Bentuknya bisa pdf, video, game, dan kuis.
Kelemahan dari aplikasi ini, siswa tidak mendapatkan jaminan kelancaran internet selama waktu ujian. Hal ini dialami sebagian siswa, termasuk anak sulung kami yang kehabisan hampir seluruh waktunya di hari pertama pelaksanaan ujian.
Bisa dibayangkan, para siswa panik karena link ujian tidak dapat dibuka atau dikerjakan.
Guru pengawas berbaik hati meminjamkan jalur wifi dari handphonenya, tetapi terbatas kepada dua siswa saja, yaitu anak kami dan seorang rekannya. Sayangnya, baterei di handphone ibu guru tersisa sepuluh persen saja.
Terpaksa, anak kami berusaha mengerjakan dari awal dengan menggunakan handphone temannya yang sudah lebih dulu menyelesaikan ujian, tentunya dengan sisa waktu yang sangat mepet.Â
Sebagai seorang ibu, saya merasa sedih membayangkan anak kami tertekan secara psikologi. Jelas dia menjadi tidak konsentrasi karena waktu untuk menyelesaikan lima puluh soal hanya tersisa beberapa saat saja. Hal ini jelas berimbas kepada anjloknya nilai ujian.
Betapapun kita memaklumi kelemahan sebuah sistem serta jaringan internet yang tidak bisa dipastikan, nyatanya nilai anak kami mentok di angka 78.Â
Sedangkan di hari-hari berikutnya dia bisa mencapai nilai 98 untuk mapel IPS, Quran Hadist, dan Prakarya; dan 94 untuk Bahasa Arab serta Seni Budaya dan Keterampilan.