Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Masa Lalu yang Terkunci

28 Oktober 2021   06:27 Diperbarui: 28 Oktober 2021   06:31 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bu Jihan, duduk lesu di kamarnya. Pertemuan tidak sengaja dengan laki-laki yang ada dalam masa lalunya, telah mengusik ketenteramannya.

Benar kata orang, dunia ini sempit. Baru saja ia menerima lamaran Romie untuk anaknya, Julia. Kini ia harus berhadapan dengan kegelisahan hatinya sendiri.

Dua puluh tahun yang lalu, Mas Satrio menjadikannya wanita paling bahagia. Ya, meski pernikahannya hanya berlangsung secara siri, tapi ia tahu pria itu sangat baik dan bertanggung jawab.

Maka ia pun menyambut gembira, ketika hasil tespek menunjukkan dua garis merah. Ia positip hamil. Bu Jihan dan Mas Satrio akan segera menimang buah cinta kasih mereka.

Tapi tidak. Belum sempat bibirnya membagi kabar bahagia ini, saat mereka makan malam bersama, seorang wanita kaya melabrak dirinya. 

Bu Jihan merasakan tamparan di pipinya, lengkap dengan caci maki yang membuatnya menangis berderai-derai sepeninggal keduanya.

"Tega sekali kau Mas," bisiknya. Air mata kesedihan membasahi seluruh wajahnya.

"Ternyata kau pria beristri..."

Mendung pun datang, menawarkan kepedihan yang teramat sangat. Bu Jihan merasa sebagai wanita paling bodoh di dunia. 

Hari berganti minggu. Minggu berganti bulan. Dijalaninya kehidupan bersama janin dalam kandungannya. Sampai akhirnya lahir seorang bayi perempuan cantik yang ia beri nama Julia.

Dirawatnya bayi itu dengan penuh kasih sayang. Diperjuangkannya apa saja agar Julia dapat tumbuh bahagia layaknya anak-anak lain, sekalipun tanpa kehadiran seorang ayah.

Kini Julia telah menjelma menjadi gadis dewasa yang patuh dan sangat sayang kepadanya. Putri semata wayangnya ini, selalu ia lindungi dari bahaya apapun. Begitu janjinya selama ini.

Ketika Julia memperkenalkan pemuda yang dekat dengannya, Bu Jihan langsung merasa pilihan anaknya tidaklah salah. Romie anak yang sopan, tulus dan sangat mencintai putrinya.

Bulan depan, tepat di tanggal ulang tahun Julia ke sembilan belas, ia akan melangsungkan pernikahan mereka. 

Ya, Bu Jihan sudah terlalu terbiasa melewati semuanya sendiri. Tak sekalipun pria itu menampakkan batang hidungnya. Tidak saat buah cinta mereka hadir ke dunia, atau pada hari-hari penting Julia di sekolah. 

Harapan bahwa Mas Satrio akan datang meminta maaf, sama sekali tak pernah terjadi. Pria itu tak pernah menghubungi atau mencarinya di rumah orang tuanya. Benar-benar Bu Jihan menanggung penderitaannya sendirian.

Sebagai wanita biasa, ia sangat terluka. Tahun demi tahun berlalu dalam kesepian dan kehampaan. Tak ada cinta dari pria itu. Seolah ia tak pernah ada dalam hari-harinya yang lalu.

Kini, bulat sudah keputusan Bu Jihan untuk menutup pintu masa lalunya. Ia merasa tak berarti dan tak pernah diperhatikan. Mungkin cinta mereka hanyalah pelarian pria itu dari kehidupan rumah tangganya.

Sekarang ia sudah tak membutuhkan Mas Satrio untuk melanjutkan hidupnya, termasuk untuk memberikan restu pada Jihan yang bahkan tak sempat diketahui keberadaannya.

Biarlah semua cinta dan kisah yang tidak mengenakkan itu, tersimpan dalam masa lalu yang terkunci. 

Bu Jihan bertekad menyimpannya rapat-rapat. Tak perlu dibuka kembali, dan tak perlu membayangkan pria itu lagi. Sekarang yang terpenting adalah pernikahan antara Romie dan Julia.

*

Pertemuan tidak sengaja dengan laki-laki yang ada dalam masa lalunya, di sebuah butik saat ia memilih kebaya untuk Julia, ibarat petir di siang bolong yang mengagetkannya.

Mas Satrio tiba-tiba muncul di depan mata dan meraih tangannya. Tampak binar kebahagiaan di mata pria itu. Namun tidak dengan Bu Jihan.

Tangisnya pecah dan amarahnya meledak. Ia sudah mengubur pria ini dalam-dalam. Ia sangat benci pada pria yang mencampakkannya selama ini. Bu Jihan berlari pulang, sebelum wanita kaya itu keluar dari ruang ganti dan menampar wajahnya sekali lagi.

"Tidak!" bisiknya lesu di dalam kamar. Semua sudah terlambat. Ia tidak akan menerima Mas Satrio dalam hidupnya dan Jihan. Ia tidak ingin membuka pintu masa lalu yang sudah terkunci.

SELESAI 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun