Aku tiba di asrama dengan perasaan lelah. Polisi-polisi itu benar-benar menguras energiku. Aku harus mengingat dan menceritakan persahabatanku dengan Jane dari awal, bahkan sekarang mereka meminta bukti yang mengarahkan Tom sebagai pelaku pembunuhan.
Dan seperti yang bisa diduga, penjaga asrama dan teman-teman segera memberondongku dengan pertanyaan pula.
"Bagaimana?"
"Kenapa lama sekali mereka membawamu?"Â
"Siapa pembunuh Jane sebenarnya?"
Aku hanya bisa mengedikkan bahu tanda kepasrahan. Aku ingin mandi air hangat dan minum segelas cokelat panas. Itu jauh lebih baik ketimbang interogasi jilid dua.
Selesai mandi, aku kelaparan lalu memutuskan membuat mi rebus. Tapi kemudian aku tersadar polisi akan segera memeriksa barang-barang pribadi milik Jane.Â
Aku pun melompat dari kursiku. Kira-kira apakah Jane menyimpan sesuatu yang dapat dijadikan barang bukti atas kasus kematiannya?
Aku menggeledah rak buku, serta merusak lemari pakaiannya dengan perkakas. Hanya ada baju-baju dan jaket yang tidak tersusun rapi. Ada sepatu roda di kolong tempat tidur, dan... tentu saja laptop. Astaga, aku benar-benar melupakannya!
Bagus. Tidak ada kata sandi yang diminta.