Keira, berdiri di ambang pintu, memerhatikan Farah, anak suaminya.
Sepasang matanya menghujam pada gadis belia itu. Tak ada kalimat yang keluar. Tapi wanita itu telah sampai pada kesimpulan: gadis di depannya memang tidak normal. Dan suaminya tak pernah memberitahu sebelumnya.
Pada suatu tengah malam, Keira terjaga dari tidurnya. Ia membuka matanya cepat. Hidungnya mencium bau kayu terbakar. Pasti anak suaminya yang melakukannya.
Dan benar saja. Dari balik jendela ruang makan, ia menangkap kejadian yang sama. Nyala perapian dengan cerek berisi air mendidih. Entah apa yang diinginkan gadis aneh itu, sering menjerang air, tapi tak menggunakannya. Tersenyum-senyum senang menatap perapian.
Keesokan harinya, Keira memutuskan untuk menuntaskan rasa penasaran, dan melupakan kebenciannya pada Farah.Â
"Apa sebenarnya yang kau inginkan?" tanyanya saat mereka sudah berhadapan.
"Tentang apa, Bu?"
"Kau selalu menyalakan api, menimbulkan bau asap dimana-mana, dan menatap nyala api dengan bahagia!" tandas Keira.
Gadis itu berpikir-pikir, kemana arah pembicaraan ibu sambungnya. Mungkinkah wanita itu sedang marah?
"Aku tak tahu jawaban apa yang ibu inginkan. Aku hanya menyukainya, Bu," jawab Farah akhirnya.