"Sudah mencatat rincian bahan dan cara membuat menu Spaghetti?"
"Sudah."
"Sudah dibagikan ke grup?"
"Sudah ada pembagian tugas, siapa saja yang membawa peralatan?"
"Apa tanggapan teman-teman?"
Itulah di antaranya pertanyaan yang saya lontarkan kepada anak sulung kami, sebelum tiba hari Jumat, jadwal praktikum kelas VIII B.
Saya adalah ibu yang cenderung bawel. Saya tidak pernah telat memperhatikan apa saja kegiatan kedua anak kami di sekolah. Apalagi si sulung sering ditunjuk oleh wali kelasnya untuk memimpin teman-temannya.
Saya menyadari pentingnya dukungan orang tua terhadap keaktifan dan perkembangan kemampuan anak di sekolah. Orang tua dan pihak sekolah, perlu bersinergi untuk mencapai tujuan pendidikan.
Contoh, saat si sulung menjadi ketua majalah dinding (mading) kelas, dia membutuhkan lebih banyak waktu untuk pekerjaannya. Maka, saya tidak lagi membebaninya untuk membantu menyelesaikan pekerjaan rumah seperti biasanya. Dan ini tidak berlangsung lama.
Selain memberi arahan yang diperlukan, saya juga meminta si sulung melakukan jeda istirahat dan melakukan sholat. Dengan demikian dia bisa mengendurkan ketegangan karena berkonsentrasi selama beberapa waktu.
Membuat karya tulis dan gambar untuk mengisi mading, bermanfaat mengembangkan potensi dirinya dan melatih apresiasi terhadap seni. Kebetulan, sejak kecil si sulung sangat suka menggambar.
Praktik Tata Boga di Kelas
Dua pekan terakhir, si sulung terlihat sibuk mempersiapkan kegiatan memasak yang dilakukan secara kelompok, di kelasnya.
Dia membuat grup perpesanan praktik tata boga, mengumpulkan iuran dari teman-temannya, dan mengatur segala sesuatunya dalam grup.
Dia meminta saya menemaninya berbelanja bahan masakan pada dua hari sebelum eksekusi. Membawa secarik kertas berisi daftar bahan kebutuhan, lalu memilih-milih ukuran yang sesuai.